:
Shita Kancana Larasati
Dear Tata,
Tak perlulah aku berbasa-basi menanyakan
kabar, toh kita masih sering berkomunikasi. Surat ini hanya berisi pikiranku
saja yang kerap kali kau resapi.
Ta, katanya dalam hidup ini ada yang namanya
karma. Apa kau percaya? Biar kuceritakan sebuah kisah tentang seorang perempuan
tua. Perempuan itu anak kedua dari sebelas bersaudara. Dua di antaranya tak
sempat lahir ke dunia. Sejak muda, perempuan itu menanggung beban keluarga.
Katakanlah beliau cukup beruntung menemukan pasangan dan menikah di usia
delapan belas. Kehidupan mereka awalnya melarat, namun dengan kerja keras
mereka berhasil menaikan derajat. Keduanya berdagang dalam bidang yang berbeda.
Katakanlah beliau mujur bertemu lelaki yang pandai bekerjasama. Semenjak itu, beliau
mengurus Ibu kandung dan Ayah suaminya. Acap kali, kakak dan adiknya minta pertolongan
untuk membeli beras, membayar tagihan listrik, atau lungsuran pakaian. Dengan
hasilnya sendiri, perempuan itu memberi tanpa mengharap balas jasa. Harus
kuakui, beliau pandai mengatur harta.
Bicara soal karma, hingga tua, perempuan itu
tak pernah kekurangan secara moril maupun materil. Karma baik senang
mengunjunginya.
Lalu ada lagi sebuah cerita, tentang
perempuan muda. Perempuan itu anak kelima dari lima bersaudara. Dia tidak
cantik jelita, hanya cerdas dan berkarisma. Dia pandai menarik hati kaum pria.
Jangan tanya berapa lelaki yang dia pacari atau selingkuhi, jumlah jari tangan
dan kakimu tak cukup menghitungnya. Barangkali karena dia pernah sakit hati, hanya
karena satu lelaki, puluhan pria menjadi hasrat kemarahannya.
Dalam hidup, kau tentu bisa memilih,
memuaskan ego atau berdamai saja. Suatu hari, dia menyadari kesalahan
pilihannya. Selama ruh dan raga bersatu, setiap manusia bisa memperbaiki
segalanya. Sudah saatnya petualangan dituntaskan. Niat baik memang sulit
diduga, berkali-kali, perempuan itu dilukai, dikasari lelaki. Bicara lagi soal
karma, dia sedang menjalani karma buruknya. Dia yakinkan dirinya, karma akan
selesai pada waktunya.
Ta, karma tak pernah salah alamat, karma
selalu tahu di mana mencari. Sekalipun kita bersembunyi.
Perempuan tua bukanlah malaikat, perempuan muda bukanlah calon penghuni neraka. Baik buruk mereka punya, hanya kadarnya yang berbeda. Bukankah manusia mendewasa bersama dosa? Karma adalah kawan kita. Bukan orang lain yang merasakan, yang tahu pasti hanya kita.
Surat ini menjemukan ya, Ta? Kau tentu
seperti membaca majalah Hidayah dan sebagainya. Maafkan, aku tak bermaksud menceramahi hanya ingin sedikit membagi kegelisan ini. Kemarilah, Ta, surat ini tak cukup membagi. Datanglah
kalau kau senggang, akan kusediakan kopi.
Peluk Cium
Kembali membaca surat yang membuatku takjub :)
ReplyDeleteMakasih Fikri :)
Deletedari ceritanya,terlihat jelas kalau karma itu tak pernah salah alamat.
ReplyDeletesalam kenal ya mbak :)
Salam kenal Nindi :)
Deletekarma itu: kalau berbuat baik, maka hasilnya akan baik.
ReplyDeletebegitupula sebaliknya~ :)
Iya betul :)
Deletewah bagus sekali, ya karma itu ada. :D
ReplyDeleteMakasih Mbak Melinda. Saya percaya karma itu ada :)
DeleteHi ka evi, tulisannya bagus, dan kebetulan saya mencari sosok yg ada dalam tulisan ka evi ini, sudah lama tak bersua, mungkin ka evi sangat mengenalnya, tolong sampaikan salam untuknya ya ka, terimakasih
ReplyDelete