Sumur Ingatan
: Kiki Zakiyah
Dear Kikiwku,
Salam rinduku dari kota
yang dipeluk gunung-gunung. Kota ini makin muda, bangunan dan taman riuh
bertumbuh. Sudahkah kau menengoknya?
Kiw, kutulis surat ini
tepat menghadap jembatan layang yang tak kita temui pada masa-masa remaja.
Jembatan layang ini begitu panjang namun tak sepanjang ingatan. Pada satu
titik, letaknya begitu dekat dengan bangunan tua, tempat kita menimba
pengetahuan. Tempat awal mula perjumpaan. Kita yang belia, begitu sederhana,
begitu gembira. Derap langkah kita menuju ruangan berpapan tulis hitam tanpa
beban, tanpa keraguan.
Kiw, kutulis surat ini
dengan rasa rindu yang membuncah layaknya sumber air yang berlimpah.
Lamat-lamat kugali sumur ingatan, tentangmu, tentang kita. Hei, aku ada satu
pertanyaan, masih ingatkah awal kedekatan kita? Ya, memang bukan di bangku
sekolahan. Lucunya, waktu itu kita kerap kali bersaing meminta
perhatian seseorang. Lelaki itu akhirnya memilihmu. Pilihan yang
sempurna, sesempurna jabang bayi di rahimmu. Selamat
atas kehamilanmu yang kedua.
Kiw, kutulis surat ini
dengan dada gemuruh menahan rindu. Tanganku semakin sibuk mengeruk sosokmu
dalam sumur ingatan. Perempuan berkulit sawo matang dengan kerudung tergerai.
Perempuan dengan gelak tawa lepas dan pandai menyembunyikan getas.
Kiw, sumur ingatan ini
mulai membasahi tubuhku. Airnya yang menyegarkan kepalaku. Kini ingatanku telah
sejernih sungai pegunungan.
Kiw, barangkali kita telah
meminta semesta menanamkan ikatan untuk menghapus penyesalan. Peristiwa demi
peristiwa dari masa silam senang membayangi serupa penagih hutang. Ada lubang
dalam hati kita. Dan kita sama-sama memahami, hanya kau dan aku yang dapat
menggenapi. Kita hanya ingin berdamai lalu berpelukan.
Kiw, jumlah pertemuan kita
tak sebanyak anak rambut di keningmu. Namun setiap pertemuan menjadi kenangan.
Menghapus setiap luka menjadi bahagia. Aku bersyukur kepada Tuhan menjadikan
kita sahabat. Kau memang tak pernah mengatakannya, namun aku tahu dari matamu
yang juga menyimpan rindu. Dari genggaman tanganmu yang menyebarkan kehangatan.
Aku tak bertepuk sebelah tangan.
Kiw, surat ini kutulis
dengan tangan bergetar menahan rindu. Aku mulai dirundung sendu. Aku tak mau
mengeduk sumur ingatan, seolah tak pernah ada lagi perjumpaan. Aku ingin kamu
dan aku bertemu. Sekali lagi aku berdoa pada Tuhan, pada semesta, dua sahabat
ini akhirnya tertawa. Bersama.
Kikiw pasti seneng bgd dpt surat begini indah...
ReplyDeleteKata katanya maknyeesss mbak
Terasa di hati :)
Makasih Mbak Inda ^_^
ReplyDelete