Time is what we want most. But what we use worst –William Penn—
Ini bukanlah tulisan bernas yang membawamu
pada pencerahan, hanya sekadar catatan akhir tahun dari sepenggal kehidupan
saya pada tahun 2015. Catatan akhir tahun 2015 tentang tahun baru yang bagi
saya tak pernah baru. Tahun demi tahun saya lalui dengan jumlah hari yang sama,
jumlah jam yang sama setiap harinya, jumlah menit yang sama setiap jamnya,
jumlah detik yang sama setiap menitnya. Yang berubah hanyalah selembar kalender
bergambar artis terkenal tak lagi menempel di dinding berganti almanak digital.
Waktu tak lantas mengalami pembaharuan dengan mengganti angka lima menjadi
enam. Baru bagi bagi saya memiliki tolok ukur, baik bersifat kebendaan maupun
metafisik. Dan waktu hanyalah instrumen yang saya pinjam untuk menakar
perubahan.
Tulisan ini bukan juga kaleidoskop saya tahun
2015. Bukan rangkuman serangkaian peristiwa yang saya tuliskan dengan tekun di
buku agenda. Tulisan ini sekadar renungan acak dari manusia yang merayakan kesadarannya.
***
Ritual saya setiap penghujung bulan Desember
adalah evaluasi diri diiringi daftar panjang target baru. Seperti tahun
kemarin, barangkali saya membuat resolusi awal tahun 2014 dan mencoretinya satu
per satu sebagai tanda pencapaian. Sebagai proses yang menuai hasil. Keasyikan
itu tak lagi saya temui akhir tahun ini. Seperti saya tak lagi menanti-nanti
langit dihujani kembang api. Karena setiap tahun ada saja target yang tidak
kesampaian. Saya bertanya-tanya, kenapa bisa begitu?
William Penn, pendiri negara bagian
Pennsylvania, pernah berkata “Waktu adalah apa yang paling kita inginkan. Tapi
kita menggunakannya dengan buruk.” Bicara mengenai waktu, ada satu penyakit
kronis yang saya idap. Menunda-nunda. Dalam hal apa pun. Mau mandi, saya tunda.
Mau menulis, saya tunda. Termasuk keputusan-keputusan besar dalam hidup, saya
tunda. Hal-hal kecil menjadi besar dan hal-hal besar semakin besar.
Sedikit demi sedikit saya mengubah perilaku
menunda-nunda dari hal-hal kecil seperti mencuci piring selesai makan,
membereskan tempat tidur ketika bangun, atau membuang sampah sebelum menumpuk.
Hal-hal kecil itu memberikan perubahan signifikan dalam diri saya. Benak saya
menjerit, kapan saya membenahi hal-hal besar, toh masalahnya sama,
menunda-nunda.
Tahun 2015 merupakan salah satu tahun yang
terasa panjang dalam hidup saya. Waktu, punya kaidah sendiri. Relativitas. Dia akan
menjadi cepat ketika kita menikmatinya, terasa lambat ketika membencinya. Agaknya
lika-liku hidup membawa saya pada tepian kekosongan. Kehampaan. Dan sebuah
pertanyaan klasik, untuk apa saya melakukan semua ini? Nilai-nilai luntur
terbentur dinding berpupur.
Ada kalanya apa yang pernah saya putuskan dalam
hidup menjadi bayangan mengerikan. Bayangan yang tak lelah membuntuti. Apakah kamu
pernah mendapati diri telah jauh berbeda hingga kamu tak lagi mengenalinya? Asing
sendiri.
Mimpi buruk itu datang berulangkali setiap
saya sendirian. Terbaring menatapi langit-langit kamar, tertidur, terjaga untuk
kemudian memaksakan memejamkan mata. Saat-saat itu saya dikerangkeng sunyi. Tak
ada tempat berlari selain menghadapi diri sendiri. Saya menunda-nunda untuk berhadap-hadapan,
melakukan penyangkalan, mencari ribuan pembenaran. Hampir gila. Ibarat sakit, dokter
tak bisa memberikan pasien obat jika tak menganalisa.
Saya ingin kembali waras. Saya berhenti
menunda, mengenyahkan seluruh kemalasan. Seperti yang saya takutkan, saya
akhirnya tahu dari mana mimpi buruk itu bermula menjelma monster-monster yang
menyeret saya ke persimpangan. Ah, klasik memang. Manusia mana yang tak
terhindar dari pilihan. Menimbang-nimbang. Menelisik, membandingkan, dan pada
akhirnya berkubang ketakutan. Lagi-lagi saya menunda-nunda mengambil keputusan.
Jiwa dan raga sejatinya tumbuh berdampingan. Namun
tak bisa disangkal, raga kita menua, jiwa kita kadang keluar lintasan. Yang saya
maksud adalah tingat kedewasaan. Saya teringat kalimat bijak: tua itu pasti,
dewasa itu pilihan. Semesta menyiksa dengan kejam barang siapa yang menolak
dewasa. Ya, ada bagian kekanakan yang mesti dipertahankan, dan kamu pun pasti
mengerti bagian mana yang harus dibuang. Sepanjang tahun 2015, jiwa saya
lebam-lebam menerima hantaman. Saya sadar, saatnya menetapkan langkah, bersiap mempertanggungjawabkan.
Karena orang dewasa di belahan dunia mana pun terpaksa memikul beban demi
terlahirnya kebijakan.
Cukup lama sampai saya menjumpai secercah
sinar, segenggam harapan. Menyibak kecemasan mengubahnya menjadi kekuatan. Adalah
diri sendiri yang bisa memutuskan kebahagiaan. Adalah diri sendiri yang paling
mengerti apa yang dirasakan. Kemudian saya menemukan jalan pulang. Kamu tahu
dari mana datangnya kekuatan itu? Daya yang tak pernah usang diperbincangkan
manusia sepanjang zaman, cinta. Pengertian cinta dalam semesta jiwa saya telah
bermetamorfosis.
