Perang Raja-raja - sumber |
Nak, sambil menunggu kepulanganmu, sambil
menghangatkan masakanku yang akan kita santap malam ini, kutulis sebuah surat.
Surat untuk anakku yang telah bertumbuh menjadi pria dewasa.
Ibu hendak mendongeng tentang
kerajaan-kerajaan di masa silam. Tentu kau pernah membacanya sekilas dalam buku
pelajaran sejarah. Ibu tak kan menyebutkan nama kerajaan mana, biar kautebak
saja.
Alkisah di suatu Negara, berdiri sebuah
kerajaan yang digdaya. Tanahnya subur, hasil alam tumpah ruah, masyarakatnya
makmur sejahtera. Di pusat kota, berdiri istana megah, berhias emas dan batu
permata. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang raja yang bijaksana. Seorang Ratu cantik nan baik hati mendampinginya.
Suatu hari, sang raja ingin mengunjungi
rakyatnya. Berangkatlah ia bersama penasihatnya, mereka menyamar sebagai rakyat
jelata. Berdua mereka menyusuri kampung demi kampung, sampai akhirnya kehabisan
perbekalan. Saat itu raja sangat kelelahan,
duduklah ia di bawah pohon sementara pengawalnya mencari sekendi air. Tak
berapa lama, melintaslah seorang wanita jelita. Karena kasihan, perempuan itu
menawarkan pelepas dahaga. Raja terpana karena kecantikan dan ketulusannya.
Ketika kembali ke istana, Raja membawa serta
perempuan tersebut dan menjadikannya selir. Ratu tak bisa berbuat
apa-apa, seorang Raja berhak meminang siapa saja. Sampai bertahun-tahun,
keadaan istana damai sentosa. Ratu dan Selir menjadi teman berbagi
cerita. Keduanya memperoleh seorang putra.
Waktu berputar dengan cepatnya, Raja telah
menjadi tua. Siapapun tahu, siapa penerus Raja, sang putra mahkota, anak
kandung Ratu tentunya.
Anakku, kerajaan makmur subur itu menawan
setiap hati untuk memilikinya. Tak terkecuali kedua putra Raja. Muslihat
berkembang serupa bunga di padang rumput. Kerajaan terpecah menjadi dua bagian,
siapa menawarkan untung, dia yang beruntung. Tipu daya menyebar seperti wabah. Tak
ada yang bisa dipercaya, tak ada yang bisa dipegang ucapannya. Curiga
mencurigai adalah makanan sehari-hari.
Negara subur itu menjadi saksi tumpah darah
kedua saudara. Tombak dan panah menancap di jantung mereka. Merenggut nyawa seolah
tak bermakna. Daging manusia menjadi pupuk bagi tanah kaya. Raja, Ratu,
dan Selir telah habis air mata, menangisi kematian dua calon Raja. Hari naas itu dikenang sebagai perang Raja-raja.
Nak, barangkali hati wanita bisa menerima
ketika kau berbagi ruh dan tubuh. Namun kau tak kan pernah tahu apa yang akan
terjadi selanjutnya. Tak ada dua raja dalam satu Negara, seperti tak ada dua
Ratu dalam satu hati. Satu tetap lebih baik dari dua, karena dua bisa memusnahkan
segala.
suka, dongengnya bagus meski singkat :D
ReplyDeletesetuju sama yang ini "Satu tetap lebih baik dari dua, karena dua bisa memusnahkan segala."
Makasih Iilajah :)
Deleteperumpamaan yang pas. eksekusi cerita yang bagus.
ReplyDeleteMakasih J ^^
Deletesukaaaaaaak!
ReplyDeleteMakasih Linda ^_^
Deletekeren mbak :D
ReplyDeleteMakasih Erdi :)
DeleteCakep :)
ReplyDelete:)
DeleteSatu mengajari kita bersyukur dan seberapa kuat kita menjaganya :)
ReplyDeleteIya :D
Delete