Cover buku Sole Mate |
Judul :
Sole Mate
No.
ISBN : 9786022081142
Penulis :
Mia Haryono & Grahita Primasari
Penerbit :
Gradienmediatama
Tanggal
terbit : Juni - 2013
Jumlah
Halaman : 256
Jenis
Cover : Soft Cover
Kategori : Fiksi
Blurb
Dua puluh cerita pendek,
enam puisi, dan dua artikel menjadi pajangan utama di etalase Sole-Mate. Ada
kisah tentang memberi kesempatan kedua, cerita yang tak terungkap dari
Cinderella, seorang wanita yang setengah mati menyesali perbuatan selingkuhnya,
percakapan antar sepatu di penjara, kehidupan sepatu-sepatu penghuni toko loak,
perjuangan seorang anak pemulung, sampai ke manisnya kisah cinta di sebuah toko
sepatu yang merangkap kedai kopi. Semuanya memikat hati dan mampu membuat
wanita manapun tergoda untuk memiliki.
Why
Women Love Shoes?
Sebuah judul pengantar yang menggelitik.
Iya ya, kenapa wanita suka sepatu? Bukankah fungsi sepatu yang paling pokok
adalah melindungi kaki? Sebelumnya saya tidak pernah repot soal sepatu. Asal
nyaman dipakai, tahan lama, pilih warna yang bisa masuk ke warna dan model baju
apapun. Cukup, deh! Saya pakai sepatu karena keharusan. Jiah jadi curhat.
Berdasarkan pemikiran simpel
itu, saya jadi tertarik membaca buku Sole Mate. Walaupun isinya fiksi tapi
ditulis langsung oleh 20 wanita. Saya ingin menangkap saripati imajinasi wanita
terhadap benda bernama sepatu juga untuk menjawab sepotong pertanyaan yang
menari di kepala saya:
“Apa sih yang dipikirkan
para wanita tentang sepatu?”
Tampaknya saya tidak cukup
wanita untuk menjawab pertanyaan tersebut. He… he… he…. Maka mulailah saya membuka
lembar demi lembar buku Sole Mate. Inilah pendapat saya tentang buku ini.
Cover
Cantik, menarik, dan yummy.
Hal-hal
yang Menarik
Foto Ilustrasi
Adanya berbagai foto
ilustrasi berbagai jenis sepatu. Yihaaa, akhirnya saya tidak ketinggalan-ketinggalan
amat mengenai fashion dengan
mengetahui macam-macam sepatu ini.
Quotes
Mengiringi ilustrasi,
diselipkan quotes-quotes cantik karya
Fatima Alkaff yang sesuai dengan garis besar cerita dalam setiap cerpen.
Seperti:
Outworn:Not new, but useful.(hal. 16)
Optional:The choice you would never choose(hal. 36)
Informasi tentang Sepatu
Beberapa cerpen memberikan
informasi sepatu tertentu. Seperti:
Peep-toe slingback
Sepatu dengan model terbuka di bagian depan. Hanya tali yang menutupi bagian belakang sepatu. … (hal. 18).
Oxford
Modelnya mirip sepatu pria. Umumnya berbahan kulit, baik asli ataupun sintetis. … (hal. 115).
Bahkan ada dua bab tambahan yang
memang khusus mengupas tentang sepatu Stiletto
dan Docmart. Yippie! Resmi deh, kalau saya ke toko, bisa mengklasifikasikan
satu jenis sepatu dengan yang lainnya. \o/
Layout
Cantik, menarik, dan
kreatif. Bikin tidak bosan mantengin buku Sole Mate. Ada tampilan balon-balon
lucu (haduh maaf, saya tidak tahu istilahnya selain balon) untuk menggambarkan
SMS, Twitter, kertas diary, dan
lain-lain. Bentuknya bukan semacam screen
capture, kok. Yang pasti, dengan adanya balon-balon ini memberi ruang
beristirahat pada mata.
Cerpen-cerpen
Buku Sole Mate minim typo. Editingnya rapi sehingga nyaman
untuk dibaca.
Diksi, gaya bahasa, dan
teknik penulisan hampir setara (walaupun masih ada yang sedikit jomplang). Mia
dan Grahita sebagai penggagas buku Sole Mate berhasil meramu jalinan cerpen
satu dengan yang lain sehingga tidak keluar dari tema besarnya: sepatu.
Ini tujuh cerpen favorit
saya, yaitu:
1. Cerita Sepatu Usang karya Ch. Evaliana
Bercerita
tentang curhat-curhat sepatu yang ada di penjara. Oleh siapa sajakah mereka
pernah dipakai. Bagaimana perasaan mereka terhadap pemakainya.
