“Apa yang kau bayangkan
tentang masa depan Nila?” Tanya Kama, lelaki itu memeluk perempuannya.
“Sebuah rumah, nenek tua
dengan banyak kucing.”
Kama menatap tak percaya,
kenapa bayangan masa depan Anila begitu tidak terduga.
“kenapa? Tidak adakah
seorang kakek tua di sana?”
“Tidak ada”. Anila
tersenyum lembut.
“Apakah kau masih tidak
percaya bahwa aku akan menikah dengan mu? Bersama-sama menghabiskan masa tua. Kita
menjadi fitrah”. Kama menggenggam tangan Anila.
“Kita barangkali akan
menikah, punya anak, dan punya cucu”.
“Lalu?”
“Anak-anak kita akan
menikah dan punya keluarga sendiri, cucu kita akan berkunjung sesekali. Lalu kamu
akan menemukan perempuan lain yang menemani hari tuamu”.
“Aku tetap tidak mengerti? Kenapa
dalam bayanganmu, aku akan menemukan perempuan lain?”
“Ya, karena aku lebih tua
darimu. Aku akan kepayahan memenuhi keinginanmu kelak, dan kau akan mencari
perempuan lain”.
“Kau masih mengkhawatirkan
perbedaan usia kita?”
“Tidak, tidak lagi. Aku cukup
bahagia bersamamu. Tapi aku juga tidak ingin mengikat kita dalam
ketidakbahagiaan. Aku akan melepaskanmu kelak”.
“Nila.. kita tidak akan
berakhir begitu. Kita akan bersama, kau akan menjaga jiwa dan ragamu tentunya
untuk hubungan kita, begitu juga aku”.
“Ya, tapi kalau itu
terjadi, tak mengapa. Aku tidak akan mengubur hidupku dalam kesedihan. Aku selalu
punya gairah untuk melakukan banyak hal selain hidup untuk berumah tangga”. Kama
terdiam, meresapi kata-kata perempuannya.
“Aku tidak ingin seperti
itu, kau selalu berpikir pesimis dalam segala hal”. ucap Kama sedih.
“Aku hanya bersiap saja,
tidak ada di dunia ini yang menginginkan perpisahan. Kama, kita lahir sendirian
dan mati sendirian. Tidak perlu sedih, itu sudah ditetapkan”.
“Manusia kadang begitu
sombong menentukan masa depan, mendahului penciptanya”.
“Manusia memang sombong dan
penakut”.
Laki-laki itu
terlihat sedih, namun tak ada lagi yang ingin diucapkan. Mereka bertatapan lama
sekali, berpelukan dan saling mengecup. Malam itu adalah perpisahan bagi
mereka. Tak ada yang tahu kemana masa depan menghantar tapi Anila yakin inilah
yang paling baik sekarang. Membebaskan diri dari bayang-bayang masa depan yang
suram. Dan Kama sudah begitu lelah untuk memeluk Anila, sementara perempuan itu
bersikukuh ingin dilepaskan.
hey kak, ini adis...
ReplyDeleteaku baru baca ini sih... :)
yang aku suka dari cerpen ini adl bagaimana anila menyampaikan keletihannya berhubungan dengan kama.
hiks, tapi kasian kama sih...
Adis makasih ya udh baca..
Delete