Sebuah keputusan diikuti konsekuensi. Itulah dampak
yang ingin saya tunda. Apalagi keputusan yang saya buat akan mengubah seluruh
hidup saya. Tapi sampai kapan saya diam? Menunda-nunda hanya akan melahirkan
anak-anak penyesalan. Saya mencoba tegar menjalani. Serangkaian benturan pun
terjadi, saya tak gentar. Saya ingin pulang menuju perjalanan. Membakar habis
tempat berlindung semu. Mencari rumah sejati yang memberi kedamaian.
Ketika suatu keputusan telah diambil, saya
mengimaninya sebagai jalan perubahan. Menuju sesuatu yang jauh lebih baik. Saya
percaya, setiap keputusan berefek domino pada setiap sendi hidup. Detik-detik
akhir tahun 2015 berdenyut lebih kencang, penanda saya telah berada di rel yang
benar. Keajaiban datang berulang-ulang. Doa-doa saya mendapat jawaban. Target saya
selama setahun berangsur-angsur terpenuhi. Tuhan pasti telah merencanakan. Saya
hanya perlu melangkah, menanggalkan pernak-pernik masa lalu, menyambut
rancangan Tuhan yang baru.
***
Seringkali saya mengharapkan menjadi pribadi
yang baru dalam satu tatanan waktu. Saya sadar itu berlebihan. Tak perlu menunda-nunda
waktu tertentu untuk mengubah keadaan, tak pernah ada waktu yang benar-benar
tepat selama kita hanya mencari-cari alasan. Kesabaran bukanlah menunda-nunda.
Tahun ini memberikan saya kesadaran jika saya
tidak mencapai sebuah target maka ada yang salah dalam prosesnya. Prosesnya
harus dibenahi. Membenahi proses membutuhkan keberanian, keberanian untuk tidak
menunda-nunda. Menunda-nunda adalah cara paling bodoh dalam menghabiskan waktu.
Melangkahlah dengan hati-hati, mengindahi kata hati, dan lakukan. Tuhan bersama
kita yang mencari kebahagiaan hakiki.
ahh, saya juga harus segera berhenti menunda-nunda.
ReplyDeletesenang di awal, sengsara di akhir. =(
Iya benar hehe
Deletenyetrum banget, semangat aaaah di tahun 2016 ini. Jangan menunda2 supaya cepat tercapai yaaa, yuk yoga hehe #eeh
ReplyDeleteAamiin Teh Tian. Semangat kita *\^^/*
Deletetulisannya penulis asli itu beda bangett yaa sama yg amatir kayak saya, enak dibaca, indah banget kata-katanya..
ReplyDeletesemoga selalu ada keberkahan dalam setiap proses ya mbaa,, meskipun belum terwujud pasti tetap membawa manfaat :)
Aamiin Teh. Semoga cita-cita Teteh juga terwujud :)
Deleteas a procrastinator complex, I'm "slapped". Thanks for sharing, Ce :*
ReplyDeleteSama-sama Sin :*
Deletedakuw banget tuh evi suka menunda dan mengerjakannya pas deadline, ya panik gitu jadinya dan ngga maksimal yuk berubah...
ReplyDeleteHuahaha *toss* Mbak. Ayok berubah :)
DeleteSemoga proses dan harapan 2016 nanti lancar dan dimudahkan. Semangat Epi! :)
ReplyDeleteAamiin. Doa yang sama buat Aprie :*
Deleteiya banget, kadang memang ada yang dinikmati saat menunda sesuatu. tapi pada akhirnya begitu semua yang tertunda menjadi satu hanya ada satu penyesalan
ReplyDeleteSepakat :)
DeleteKeknya itu penyakit banyak orang ya, Suka Menunda2. Buku motivasi/pengembangan diri mungkin dpt membantu, tetapi hanya sementara sja.
ReplyDeleteMenurut saya itu masalah pikiran saja, yang terlalu banyak mikir ketika ingin melakukan sesuatu.
Biasanya sih kalau saya mau action, saya Stop pikiran saya. Tanpa bnyk pikir, maju aja.
Hehe... salam kenal ya
Salam kenal. Banyak mikir atau pertimbangan juga baik, hanya saja tetap harus take action :)
DeleteEviiiii...
ReplyDeleteBegitu juga akuuuu...
Udah mah selalu menunda trus ujungnya jadi males dikerjain gitu....hadeuh...
Tahun 2015 juga merupakan tahun yang penuh liku buatku Viiii...
Mudah2an tahun 2016 kita bisa semakin cetar yaaaah...fighting!
Aamiin Teteh. Semoga makin cetar dan rezeki lancar ya, Teh :)
DeleteJangankan tahun yang berganti, hari yang berganti pun selalu berbeda ceritanya. Tapi, bener yah untuk kita si golongan kerbau tahun 2015 memang begitu spektakuler up dan downnya. Bersyukur semuanya sudah dilewati tanpa kehilangan jati diri.
ReplyDeleteMari, sama-sama berdoa dan berharap di tahun 2016 semuanya akan dan pasti menjadi lebih baik lagi. Untuk kamu, untuk ku, untuk kami, untuk kita semua.
Amin!
Aamiin. Ayo Eva kita berjuang lagi meraih cinta dan impian :)
Deleteselalu semangat di awal tahun..tapi memang, idealnya perubahan menuju lebih baik tidak perlu menunggu momen yang pas..tapi langsung dimulai saat dirasa perlu untuk berubah. Have a wonderful 2016 :)
ReplyDeleteIya sepakat Mbak Indah. Have a wonderful 2016 ^_^
Delete