2. Aku Sayang Ka(ki)mu karya Diar
Trihastuti
Cerpen
yang manis. Mengetengahkan cerita tentang cewek bernama Elda dengan cowok
bernama Indra. Indra selalu mengiming-ngimingi sepatu agar Elda mau move on dari mantan kekasihnya, Naufal.
3. Sepatu Merah Anna karya Mia Haryono
Saya
pecinta thriller. Cerpen ini berhasil
membuat saya deg-degan. Ceritanya tentang Anna dan pembunuhan berantai di
sekelilingnya. Apa hubungan antara Anna, sepatu merah yang dia beli dari toko
bekas, dan pembunuhan tersebut? Baca saja sendiri.
4. Sepatu Dalam Kedai Kopi karya Riesna
Kurniati
Termasuk
cerita yang unik karena memaparkan sebuah ide bisnis brilian (atau saya saja
yang ketinggalan) untuk menyatukan dua lini bisnis yang berbeda. Kedai kopi dan
showroom sepatu. Kata cerpen ini:
“Sepatu itu semacam… magical.” (hal. 114)
“Setiap baju yang saya pilih harus sesuai dengan sepatu yang akan saya pakai.”“Bukankah biasanya sepatu yang menyesuaikan pakaian?” Ini aneh, pikirku.“Prinsip lama. Jadul. Zaman sekarang sepatu bukan hanya pemanis. It also defines what we are and what we do.”(hal. 114-115)
Boom!
Penggalan-penggalan percakapan ini menohok saya. Mungkin begini prinsip wanita
masa kini? (Saya pengin masuk ke rak meja Nobita dan kembali ke masa lalu biar
tidak disebut ‘Jadul’).
5. Sepasang Sepatu yang Hilang karya Yessy
Muchtar
Ceritanya
pendek tapi mengena. Ceritanya tentang cewek yang mengoleksi sepatu. Dia harus
kehilangan salah satunya karena perselingkuhan.
6. Sepatu Nyaman karya Anggi Zoraya
Cerpen
yang bercerita tentang seorang cewek yang berusaha move on dari kekasihnya. Kekasih itu ibarat sepatu. Ini penggalan
yang makjleb banget:
Kau persis sepatu nyaman itu. Kisah kita sudah usang, sepudar sepatu ungu kesayanganku. Tapi, aku terus mempertahankanmu. Enggan beranjak darimu.Lalu…. Aku akhirnya sadar, sesuatu yang nyaman belum tentu aman.(hal. 206)
7. Melati, Si Gadis Tanpa Sepatu karya
Cynthia Febrina
Saya
pernah mendengar dan menonton tentang perkumpulan FGD (focus group discussion) untuk saling memberi semangat. Semacam film
Fight Club. Nah, cerpen ini bercerita
tentang sebuah komunitas trauma healing
pasca-percobaan bunuh diri. Kedatangan Melati, membawa warna tersendiri terhadap
perkumpulan tersebut.
Ada
dua cerpen yang kebilang unik menurut saya. Yaitu:
Bukan
Sepatu kaca karya Connie Wong
Connie mendekonstruksi
dongeng Cinderella dari sudut pandang sepatu kaca. Mengungkapkan fakta-fakta
tak terduga tentang kisah Cinderella (seperti bagian back stage-nya gitu). Satir.
Sayangnya, kesukaan saya
terhadap cerpen ini diruntuhkan oleh tokoh Ibu Peri. Dalam berbagai kesempatan, kalimat langsung dari Ibu Peri yang panjang-panjang itu layaknya ibu-ibu yang cerewet. Menjejalkan berbagai pesan moral kepada pembacanya.
Langkah
Nada karya Nadya Yolanda A. Moeda
Cara bercerita cerpen ini
mengingatkan saya pada satu buku Paulo Coelho yang berjudul Sang Penyihir dari Portobello. Novel ini
memakai POV 1 yang tidak biasa. Bagimana berbagai tokoh ‘aku’ menceritakan
perjalan hidup Athena, sang tokoh utama. Tanpa sekalipun tokoh Athena ini
menjadi narator cerita.
Namun, cerpen Langkah Nada
ini mengugurkan konsep tersebut di akhir dengan penggunaan POV 1 atas nama ‘Nada’,
sang tokoh utama. Cerpen ini juga memiliki gaya bahasa yang kaku sehingga sulit
saya nikmati.
