Evi dan Mira |
Sahabat Setia
: Mira Dewi Kania
Dear Mirajem,
Kudengar kau sudah kembali ke ibu kota?
Semoga Jakarta menjadi lebih ramah dari biasanya.
Mirajem, aku masih punya hutang janji padamu,
minum kopi di kedai kesukaan kita. Kedai berpintu biru dengan sajian minuman
yang legit dan nikmat. Aromanya mengantarkan kita pada perbincangan hangat
seputar rumah tangga.
Mirajem, bisakah kau percaya? Persahabatan
kita telah berumur sepuluh tahun. Bukan waktu yang singkat namun juga bukan
waktu yang lama. Kita saling mengenal dari belia. Kita yang labil karena cinta,
kita yang labil karena masalah-masalah sepele. Waktu itu rasanya persoalan yang
kita hadapi begitu pelik.
Bisa kukatakan keadaan kita hampir sama.
Mungkin itulah yang membuat kita cocok satu sama lain. Kita dibesarkan dalam
keluarga yang biasa-biasa saja, bahkan kita harus bekerja keras untuk membayar
uang kuliah. Sering kali kita berbagi semangkok mie demi memuaskan rasa lapar.
Tidak, kita tidak menderita, kita cukup bahagia.
Oh ya, kita sama-sama suka panggung dan tepuk
tangan penonton. Tak heran kita dipertemukan oleh teater. Aku kangen masa-masa
dimana kita latihan sampai malam bahkan sampai subuh menjelang. Kita pun pernah
berjuang membangun sebuah usaha. Meskipun hanya sebentar, namun cukup membuat
kita semakin dekat.
Mirajem, sungguh aku turut berbahagia ketika
kau diboyong ke pelaminan oleh lelaki pilihanmu. Aku sungguh terharu ketika kau
memberiku kepercayaan mengatur hari pernikahanmu. Lama berselang, dari rahimmu
lahir bayi cantik dan aktif.
Ada masanya, aku begitu sulit mengerti
dirimu. Ya, kau sudah menikah dan memiliki anak, sedangkan aku masih berkutat
dengan kesendirian. Maafkan aku yang menarik diri secara perlahan. Sungguh
hidupmu membuatku sedikit terasing.
Mirajem, kau memang sahabat setia, Kau beri
aku pengertian bahwa kau tetap sosok yang sama. Kesabaranmu membawaku kembali,
mencoba memahami seperti kau memahami kegelisahanku. Dari banyak hal yang terjadi yang telah kita lewati, rasanya tak berlebihan jika kunobatkan kau sebagai sahabat setia.
Lalu aku menemukan belahan jiwa. Pernikahan
membuatku merasa terperangkap dan sulit bergerak. Kau datang dengan welas asih
untuk menenangkan. Kau bagi pengalamanmu padaku, bagaimana bersikap menjadi
seorang istri dan tetap bisa bersosialisasi.
Mirajem, terkadang aku memang cepat meradang
ketika kau bersikap terlalu baik dan simpatik. Sifatmu yang selalu berpikiran
positif pada semua orang membuatmu tanpa sadar mudah dimanfaatkan. Aku tak
rela, melihatmu sekadar menjadi alat. Mungkin kau tak sadar, mungkin juga kau
menutup mata. Kumohon Mirajem, bersikaplah selalu waspada apalagi sekarang kau
di ibu kota. Kukatakan ini padamu karena aku menyayangimu. Semoga kita selalu menjadi
sahabat setia sampai tua.
Nah tentu kau tak banyak waktu untuk membaca
suratku, jadi surat ini sampai sini saja. Semoga dengan kesibukanmu, kau tak
lupa berkarya. Kita sudah sepakat, berkarya mempertahankan kewarasan, kan?
Sampaikan salamku pada suami dan anakmu. Khusus untuk Chika, cepat sembuh ya,
Nak.
Salam sayang
Sahabatmu.
Itulah untungnya punya sahabat :)
ReplyDeleteIya, alhamdulillah masih punya sahabat :)
DeleteTerharu membaca tulisanmu vi. Bisa menjadi sahabat yang baik itu salah satu keinginanku.
ReplyDeleteAamiin, Kang. Percaya deh, Akang bisa :)
DeletePanggilannya lucu mbak, mirajem..hihi
ReplyDeleteHehehe ... iya :D
DeleteKak, akun medsos sahabatnya apa? pengin aku cc-in. Mau liat reaksinya. soalnya aku haru gini bacanya. :')
ReplyDeleteMirajem udah baca kok, makasih ya How :)
Delete