Melukis dan Menulis |
Melukis dan Menulis
Untuk Besti Rahulasmoro
11 Februari 2012
Apa kabar, Teh?
Lama kita tidak bertemu, ya. Entah
seperti apa duniamu sekarang. Duniaku tetap tidak berubah, begini saja, selalu
santai.
Teh, aku kangen rumah hangatmu. Kamar kecil
tempat kita akan berkarya bersama. Kau melukis dan aku menulis. Sebelumnya kita
akan bercerita tentang kehidupan, tentang para perempuan, dan tentang cinta. Selalu
ada cerita, meskipun jarang sekali kita berjumpa, tak pernah ada kekakuan.
Aku ingin segera melihat
lukisan-lukisanmu. Mereka bercerita banyak tentang pemikiranmu. Aku suka
pemikiran-pemikiran itu walaupun banyak juga yang tak kusetujui. Perbedaan di antara
kita indah, tanpa saling menghujat, cukup saling mengerti.
Teh, kepalaku sedang penuh dan penat,
kalau ada waktu, ingin sekali menumpahkan semuanya. Kau pasti tahu, sosokmu
adalah motivator paling aneh, selalu menemukan cara paling ajaib sehingga aku
mau berpikir. Kau adalah kakak, sahabat, sekaligus ibu.
Ada sebuah puisi lama untukmu :
Luka Perempuan Rupa
:
BR
Perempuan
itu menggores rupa di kanvas tua
Kanvas
yang disimpannya sejak lama’
Dengan
pena dan tinta ia bercerita
Tentang
pasak dan belati
Tentang
sepatu serupa ratu
Juga
tentang bayi-bayi terpancang kawat berduri
Menjadi
ibu bagi batangan-batangan rokok
Dan
gelasan-gelasan bir
Perempuan
yang merajut malam di tembok pagi
Ditanamnya
kawanan luka di rambutnya
Menjadi
lukisan yang menusuk dadadada kami
Hingga
satu malam dibaginya rahasia
tentang
kesumat yang tak pernah tamat
tentang
perih yang mendidih
menjelma ruap-ruap gelombang pada ikal rambutnya
perlahan
dipotongnya jejak-jejak masa lalu
berceceran
di lantai, membentuk ribuan ular
melilit
kepala perempuan, ritus kelahiran medusa
sementara
kami menjadi penonton setia
bagi
luka perempuan rupa
31
Januari 2010
Maaf, aku belum bisa membuat puisi baru.
Kemampuan menulis puisiku rupanya tidak berkembang. Tidak aneh, karena aku
memang jarang membaca dan berlatih. Sementara sosok kecilmu senantiasa setia
pada kanvas dan pulpen. Aku tersenyum mengingat wajahmu penuh tinta, cantik. Sekali-kali
buatkan aku lukisan ya. Aku akan dengan bangga memajangnya.
Oh ya, aku punya hadiah
untukmu, sebuah buku. Kita bahas bersama-sama nanti. Aku kangen dengan kritikan
tajammu. Jangan lelah menjadi lingkaran dalam hidupku. Peluk jauh untuk Dede,
kangen juga dengan anak itu. Sampai bertemu.
No comments:
Post a Comment