Pertunjukan Monolog Kambing dan Secangkir Kopi |
Sejak manusia mengenal kopi, kopi menjadi salah satu sumber inspirasi tak terbatas. Kopi memang memiliki berbagai sisi yang tak habis digali. Secara biologi, kimia, fisika, budaya, sosial, ekonomi, dan sebagainya. Kemudian kopi juga memiliki sisi mitos, ritual, dongeng, yang kebenarannya terus dicari. Kekayaan kopi itulah yang menjadikannya bermetamorfosis dalam berbagai bentuk. Buku, film, dan sastra lisan. Namun tidak banyak yang menjadikan kopi sebagai pertunjukan teater. Ya, sepengetahuan saya.
Mainmonolog bekerja sama dengan 5758 Coffee Lab dan Kopiku Roaster menyajikan kopi sebagai sebuah
pertunjukan teater. Sebuah monolog yang disutradarai maupun diaktori oleh Wawan
Sofwan, salah satu aktor kawakan di Kota Bandung yang telah mendunia. Monolog
tersebut bertajuk Kambing dan Secangkir Kopi. Dipentaskan di kedai kopi 5758 Coffee Lab pada hari minggu, tanggal 2
Desember 2018, pada pukul 19.30 WIB.
Suasana 5758 Coffee Lab |
Malam itu, kedai kopi 5758 Coffee Lab dipadati penonton atau mereka
yang nongkrong tak sengaja menonton monolog Kambing dan Secangkir Kopi. Saya
sendiri datang tepat waktu sehingga kebagian tempat duduk yang dekat dengan
panggung. Tata cahayanya sederhana saja. Setting panggung berada di dekat meja
bar, pintu masuk, dan area meja-meja pengunjung. Tak ada stage khusus sehingga panggung melebur kepada penonton. Di sisi
lain pemilihan letak panggung memberi ruang kepada mereka yang datang terlambat
untuk tetap dapat menyaksikan pertunjukan.
Suasana 5758 Cofee Lab |
Monolog yang ditulis penyair dan novelis
Faisal Syahreza ini bercerita tentang wartawan media daring yang mencoba
menemukan kembali dirinya di dalam secangkir kopi. Bersama sejarah kopi yang
terurai dan membentang beragam peristiwa, wartawan itu mencoba menjabarkan
pengalaman dirinya menghayati secangkir larutan ajaib dengan maksud mencari
identitas paling murni—jiwanya yang sudah lama kelelahan dalam hidup. Dengan
lantang ia berucap, “Jangan terlalu banyak bicara, biarkan perasaanmu bekerja!”
Setting pertunjukan Monolog Kambing dan Secangkir Kopi |
Premis monolog Kambing dan Secangkir Kopi
cukup menjanjikan. Pertunjukan teater sepanjang setengah jam itu terasa begitu
cepat. Kang Wawan piawai melibatkan penonton ke dalam cerita. Monolog itu jadi
interaktif. Kerap kali penonton tertawa mendengar lelucon-lelucon si wartawan. Buat
yang penasaran, di bawah ini ada cuplikan video pertunjukannya.
Beberapa poin menarik yang saya tangkap dari
monolog Kambing dan Secangkir Kopi. Pertama, sejarah kopi. Tokoh wartawan
bercerita tentang peristiwa penemuan buah kopi di Afrika oleh seorang
penggembala kambing yang sesungguhnya adalah penyair. Sepanjang saya membaca
literasi kopi tak ada yang menyebutkan bahwa penggembala tersebut adalah
penyair. Penambahan tersebut terasa menggelitik sebab si penggembala mempunyai
sudut pandang lain dalam menyikapi buah kopi maupun perubahan perangai kambing
setelah makan buah kopi.
Wawan Sofwan berperan sebagai wartawan digital |
Kedua, kritik terhadap para pencinta maupun
pelaku industri dunia kopi. Diceritakan bahwa wartawan tersebut mencari kopi
yang paling enak dan bagaimana ia bisa jatuh cinta pada kopi setelah diam-diam
menyeruput kopi dari cangkir kakeknya. Wartawan tersebut mengkritisasi para
pelaku kopi yang begitu direpotkan oleh berbagai metode sehingga seolah-olah
lupa pada tujuan untuk apa kopi tersebut dibuat. Pun dengan para pencinta kopi
yang rewel dengan rasa kopi.
Ketiga, bahwa kopi akan selalu memberi
cenderamata pada peminumnya. Kopi selalu jujur. Wartawan tersebut memberi jiwa
pada kopi. Kopi adalah entitas yang memiliki keinginan, perilaku, dan
pemikiran.
