Ayah dan Evi |
Ayahku sedikit bicara, banyak bekerja. Ayahku gambaran lelaki paling lelaki.
Dear
Ayah,
Dua
hari yang lalu aku menonton sebuah film tentang hubungan Ayah dan anak. Dalam beberapa
adegan, aku meneteskan air mata. Dan Ayah, betapa aku merasa beruntung punya
Ayah sepertimu. Ayah yang rela mendampingi keluarga dan melepaskan segala
bentuk petualangan yang ditawarkan dunia.
Bukan,
bukan karena Ayah punya jabatan yang hebat. Bukan pula karena Ayah kaya raya. Kedua
hal itu jelas tak kita miliki. Bukan kemewahan maupun kejayaan yang Ayah
berikan padaku. Melebihi semua itu, Ayah mewarisiku kehadiran dan kasih sayang.
Tentu
kebutuhan setiap orang tak perlu kita bandingkan. Bagiku, Ayah yang sekarang
telah sempurna. Selalu sempurna.
Aku
selalu suka ketika setiap pagi, Ayah menyapaku di rumah sembari membawa makanan
untuk munil-munil, kucing-kucingku. Darah Ayah telah bersenyawa denganku,
menjadikanku pencinta binatang berbulu dan manja itu, Setiap sore, Ayah tak
alpa menggendong dan membelai mereka satu persatu. Ayah, kucing-kucing kita
mencintaimu sepertiku.
Dari
segalanya, Ayah, matamu yang mengajarkanku melangit. Tak pernah sekalipun Ayah
menertawakan impianku. Matamu adalah muara segala rupa rasa percaya. Dukunganmu
tak kentara, kepercayaanmu pada setiap anakmu merata. Bahumu adalah muara
lautan air mata. Dengan bahu dan lenganmu yang kian kecil dan ringkih itu, Ayah
menggendong sebuah keluarga.
Ayah,
bolehkah aku bertanya? Apa yang membuat hidupmu begitu sederhana? Apa yang
membuat hidupmu begitu penuh? Tak bosankah Ayah dengan rutinitasmu sehari-hari?
Pernahkah Ayah ingin berlari sekali-kali?
Seandainya
pun jawabannya ‘iya’, kenapa tak sekalipun kulihat Ayah meninggalkan toko kecil
kita? Apa yang membuatmu begitu tegar melebihi baja? Ajari aku, Ayah. Ajari aku
keteguhan dan ketabahanmu menerima dunia.
Ayah,
dunia ini mengajarkanku mengenal berbagai karakter manusia. Ada yang setia, ada
yang senang berkhianat. Katamu, “Jangan menggenggam tangan seseorang, selalu
siapkan temali. Ketika seseorang ingin menarikmu ke jurang, lepaskan temali itu.
Maka kamu akan selalu selamat.”
Ayahku
sedikit bicara, banyak bekerja. Ayahku gambaran lelaki paling lelaki. Karenamu,
Ayah, aku tak menyesal lahir ke dunia. Oleh karena itu Ayah, jangan menyesal
menjadikanku putrimu. Tetaplah di sampingku, masih banyak yang ingin kupelajari
bersamamu.
Salam
sayang
Segala rahmat dan keselamatan tercurah untuk ayah Evi-Eva. Aminnn.
ReplyDeleteMakasih banget doanya, Aprie. Doa yang sama buat Ayahmu, Prie :)
Deletesweet yet touching! *komen lagi*
ReplyDeleteanyway, papanya guanteeeng bangeetttt! *gagal fokus* :D
Aaak makasih ya. Iya, Ayah emang ganteng ^^b *anak narsis*
DeleteAyahnya teh evi-eva awet muda :3
ReplyDeleteSehat selalu ya, ayaaaaah :))
Makasih doanya Mita, semoga kamu juga awet muda :)
Deletesaya suka postingan ini hehe
ReplyDeleteMakasih :)
DeleteAkh, aku baru baca .....
ReplyDeleteDan apakah lelaki Sunda itu memang seperti itu yah? Sedikit bicara ....
Jadi inget si Papa yang karakternya more less sama ... sedikit bicara banyak bekerja :D
Ayah aku orang Palembang, Va :D
DeleteBapaku juga lelaki paling lelaki, versi saya pastinya :)... Selamat Hari Ayah Mb Evi
ReplyDeleteTulisannya bikin sy kangen sm almarhum Bapanda.
Alfatihah buat Alm. Bapanda Mbak Ophi
DeleteSpeechless :')
ReplyDeleteAyah kita Pa :)
Delete