Buku karya Herlina P. Dewi |
Dear Evaliana,
Tetumben ya manggil
Evaliana. Biarin sih, jangan sewot! Iya deh, iya, aku yang lagi sewot!
Senangnya yang abis liburan. Senangnya yang banyak fotonya ^^ sampai-sampai Pamer Foto segala!
Oleh-olehnya mana?
Hari ini mau cerita soal
mengatur keuangan. Jangan protes!
Inget nggak Va, kamu sering bilang kalau aku pandai mengatur keuangan? Ada sahabatku satu lagi yang bilang begitu. Namanya Icha (sahabat kita sama ya namanya). Icha, sahabatku dari SMA. Dulu kita berdua punya diary berdua, ala film AADC gitu. Nah, salah satu lembar diary itu ada catatan tabungan. Misalnya kita lagi pengen beli sesuatu, kita nabung disitu. Yang pegang uangnya, aku dong!
Waktu itu, aku nabung buat
kursus di SSC –tahu kan, salah satu
bimbingan belajar itu?- dan Icha mau beli sesuatu. Kita nabung sehari seribu
rupiah. Atau kalau ada uang lebih bisa sampai lima ribu rupiah. Akhir
perjalanan, uang tabungan kita mencukupi apa yang pengen dicapai. Keren ya?
Nah Va, kalau dipikir-pikir.
Masalah keuangan ini, aku bukannya pintar mengatur loh. Lebih pada bisa
menentukan tujuan keuangan. Kalau pintar perencanaan keuangan sih, engga.
Nyatanya, selalu saja list hutang di
catatan keuangan.
Semakin diingat, semakin
yakin, kalau semenjak keluar SMA, nggak ada bulan tanpa punya hutang. Prinsip
gali lobang tutup lobang. Pemasukan sedikit, pengeluaran banyak. Bukan buat
belanja atau senang-senang, lebih pada dana pendidikan dan hobi. Ya, kamu tentu
ngerti. Ketika kita suka suatu hal, tanpa sadar kita akan mengeluarkan biaya
banyak. Tanpa perhitungan!
Selepas kuliah, aku mulai bekerja. Hutang terbayar lunas. Tapi pada saat wirausaha dan freelance
seperti ini, hutang kembali mencuat, walaupun tidak dalam jumlah mengerikan.
Seringkali, aku bertanya-tanya,
kenapa hutang tidak juga hilang? Padahal gaya hidupku bisa dibilang sangat
sederhana. Mana ada belanja baju atau ke salon tiap bulan. Atau pengeluaran
yang neko-neko selain kebutuhan pokok. Sesekali bisa bersenang-senang, itu pun
seringnya ditraktir. Akhirnya, aku sampai pada satu kesimpulan. Pengeluaranku
lebih besar dari pemasukan karena pemasukannya tidak teratur. Perencanaan
keuangannya tidak dipatuhi. Tabungan akan ludes begitu tidak ada pemasukan.
Sepertinya, aku tidak pantas
diberi predikat pandai mengatur keuangan. Satu-satunya jalan adalah disiplin,
dan mulai tega menolak proyek-proyek berbayaran kecil namun membutuhkan
pengerjaan dalam waktu lama. Itu juga kekuranganku, tidak enakan menolak proyek
dari teman atau siapapun yang kukenal.
Karena itulah, akhirnya aku
beli buku ‘Mengelola Keuangan Pribadi, untuk perempuan lajang dan menikah’,
kalau udah beres baca, nanti dibagi ilmunya sama kamu ya. Semoga ada perubahan
pola pikir dan tindakan. Huahahaha….
Gitu aja ya, Va. Mau ngerjain
layout buku lagi nih. Yuk, kita mulai disiplin dan pandai mengelola keuangan.
Bye Eva,
Dari Evi yang lagi semaput.
Ah, masalah ginancial maslah pelik hohohooho
ReplyDeleteIya nih mba, masalah keuangan bikin pusing :(
Delete