Untuk Eva Sri Rahayu
Eva dan Evi |
Mari bercerita tentang masa kecil, tidak
seindah kelihatannya, tapi itulah dunia milik kita. Terpisah selama hampir lima
tahun, tidak membuat batin kita ikut berjarak. Aku kembali untuk mengutuhkan
sayap agar kita bisa terbang bersama. Kau berwarna biru dan aku berwarna merah.
Kau yang lembut, bijak, dan ayu. Aku yang nakal, ceria, dan kuat. Berdua kita
saling melengkapi, menjelajah dunia imajinasi dan realitas.
Ingatkah kau betapa kita punya dunia yang
tidak bisa disentuh siapapun. Dunia dan teman-teman khayalan yang sama walaupun
dalam benak yang berbeda, betapa ajaib, sebuah pembuktian bahwa kita punya jiwa
yang sama dalam dua raga yang berbeda. Apakah kau masih percaya itu sampai
detik ini?
Beranjak dewasa dan kita sampai pada mimpi-mimpi
yang sama. kegairahan hidup yang tidak cukup dalam dunia realitas membawa pena
kita menari, menciptakan dongeng-dongeng. Suatu hari kita ingin dongeng-dongeng
itu berlarian di layar putih, membaginya dengan semesta jiwa lain.
Masa remaja kita indah dan ramah. Mari kita
bercerita tentang sebuah kejadian lucu dimana hampir semua orang terkelabui. Saat
itu kita ingin sekolah di tempat yang berbeda, pada hari yang telah ditetapkan
kita bertukar peran. Sebagian dari mereka pasti heran betapa kita terlihat
berbeda. Mana bisa seseorang menjadi kurus atau gemuk dalam semalam? Mana bisa
karakter seseorang berubah dengan cepat? Mereka hanya bisa menebak dan kita
hanya tertawa.
Kita sama-sama belajar menerima bahwa
lingkungan di sekitar sering kali membuat perbandingan. Semua itu membuat kita
tidak nyaman. Seringkali kita menyadari betapa kita saling mencintai dan
membenci dalam porsi yang sama besar. Tapi mereka tidak pernah menyadari bahwa
hidup seperti itu menyakitkan. Maka kita berhenti mendengarkan, menutup
telinga dan mata, mengukuhkan segalanya dengan rasa. Berbagi rahasia, berbagi
peran bagitu selamanya kita pikir.
Tapi dunia tidak selalu ramah untuk
siapapun, termasuk kita. Kau lebih cepat menemukan belahan jiwa yang lain. Jiwaku
terenggut separuhnya. Semestinya aku ikut bahagia, semestinya.
Waktu membawamu kembali, melahirkan
mimpi-mimpi baru, perlahan kita mewujudkannya. Menerima kebahagiaan dan pukulan
bersama-sama, berdiri dan jatuh lagi, terus berpegangangan tangan. Sampai
akhirnya, “Kita telah sampai di ujung jalan.” Aku tahu, itu artinya kita harus
menjalani hidup masing-masing. Kita telah memilih kereta dengan tujuan yang
berbeda, tapi itulah hidup.
Satu hal yang perlu kautahu, bersamamu
semenjak dalam perut ibu, beranjak dewasa, menemukan cinta dan pasangan hidup,
tak pernah terasa berat, karena aku tidak pernah sendirian. Kita berasal dari
indung telur yang sama, terbelah dan membagi jiwanya. Sampai detik ini aku
masih percaya bahwa kita satu jiwa dalam dua raga. Namun raga itu membawa
takdirnya sendiri-sendiri. Kita masih berjalan di bumi yang sama, menikmati
langit yang sama, dan semesta jiwa kita tidak pernah berhenti terpaut. Ada cinta
yang tulus selayaknya kasih ibu. Selamanya kau adalah Giant Amor-ku.
surat yang keren ^_^
ReplyDeletehttp://ennyluthfiani.blogspot.com/2012/01/surat-cinta-untuk-kamu-ungu.html
makasih ya :)
ReplyDeleteHallooo saya dari masa depan (2023)
ReplyDeleteSiapa yang paling badung saat bocil??