Ketiga poin tersebut bagi saya begitu relevan
terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di Indonesia. Industri kopi yang baru
bertumbuh di Indonesia menciptakan gaya hidup, pemikiran-pemikiran—yang tidak
betul-betul baru sesungguhnya, dan identitas baru seperti profesi barista, roaster, dan lain-lain. Gaya hidup yang
ditimbulkan kopi menggagapi para pencinta kopi. Katakanlah adanya fenomena coffee snob dan pendekar kopi.
Orang-orang berlomba menjadi ‘paling tahu kopi’ dan melupakan esensi dari kopi
itu sendiri.
Pertanyaannya: apakah esensi dari kopi itu?
Apakah setelah seseorang mencari tahu sejarah kopi kemudian ia akan berterima
atau sekadar tahu perjalanan panjang kopi di dunia dan Nusantara? Apakah
setelah seseorang mempelajari berbagai metode penyajian kopi lantas ia menjadi
paling mengerti karakter kopi? Apakah setelah seseorang menjadi petani kopi,
menumbuhkan rumpun-rumpun kopi otomatis menjiwai kopi?
Kopi merupakan media. Media yang bagi saya
tidak dapat digantikan oleh teh, coklat ataupun cola. Setiap orang punya
perspektif sendiri terhadap kopi. Entah itu secara ekonomi, budaya, atau
sosial. Tidak ada yang salah, tidak ada yang paling benar. Selama kopi tidak
didewakan sebagai sesuatu yang paling adiluhung.
Balik ke pertunjukan monolog Kambing dan
Secangkir Kopi, Kang Wawan Sofwan sebagai aktor berperan sebagai pendongeng.
Kegelisahannya sebagai wartawan yang lelah yang kehilangan jati diri kurang
tergambar. Selama pertunjukan itu saya menanti-nanti klimaks atau semacam
konflik batin si wartawan. Dan sayangnya, saya tidak mendapatkan itu.
5758 Coffee
Lab dan Kopiku Roaster sebagai
pelaku aktif di dunia kopi berkolaborasi dengan Mainmonolog berhasil
menyuguhkan kritik sosial dalam bentuk yang berbeda. Bisa dibilang pionir penyuguhan
kritik sosial dalam bentuk monolog di Bandung. Sebuah langkah yang berani,
karena selain kritik sosial tersebut ditujukan pada masyarakat, kedua institusi
ini sedang melakukan refleksi atau perenungan. Salut.
Menikmati kopi sambil menonton monolog seru juga ya, Teh. Baru tahu ada tempat nongkrong asik seperti itu
ReplyDeleteWah ternyata kopi ga sekedar minuman ya. Ada bnyak filosofi hidup bg mereka yg mndalaminya.
ReplyDeleteKayaknya klo sy masuk ke kategori peminum kopi yg rewel wkwk
Aku gak terlalu suka kopi, Teh. Tapi Kayaknya seru juga ya bisa menikmati monolog tentang kopi kayak gini.
ReplyDeleteWah menarik banget ya ternyata drama monolog, kalau dibawain aktor kawakan jd seru ga bikin bosen hehe
ReplyDeleteKalo kata Suami, pecinta kopi sejati itu minum kopi hitam tanpa gula, jangan es kopi gula yang bisa bikin gemeteran heheu apalagi beli kopi mahal yang cuma buat pamer aja padahal Indonesia sendiri surganya kopi ☕
ReplyDeletekopi selalu jujur, yang ririwit pelaku industri dan penikmatnya :D :D
ReplyDeleteAsiknya bisa nonton pertunjukan monolog sambil menyeruput kopi😍
ReplyDeleteaaaaaah sukaaaa... sungguh kolaborasi yang menyenangkan antara dialog dan kopinya, bikin ati tentrem...
ReplyDeleteWah menarik banget kopi dituang dalam monolog. Sepertinya asyik disimak sambil nyeruput kopi nih. Oh, aku kangen minum kopi jadinya...
ReplyDeleteNumpang ya min ^^
ReplyDeleteAyo buruan bergabung di www,kenaripoker
Bonus 50% hanya deposit Rp 10.000 sudah bisa mainkan banyak game disini, TO rendah tidak menyekik player, server baru dengan keamanan dan kenyamanan yang lebih!
hanya di kenaripoker
WHATSAPP : +855966139323
LIVE CHAT : KENARIPOKER COM
ALTERNATIVE LINK : KENARIPOKER COM