Mengadang Pusaran: Pergolakan Perempuan Dalam Gelombang Patriarki dan Adat

Membaca-novel-Mengadang-Pusaran
Membaca novel Mengadang Pusaran

Ketika mempelajari sejarah Indonesia di zaman penjajahan hingga pasca kemerdekaan, saya selalu tertarik pada sudut pandang orang Tionghoa yang waktu itu merupakan masyarakat kelas dua. Bagaimana pikiran dan perasaan mereka kala itu? Kelas pertama tentu saja orang-orang Eropa, kelas kedua menyejajari orang Tionghoa adalah Timur Asing, terakhir pribumi. Pertanyaan tersebut mulai terjawab saat saya membaca novel Mengadang Pusaran karya Lian Gouw.

 

Lebih menarik lagi dari novel Mengadang Pusaran adalah yang diangkat dari sisi perempuan. Tak bisa dinafikan, sejarah lebih sering mencatat kepahlawanan dari sudut pandang laki-laki. Bambu runcing, senapan, dan sebagainya seolah melambangkan sejarah dan melupakan anglo, tungku, alat jahit, dan seterusnya.

 

Membaca novel Mengadang Pusaran Ketika mempelajari sejarah Indonesia di zaman penjajahan hingga pasca kemerdekaan, saya selalu tertarik pad...