:Eva
Sri Rahayu
Seorang teman pernah mengatakan bahwa nasib
anak kembar bersifat linier. Apakah kamu percaya, Pacan? Barangkali tidak
persis sama, hanya mirip. Seperti wajahmu dan wajahku yang identik namun tetap
memiliki karakteristik masing-masing. Bukankah hidup seolah ingin membuktikan
pernyataan itu? Tak ada yang ingin bernasib buruk, sebab buruk adalah sesuatu
yang salah. Namun kita juga belajar, menjadi benar seringkali mesti berbuat
salah.
Adalah kamu, Pacan, yang menemani hari-hari
tersulit dalam hidupku kini. Sebab kamu yang tegar berhadapan dengan
serangkaian kisahku yang mengingatkanmu akan kisah masa lalumu. Lagi dan lagi. Tapi
kau tetap diam. Genggaman tanganmu mengencang. Pelukanmu mengikis selapis demi
selapis kerisauanku. Dan tahukah, kamu, Pacan, aku tak peduli apa kata orang.
Kita perempuan sudah seharusnya mendapatkan cinta. Kita berhak bahagia. Tak ada
satu manusia pun pantas menghakimi pilihan seseorang. Tak satu manusia pun,
hanya Tuhan.
Aku tak hendak mengurai kalimat-kalimat
sedih. Aku hanya ingin berbagi impian denganmu. Seribu impian tak putus-putus.
Seribu impian itu hanya bisa kubagi denganmu. Telah kita lipat kertas berwarna-warni
menjadi perahu-perahu kecil. Di dalamnya terdapat kelopak-kelopak bunga
bermekaran. Lalu kita larung perahu-perahu
itu dari bibir sungai, mengawasinya hingga lidah samudera menyambutnya. Kita tak
lagi gusar, tak lagi khawatir berapa kelopak layu dalam perjalanan. Kita telah
mengenal kekuatan doa. Maka kita kemudian belajar menerima bahwa sebagian
impian akan lebur oleh ombak, sebagian karam di dasar lautan, sebagian lagi
menguap menjelma awan bersatu dengan kerlingan bintang atau jatuh bersama hujan.
Pacan, seribu impian ini telah lahir bahkan
sebelum paru-parumu dan aku menghisap udara dunia. Aku percaya, seribu impian
ini tak tercipta serta merta. Ada tujuan, ada takdir yang kian menguat hari
demi hari. Seribu impian adalah wujud restu semesta bahwa kita adalah satu jiwa
dalam dua raga. Bahwa kebersamaan kita kelak meninggalkan jejak. Dan sejarah
kelam kita hanya akan dikenang sebagai bagian dari legenda, bagian dari proses
yang kita lalui demi seribu impian.
Pacan, kita akan selalu menjadi pemintal
kata. Menelurkan buku-buku yang kelak menjadi perkamen tua. Lalu siapa pun yang
membacanya akan mengenang kita sebagai sepasang kembar bermata cahaya. Cahaya impian.
Tetaplah bersamaku, Pacan, sampai seribu
impian berbuah seribu impian. Tetaplah bersamaku, Pacan, hingga tubuh terbaring
di tanah. Dan kepada Tuhan, aku meminta, kelak, jika ada kehidupan baru,
biarkan aku terlahir menjadi kembaranmu. Di berbagai dimensi, di berbagai
galaksi, selamanya bersamamu.
Suratnya indah banget, Pican. Mari kita tuai serangkaian kejutan untuk kita berdua :)
ReplyDeleteAamiin. Semoga makin banyak kejutan :)
Deletesebenrnya aku kalau ketemu langsng ga bisa bedain hehehe
ReplyDeleteKalau ketemu dua-duanya pasti bisa bedain, Mbak hehe
DeleteKepengen ketemu bisa ga ya..? heee
ReplyDeleteBisa kok :)
DeleteAku punya keponakan kembar dan aku tak pernah berhenti terkagum-kagum meski sekarang mereka sudah menikah.
ReplyDeleteAjakin ikutan Komunitas TwiVers, Mbak Lus :D
DeleteSelamat menikmati setiap hembusan angin laut dan gelombang badai di luasnya samudra mimpi kalian yah. Aku percaya bahwa tidak akan ada karang yang dapat meluluhlantakkan perahu impian kalian. Yah, walau ada satu mimpi yang gugur, kalian kan masih punya ribuan mimpi lainnya. Hi hi hi :)))
ReplyDeleteIya makasih Va Chan :* Doa yang sama buatmu
Delete