Prasasti
Kawali I
Prasati Kawali I berbentuk trapesium dengan
panjang dan lebar 72 x 73 cm, sedangkan tebalnya 14,5 cm. Pahatannya berupa tulisan
10 baris di bagian muka dan 4 kalimat pada sisi batu.
Prasasti Kawali I |
nihan
tapa(k) kawali
inilah jejak (tapak) (di) Kawali
nu
siya mulia tapa
(dari) tapa beliau Yang Mulia
ina
pabu raja wastu
(bernama) Prabu Raja Wastu
ma*ad*g
di kuta kawa
(yang) mendirikan pertahanan (bertahta di)
Kawali
li
nu mahayu na kadatuan
yang telah memperindah kraton
surawisesa
nu marigi sa
Surawisesa, yang (menggali) membuat parit
pertahanan
kulili*
dayoh nu najur sakala
di sekeliling wilayah kerajaan, yang
menyuburkan seluruh
desa
aya ma nu pa(n)dori pakena
permukiman, kepada yang akan datang hendaknya
menerapkan
gawe
rahhayu pakon hobol ja
keselamatan sebagai landasan (ke)menang(an)
ya
dina buana
hidup di dunia
Kalimat di sisi batu
hayua
diponah-ponah
Jangan dimusnahkan
hayua
dicawuh-cawuh
Jangan semena-mena
ina
n*k*r ina a(*)gr
Ia dihormati ia tetap
ina
ni(n)cak ia*mpag
Ia diinjak ia roboh
Merupakan peringatan bagi siapa saja untuk
tetap menjaga wilayah Kawali.
Prasasti
Kawali II
Prasasti Kawali II berbentuk tugu yang
melancip atasnya. Berukuran 60 x 81 x 125 cm. Terdapat pahatan yang sekilas terlihat
acak.
Prasasti Kawali II |
aya
ma
nu
*osi i-
na
kawali ba
ni
pakena k*
ta
b*n*r
pakon
nanjor
na
juritan
Yang diterjemahkan sebagai berikut:
Semoga ada yang kemudian mengisi negeri Kawali
dengan kebahagiaan sambil membiasakan diri berbuat kesejahteraan sejati agar
tetap unggul dalam perang.
Prasasati
Kawali III
Prasasti Kawali III ditemukan pada tahun 1995
oleh juru kunci Situs Astana Gede. Menurut Kang Ade saat itu sedang
ramai-ramainya masyarakat terjun pada praktik perjudian dan lain-lain. Penemuan
ini diartikan oleh masyarakat setempat sebagai peringatan untuk kembali ke
jalan yang lurus. Prasasti ini berisi tulisan yang terdiri dari 6 baris di
bagian muka batu.
Prasasti Kawali III |
bani
poro ti
berani (menahan) kotoran
gal
nu atis
tinggallah isi dari
tina
rasa aya ma nu
rasa, kepada yang
*osi
dayoh bawo
mengisi (kehidupan) wilayah
ulah
botoh bisi
janganlah berlebihan agar tidak
kokoro
menderita
Prasasti
Kawali IV
Prasasti Kawali IV disebut Batu Tapak atau
Kolenter berdimensi atas 100 cm, bawah 80 cm, lebar sisi kiri 60 cm, dan lebar
sisi kanan 90 cm. Pada bagian kiri tertulis kata Anana atau Ajana. Terdapat
empat puluh lima kotak beserta puluhan titik-titik lobang berfungsi sebagai
media palinyangan (Kalender panata Mangsa). Telapak kaki dan tangan milik Maha
Prabu Niskala. Dikatakan bahwa siapa saja yang telapak kaki dan tangannya
sesuai dengan prasarti tersebut maka orang tersebut akan menjadi sang pemersatu.
Batu Tapak |
Prasasti
Kawali V
Prasasti Kawali V disebut Batu Panyandungan
dengan tinggi 120 cm. Pada satu sisinya terdapat tulisan sa*hiya*li*- dan ga
hiya*. Di balik Batu Prasasti ini terdapat cerita bahwa suatu ketika di Astana
Gede, Raja Prabu Wastu Kancana sering menghilang (ngaleungit). Dalam masa itu
diceritakan bawa Prabu Wastu Kancana mengelilingi batu panyandungan selama
tujug kali tanpa bernafas. Selesai itu Sang Prabu mengalami pusing kepala yang
dipercaya sebai peringatan kepada orang-orang yang ingin nyandung (memadu) jika
tidak sanggup akan merasakan pusing seperti mengelilingi baru tersebut tujuh
kali.
Batu Panyandungan |
Prasasti
Kawali VI
Prasasti Kawali VI ini berbentuk lingga disebut
Batu Panyandaan dengan tinggi sekitar 120 cm. Batu Panyandaan ini tempat
disemayamkannya abu jasad Prameswari Dewi Lara Linsing yang gugur di Palagan
Bubat. Batu Panyandaan dipercaya sebagai tempat melahirkan.
Batu Panyandaan |
Cikawali
Setelah mengelilingi area tersebut, kita bisa
berjalan ke arah Cikawali. Perjalanannya tidak begitu jauh, kini jalannya sudah
ditandai dengan jalan setapak berbatu. CiKawali berbentuk kolam kecil berukuran
sekitar 10 meter persegi yang merupakan sumber mata air. Pada zaman kerajaan,
Cikawali adalah tempat mandi putri-putri raja. Kalau zaman sekarang mungkin semacam spa pribadi tempat memakai masker lumpur atau segala perawatan kecantikan khusus lainnya. Dari sumber mata air inilah nama
Kawali berasal.
Cikawali |
Peninggalan
Bercorak Islam
Dalam area prasasti, kita bisa menemukan peninggalan
bercorak Islam abad ke-17 berupa makam-makan penyebar agama Islam. Di antaranya
ada makam Adipati Singacala (1643-1718), yang terletak di puncak punden
berundak di tengah kompleks situs. Panjang makam ini 294 cm dan terlindungi
oleh pagar cukup tinggi.
Makam Adipati Singacala |
Makam Pangeran Usman |
Makam Cakrakusuma |
Selain itu, ada makam Pangeran Usman, sebagai
penyebar agama Islam utusan Kesultanan Cirebon pada abad ke-15. Ada makam
Cakrakusuma. Makam-makam ini panjang dan besar jika dibandingkan dengan manusia
zaman sekarang. Masih ada sekitar 10 makam penyebar agama Islam lagi yang belum
diketahui secara jelas keberasaannya di Situs Astana Gede.
Sebagai penutup, Kang Toni mengatakan, pembelajaran berharga dari Situs Astana Gede berkenaan dengan sejarah Kerajaan Sunda adalah sikap pejuang dari Prabu Niskala Wastu Kancana yang memilih bangkit dari pada larut dalam kesedihan.
Kalau kamu suka sejarah dan tertarik
mempelajari sejarah dan kebudayaan Sunda maupun mempelajari penyebaran agama Islam di Jawa Barat, berkunjunglah ke Situs Astana Gede
ini ^_^
Referensi: Wikipedia dan mooibandoeng.wordpress.com
Ini bisa dijadikan satu satu atraksi wisata ziarah yah.
ReplyDeleteIya memang Eva :D
DeleteArti tulisannya nyeremin juga kalau sambil dibayangin orang dulu yang bicara :(
ReplyDeleteHehe masa sih? Malah kesannya keren :D
Deletewah wisata sejarah ya dan aku baru tahu ada seperti ini
ReplyDeleteIya Mbak Tira. Semoga nanti bisa berkunjung ya :)
Delete