![]() |
Evi bersama Papa dan Mama |
Surat ini kutulis untukmu, anakku yang belum
kukandung. Kelak ketika kamu telah pandai merangkai huruf, akan kubacakan
dengan lirih surat cinta tentang sepasang tua.
Nak, tentu kamu bertanya-tanya, siapa
sepasang tua itu? Salah satunya adalah perempuan yang bukan dari rahimnya aku
lahir namun mencintaiku seperti putrinya sendiri. Dan seorang lelaki yang bukan
dari darahnya aku hadir ke dunia tapi menyayangiku seperti anak kandungnya.
Mereka adalah sepasang tua yang saling mencintai. Hidup mereka jauh di desa, di
mana sungai masih mengalir dengan jernih, di mana para petani masih rela
mencangkul di sawah.
Lima tahun, ibumu tinggal bersama sepasang
tua. Sejak bayi hingga ibumu bisa mengingat setiap kejadian dalam hidup. Kepada
mereka yang rindu kehadiran anak perempuan, ibumu menjelma dewi.
Ibumu ingat dengan samar, setiap malam,
sepasang tua meninabobokan Ibu dengan lagu-lagu daerah. Setiap pagi menjerang
air dari sumur untuk mandi. Setiap siang mengawasi Ibu memanjat pohon dan
memetik bunga. Bunga yang dengan segala kerendahan hati mereka rawat. Bagi
sepasang tua, Ibu telah menjelma bunga paling bunga, wangi paling wangi.
Pada ujung bulan, sepasang tua mengajak Ibu
bertualang ke kota. Mereka perkenalkan Ibu pada sanak famili, mereka
memanggilku, “Anak kami.” Lalu dihujani Ibu dengan hadiah-hadiah kecil berupa
gelang dan manik-manik. Sepasang tua menyuguhkan penganan paling nikmat.
Kemewahan yang mereka bisa rasakan sesekali.
Nak, sepasang tua adalah Mama dan Papa
keduaku. Papa, seorang dosen sekaligus politikus zaman orde lama. Beliau telah
dihujat dan difitnah sebagai antek sebuah organisasi. Lengan dan kaki Papa
telah dilumpuhan, kini beliau hidup dalam kenangan masa lalu. Kenangan ketika
benderanya berkibar menantang langit. Seandainya kamu sempat bertemu dengan
beliau, pastilah Papa akan menceritkan dongeng masa perjuangan. Beliau adalah
saksi sejarah yang tersiakan.
Mamaku perempuan paling tabah. Pendamping
setia Papa dari berada hingga merana. Mama perempuan paling setia. Tak pernah
sekalipun beliau meninggalkan Papa. Yah, Nak, cerita cinta mereka serupa
dongeng platonis. Dalam gubuk tua, mereka merenda rasa, tak terpisahkan.
Nak, sungguh Ibumu ini tak tahu bagaimana
membuat mereka bahagia. Sepasang tua tak pernah meminta. Mereka hanya terus
berdoa, untukku, untukmu. Hanya kepada Tuhan, Ibumu merapal mantra, semoga
kelak, kamu dan sepasang tua bisa berjumpa. Agar kamu tahu betapa sahajanya
mereka.
Peluk Cium,
Calon ibumu.
aaakkkkk! sweet! (as always)
ReplyDeleteanakmu kelak pasti bangga memanggil mereka: kakek dan nenek. :')
calon ibu yang bijaksana. :*
Aamiin. Ahahaha ... lagi (tampak) bijaksana aja Sin ;p
Deletekisah sepasang tua yang istimewa .. dan bisa menjadi contoh untuk kita semua :)
ReplyDeleteSemoga kita bisa menjadi sepasang tua, kelak Mbak (maksudnya menjadi tua bersama pasangan)
DeleteAduh mb Evi, aku kok jadi merinding sekaligus terharu nih bacanya.
ReplyDeleteMakasih Mbak Lianny *peluk*
Delete