Sosiodrama Gema Gempita Kemerdekaan Bagian 2 |
Sejak subuh sekitar jam tiga, para pemain
sudah berkumpul di rumah Kang Godi dan Teh Eneng. Mereka bahu membahu memakai makeup dan kostum. Secara peran, mereka dibagi
menjadi beberapa bagian yaitu narator, penari, petani, pemuda, tentara, rampak
kendang, dan penjajah. Begitu semua pemain siap, mereka berangkat dengan
menggunakan minibus ke taman Lokasana, Ciamis, tempat pelaksanaan upacara
bendera 17 Agustusan.
Saya buru-buru bergabung bersama mereka,
nggak mau ketinggalan buat nonton. Lapangan taman Lokasana sudah penuh oleh
pegawai-pegawai pemerintahan dan instansi-instansi lain di Ciamis. Nggak
ketinggalan perwakilan-perwakilan dari seluruh sekolah di Ciamis. Sebelah kanan
lapangan berdiri jajaran drum band.
Pemain segera mengatur posisi masing-masing
bersiap untuk mulai pagelaran. Sosiodrama berjudul Gema Gempita Kemerdekaan
tersebut merupakan teater kolosal yang dimainkan lebih dari empat puluh orang.
Bisa kamu bayangkan semaraknya?
Rampak kendang |
Musik dari rampak kendang mengalun. Para
penari masuk ke tengah lapangan. Gemulai liukan para penari menghipnotis para
penonton. Teh Wida dan Kang Yus selaku narator mulai membacakan narasi kisah
perjuangan. Sahut menyahut, membahana, membuat bulu kuduk berdiri.
Teh Wida dan Kang Yus membacakan narasi |
Ibu-ibu berkostum petani melenggak-lenggok di
lapangan. Tarian para petani, tarian masyarakat. Tiba-tiba datanglah
segerombolan pasukan penjajah dengan ikat hitam di kepala menghantam para petani,
mengambil alih lahan mereka, memperbudak dan mengambil hak mereka. Para petani
berteriak, melawan, berjuang.
Tarian para petani |
Datang para penjajah ke Indonesia |
Penjajah memperbudak rakyat Indonesia |
Seorang lelaki tinggi besar berpakaian putih
berikat kepala hitam mengibar-ngibarkan bendera hitam, menandai era penjajahan.
Apakah Indonesia diam saja? Dari berbagai sudut lapangan para penari masuk
mengelilingi lelaki tadi. Penari adalah simbol perlawanan dari berbagai daerah.
Sejak dulu para putera daerah kita nggak pernah gentar melawan penjajahan,
melawan ketidakadilan di bumi pertiwi.
Perlawanan putera daerah terhadap penjajah |
Dari satu sisi lapangan, tentara Indonesia
berbaris masuk ke lapangan sambil mengibarkan bendera merah putih dan membawa bambu runcing. Pasukan berani mati ini berhadapan langsung dengan
tentara penjajah bersama rakyat hingga bisa memenangi peperangan. Seluruh rakyat
Indonesia bersukacita menandai era baru, era kemerdekaan, era persatuan.
Tentara Indonesia |
Tentara Indonesia melawan para penjajah |
Seluruh pemain menarikan tarian kemerdekaan. Pun
dengan para pemeran penjajah yang telah berganti ikat kepala menjadi merah
putih. Sosiodrama ini berhasil membakar jiwa nasionalisme penduduk Ciamis. Sebagai penutup perwakilan dari KODIM 0613 Ciamis merentangkan ucapan selamat hari kemerdekaan Indonesia yang ke-70 tahun. Bergemuruhlah
tepuk tangan di lapangan Lokasana mengakhiri sosiodrama Gema Gempita
Kemerdekaan.
Seluruh pemain menarikan tarian kemerdekaan |
Salah satu penari |
Perentangan ucapan selamat kemerdekaan Indonesia yang ke-70 tahun |
Sambil menikmati sosiodrama tersebut saya
sibuk mengambil gambar, sayangnya saya enggak bawa lensa tele smartphone sehingga beberapa adegan
diambil terlalu jauh. Salah satu fungsi sosiodrama adalah memberi pengalaman
empiris bagi para pemain dan penonton dalam menghadapi fenomena sosial yang
dalam hal ini merasakan gegap gempita perjuangan para pahlawan membela tanah
air.
Saya jadi teringat ucapan Ir. Soekarno dalam pidato
Hari Pahlawan 10 November 1961, "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati
jasa pahlawannya."
Satu lagi ucapan Ir. Soekarno tentang
kemerdekaan, "Merdeka hanyalah sebuah jembatan, Walaupun jembatan emas, di
seberang jembatan itu jalan pecah dua: satu ke dunia sama rata sama rasa, satu
ke dunia sama ratap sama tangis!"
Menurut saya ucapan Ir. Soekarno itu tentang
empati. Sosiodrama adalah satu jalan dari ribuan jalan agar para penerus
Indonesia memiliki empati pada para pejuang kemerdekaan sehingga bisa lebih
menghargai, mencintai, dan berjuang dalam setiap bentuk penjajahan.
Referensi: https://abitadya.wordpress.com/2012/02/28/32/
waduh acaranya keren banget sih, entah kenapa terharu jadi :"
ReplyDeleteSepertinya sosiodrama mesti makin digalakan :D
Deletekok kece sih mbak acaranyaa.. di sampit cuma ada karnaval aja dan lomba kecil2
ReplyDeleteKarnaval juga seru, Mbak ^^b
Delete