Senja Kota Bandung |
24 Januari 2012
Orang lalu lalang, jalan-jalan makin kecil,
rumah-rumah kian padat, dan sungai berwarna hitam, kota ini semakin serabutan. Orang-orang
yang kukenal menghilang satu per satu digantikan para perantau, begitu
barangkali aku memandang kota ini sepuluh tahun ke depan. Apa pun yang terjadi
dengan kota ini, aku mencintainya seperti pertama kali menginjakkan kaki. Waktu itu, aku berumur sembilan tahun.
Aku tumbuh di desa kecil, dengan sawah
terhampar, sungai bening, ilalang, dan pohon tempat bermain. Desa itu tidak
banyak menyisakan kenangan selain perasaan terbuang. Di kota ini, permulaan
hidupku. Menemukan kerabat dan sahabat. Menemukan diriku. Kota ini tempat aku
bertumbuh dari gadis kecil menjadi seorang wanita.
Kota ini adalah guratan sejarah, setiap
sisinya memiliki jejak. Sebentar lagi aku akan meninggalkan kota ini, mengembara
bersama belahan jiwa. Kota ini akan tetap menjadi rumah. Aku akan merindukan
pasar lilin dekat belokan rumah, angkot-angkot yang ugal-ugalan, panas dan
dinginnya cuaca. Kotaku sederhana namun indah, ia seperti seorang ibu,
menawarkan masakan-masakan nikmat, dan menawarkan kecantikan dan keanggunan
berpakaian. Kota Bandung adalah ibu
bagiku. Dalam rahimnya aku bertumbuh.
No comments:
Post a Comment