Dear Mama,
Setiap kali membuka mata,
kudapati aroma pagi. Mengingatkanku padamu. Ketika kecil, Mamalah yang
membangunkanku, menyiapkan sarapan dan air hangat untuk mandi. Mengantarkan
keberangkatanku dengan senyuman dan lambaian tangan. Sesekali ngedumel karena aku mulai nakal dan
malas.
Dear Ayah,
Setiap kali memandang langit
di sore hari, kudapati aroma senja. Mengingatkanku padamu. Ketika pulang
bermain, ayah akan menyambutku di toko. Toko obras hasil jerih payahmu. Ada kancing-kancing
dan benang-benang yang akan kuminta sesuka hati kemudian kumainkan. Kau tidak
akan banyak bertanya, hanya memberikan barang-barang begitu saja.
Sudah jarang sekali kita
bercengkrama. Maaf aku menghindari kalian. Maaf karena aku lelah dengan
pertanyaan-pertanyaan seputar perkawinan. Maaf aku belum bisa membahagiakan
kalian, dari hal terkecil sekalipun. Gaya hidup teratur, misalnya. Anak kalian
telah tumbuh menjadi pribadi yang bebas dan semrawut.
Tapi tahukah kalian,
Bahwasanya, kebebasan itu
telah membutakan. Terlampau terang. Seperti matahari benderang yang menyilaukan
mata. Tidak seperti matahari pagi dan senja yang ramah.
Mama dan Ayah,
Hingga hari ini, aku
terkadang lupa, kalau kalian semakin menua. Aku terlalu sibuk menggapai
keinginanku. Impian yang bahkan tidak bisa membesarkan nama maupun kehidupanku.
Masih saja sering merepotkan kalian. Masih saja kalian memberi beras dan
sesekali penganan.
Mama dan Ayah,
Aku malu mengahapi kalian. Apa
yang kupilih, belum menjadikanku apa-apa. Lalu apa yang bisa dibanggakan?
Sampai-sampai untuk melihat wajah kalian saja, kadang aku tidak berani. Aku
tahu itu salah besar. Kalian tidak mengharapkan banyak.
Ketika aku mengejar
cita-cinta, aku lupa ada kalian disisiku. Aku lupa kalau kalian sudah lebih
sering sakit dan butuh diperhatikan. Aku lupa kalian membutuhkan sekedar
sapaanku.
Apa yang mesti aku katakan? Apa
yang mesti aku lakukan?
Jawabannya sudah ada di
dalam hatiku. Namun rasanya sulit untuk di-nyata-kan.
Mama dan Ayah,
Aku akan berusaha berdamai
dengan diriku sendiri. Aku tidak mau merasakan sebuah penyesalan. Aku ingin
kalian merasakan kebahagiaan yang datang dariku.
Mari kita nikmati pagi,
menikmati aroma seorang ibu yang menembuhkan bumi dengan kasih sayangnya. Mari kita
nikmati senja, menikmati aroma seorang ayah yang telah lelah bekerja seharian.
Kali ini, aku akan bersimpuh
di kaki Tuhan, meminta kebahagiaan untuk kalian lewat jiwaku yang damai. Lewat ragaku
yang ramai. Melalui doa, kalian mencintaiku. Melalui doa, aku mencintai kalian.
Melalui helaan napas, kalian membimbingku. Melalui helaan napas, aku membuktikan.
Setiap pagi hingga petang,
aku ditemani kalian. Mengingatkan akar kehadiran. Karena itulah, langkahku tak
akan salah. Cinta itu menyata dengan alam semesta. Karena semestaku sebagian
adalah kalian.
Penuh cinta,
Anakmu yang sedang berusaha tidak membangkang
terharu..-.-
ReplyDelete:") makasih Vanisa...
DeleteSejatinya, anak adalah individu yang berdiri sendiri *selftalking*
ReplyDeleteSalam kenal ya ^_^
salam buat org tuanya ya mba :)
ReplyDeletemanis sekali tulisannya :) .
ReplyDelete