Cinta
Platonis
:
Andy Kurniawan
Cinta Platonis - sumber |
Assalamualaikum Wr. Wb.
Semoga surat ini sampai padamu pada pagi hari
dengan secangkir kopi. Lalu anggap saja surat ini adalah uluran tangan saya.
Halo Andy, salam kenal. Nama saya Evi, dan cukup panggil saja saya, V. Saya suka suratmu yang berjudul “Kepada Putra
Kecil Mantan Pacarku”. Membacanya seperti menikmati sebuah dongeng, cerpen,
novel, sinetron, atau boleh saya sebutkan apa saja segala bentuk fiksi. Iya,
isi suratmu sering saya temui pada cerita khayalan, dan membacanya seharusnya
menimbulkan rasa yang biasa.
Namun membaca suratmu, membuat saya merasa terbang
hingga ke awan, membuat saya merasa marah hingga terbakar, dan membuat saya merasa
pedih hingga mendidih. Bahkan saya tak tahu apakah suratmu ini berisi kenyataan
atau rekaan, aku memilih percaya bahwa suratmu berucap kebenaran, walaupun
terasa agak berlebihan. Karena dengan embel-embel kebenaran inilah surat ini
telah menyentuh relungku.
Iya, Andy, kadang saya lupa bahwa fiksi
terinspirasi dari kenyataan, atau kenyataan adalah hasil ramalan dari cerita fiksi.
Pengarang memang mirip penyihir, mereka bisa membuat dunia apa saja, mereka
senang menyihir manusia dan membuat mereka percaya bahwa suatu hari apa-apa
yang kelihatannya tidak mungkin menjadi mungkin.
Mari kita lupakan dunia fiksi dan pengarang
yang senang menjadi Tuhan. Mari kita bicarakan tentang satu tema yang selalu
melekat dalam dada setiap manusia, yaitu cinta. Dalam suratmu kepada putra
kecil (yang ketika nanti menerima suratmu setelah berumur dua puluh tahun)
mantan pacarmu itu terasa begitu kentara bahwa sang ibu masih sering hinggap
dalam ingatanmu.
Maaf jika saya sedikit lancang, saya ingin
bertanya, boleh kamu jawab boleh tidak. “Perempuan itu, masihkah menempati
suatu ruang dalam hatimu? Perempuan itu, apakah posisinya tak terganti?”
Lalu dalam suratmu, kamu katakan, “Bukankah
dulu aku pernah bilang kepada ibumu, kalau kebahagiaanya adalah kebahagiaanku
juga.”
Baiklah, saya akan sedikit mereka-reka, dua
pertanyaan di atas seandainya kamu jawab ‘ya’, dan satu pernyataan di bawahnya
tetap kamu pegang teguh, maka rasanya tak salah jika saya menyebutmu sebagai
lelaki pemanggul cinta platonis. Ya, tak ada salahnya dengan cinta platonis,
kamu bisa memilih mencintai seseorang tanpa mengharapkan sedikit balasan.
Katanya, urusanmu hanyalah mencintai, bukan sebaliknya. Saya akan menjura
kepada lelaki dan perempuan semacam itu.
Jika saja dua pertanyaan di atas kamu jawab
dengan ‘tidak’ dan satu pernyataan di bawah kamu ubah dengan ‘kebahagiaannya
bukan urusan saya’, maka saya akan menjabat tanganmu. Sekadar isyarat bahwa
dalam hal ini, kita bisa sepakat. Saya bukan perempuan penenun cinta yang ujung
tak terlihat oleh mata.
Bagi saya mencintai dan dicintai adalah aksi
reaksi yang niscaya. Tak perlu mencintai yang tak ingin dicintai. Jangan
biarkan sebelah lengan bertepuk tangan.
Andy, kamu bebas mencintai, saya tak punya hak melarang, hanya saja, ada perempuan yang kelak menjadi istrimu membutuhkan
kedudukan yang absolut dalam hatimu. Perempuan yang akan menyerahkan nyawanya
demi melahirkan anak-anakmu.
Akhir kata, semoga kelak bisa kubaca surat
cintamu penuh bunga, penuh rangkaian mutiara tentang mereka yang mencintaimu dan
dicintaimu segenap jiwa.
Dari kenalan barumu,
Evi
Jd inget buku diary, aq nulis pake gaya surat
ReplyDeleteBuku diarynya tinggal dipindahin ke Blog Mbak Jiah :)
Delete