Ditanganku sekarang terdapat
sebuah buku yang kau tulis, Pesta Para Janda. Maaf baru sekarang kubaca. Tapi
aku yakin, bukunya pasti keren!
Sudah lama ya kita tidak
ngobrol? Apa kabarmu? Baikkah? Walaupun beberapa kabar kudengar cukup tidak
enak. Mulai dari pencurian, kerjaan menumpuk, sampai buku yang belum tersebar.
Tapi aku percaya lebih dari seribu persen, kakakku yang kuat ini bisa
menyelesaikan semua masalahnya.
Cistel,
Apa kabar Adikku? Hey, dia sudah abege sekarang. Tempo hari, Athaya sempat mengajakku chatting. Dia menyapa dengan Bahasa Inggris ala anak muda. Wih... begitu cepat waktu berlalu. Sebentar lagi, anak itu akan asyik dengan dunia remajanya. Anak yang keren pastinya!
Apa kabar lelakimu? Dia baik
sekali. Sungguh aku bisa mempercayakanmu padanya. Dari deretan lelaki yang
dekat dengamu, entah kenapa, aku langsung suka padanya. Rasanya bukan entah,
dia memang baik, manis, dan memperlakukan adik-adikmu juga dengan sama lembutnya.
Jarang sekali ada lelaki begitu.
Pada masa remaja, mungkin
kita lebih suka lelaki yang nakal. Yeah, mereka lebih menantang. Sekarang kita
sudah dewasa, tentu pilihan kita berubah, setidaknya aku begitu. Yang
dibutuhkan lebih dari sekedar menantang namun menentramkan. Lelaki kuat yang
mampu jadi sandaran dan berbagi beban. Lelaki yang membuat kita merasa bodoh karena
mengingatkan masa remaja yang malu-malu sekaligus menjadi dewasa yang tahu
rasanya berkorban.
Cistel,
Akhirnya aku sedikit
mengerti apa yang dinamakan dewasa. Dewasa mungkin adalah dimana kita tidak
hanya bertindak atas diri sendiri melainkan memikirkan setiap konsekuensi
setiap tindakan. Kedewasaan bicara atas nama konsekuensi sosial. Setiap keputusan
melibatkan orang-orang di sekeliling kita.
Rasanya tidak enak ya
menjadi dewasa. Namun waktu terus bergulir mengantarkan kita pada fase ketuaan.
Tua bukan berarti dewasa. Apakah kita mau menjadi orang tua yang tidak dewasa? Ah,
itu bukan pilihan, melainkan keharusan.
Cistelita,
Di antara berjuta impian
kita, begitu banyak yang tak teraih. Saat menjadi dewasa kita memutuskan mana
impian yang mesti dikejar. Sebagian bisa kita wujudkan nanti atau barangkali
tidak sama sekali.
Cistel,
Sosokmu yang kuat, terkadang
rapuh, selalu menjadi inspirasiku. Kita memiliki banyak perbedaan dalam memilih
prinsip, karena itulah hubungan kita berwarna.
Kata orang wajah kita mirip.
Lebih serupa ketimbang Eva. Terkadang ketika melihat sosokku, mereka berkata,
aku versimu yang lain. Bahkan, Kakak pertama kita, sempat menyapaku sebagaimu. Seandainya
saja, tubuhku setinggi kau. Sayangnya, aku harus berbagi tinggi badan dengan
Eva. Hehehehe….
Cistelita,
Impian manusia kadang
menyesatkan. Entahlah. Jangan lupa untuk selalu menyertakan belahan hatimu ke
dalamnya.
Salam Sayang,
Adikmu yang nakal.
tulisan rindu, mungkin itu yg aku rasa, hehee..
ReplyDeletemenulis untuk seseorang adalah suatu hal yg paling menarik, sebab itu berasal dari hati, lain halnya ketika menulis fiksi, kita mencoba mengisinya dengan hati..
terus semangat ya ka menulisnya..
sampaikan perasaan itu kepada orang yg disayang.. hehee
Terima kasih atas semangatnya Dian. Saya juga sudah mengikuti blog kamu ^^
DeleteIya saya lagi kangen sama Cistel *blushing*