Buku
Sole Mate ini juga memiliki beberapa kekurangan menurut saya. Apa saja?
Puisi
Puisi-puisi buatan Tia
Setiawati ini sangat liris. Pilihan diksi dan permainan katanya sederhana. Sehingga
mudah dipahami karena hampir tak menyimpan makna tersembunyi.
Puisi macam begini bukan
selera saya. Sebagai pembaca saya seperti disuguhi curhat di diary bukan puisi.
Hampir tak memberi ruang imajinasi dan interpretasi. Puisi-puisi yang terlalu
telanjang hingga saya tidak terangsang.
Formula
Penceritaan yang Basi
Paragraf Awal
Ada beberapa cerpen yang
formulanya basi (atau meminjam istilah di cerpen dalam buku ini, ‘jadul’). Paragraf
pembuka dengan menggunakan peristiwa terbangun
dari tidur, terlambat, bunyinya jam atau keterangan cuaca yang kurang
korelasinya dengan cerita. Paragraf pembuka ini memberi rasa bosan alih-alih
mengikat pembaca. Seperti:
Aku terbangun pukul dua pagi. Hoaaaamh… masih mengantuk.(hal. 103)
Sialan! Hampir saja terlambat! Hari ini adalah ujian akhir semester paling bontot.(hal. 178)
Sore itu, matahari sedang bersinar dengan teriknya. Negara tropis di bulan Agustus memang tengah mengalami musim panas.
(hal. 209)
(Kalaupun diganti jadi pagi atau malam tidak mengubah esensi
cerita. Yang dipedulikan pembaca adalah respon tokoh terhadap cuaca bukan
tentang cuacanya itu sendiri).
Kriiiiiiiiing.Suara alarm memecah keheningan yang serta merta membangunkanku.(hal. 237)
Formula ‘Mati Tiba-Tiba’
Formula cerita ‘mati
tiba-tiba’ seperti tabrakan. Adegan serta merta tanpa clue sama sekali. Peristiwa melodramatis ala sinetron Indonesia
untuk mengganti pemain agar terasa masuk akal. Menurut saya, penulis yang
memakai formula tiba-tiba begini adalah penulis yang malas untuk berpikir. Penulis
yang malas berimajinasi membuat adegan lain untuk mengiris hati pembaca. Hanya jalan
pintas untuk membuat adegan sedih. Mirip dengan ending terbangun dari mimpi. So, be creative!
Dari 20 cerpen dalam buku
Sole Mate, saya hanya menyukai tujuh cerpen saja. Itu sudah cukup memberi saya
alasan memberi buku ini dua bintang. Tapi dengan segala kelebihan buku ini,
saya memutuskan untuk memberi buku ini rating
tiga dari lima bintang.
Setelah membaca Sole Mate,
saya berkesimpulan bahwa setiap sepatu menyimpan cerita. Lalu apa yang dipikirkan wanita tentang sepatu? Berdasarkan buku ini, sepatu bagi wanita adalah 'kecantikan' bukan sekadar untuk mempercantik kaki, kepercayaan diri, prestige, mood booster, sahabat dan cinta. Begitu tinggi kedudukan sepatu bagi sebagian wanita.
Mungkin sesekali tidak ada
salahnya, saya mencari penghiburan kepada sepatu. Tapi jangan sampai menjadikan sepatu sebagai trofi apalagi mengkultuskannya. Jika memang sedang dalam keadaan buruk atau bete, saya lebih sepakat untuk mengamalkan quotes cantik dalam buku Sole Mate.
Difficult
people are everywhere. You can’t control behavior, but you can control your
reaction to them.
--Dalam cerpen “Kamu dan
Aku, di Suatu Hari--
woww, mbak evi jago ngerepiewww, sukkkkaaa :)
ReplyDeleteMakasih Mbak Na, masih belajar :)
DeleteWanita dan sepatu punya hubungan ibarat drama korea dengan penggemarnya, sama2 bikin candu...Sepatu membawa wanita pada imajinasi bahwa mereka bertambah cantik ;)
ReplyDeletewow.. mantep banget reviewnya..
ReplyDeleteMakasih Mbak Lia :)
Deleteiya ibarat sepatu itu mahkota kaki buat perempuan :D
ReplyDeleteIya begitulah :)
Deletewah reviewnya lengkap banget ya...
ReplyDeleteKepanjangan :D
Deletekyknya apa, ya, kl sepatu dijadikan cerita. Penasaran sm bukunya :)
ReplyDeleteAyo baca bukunya :)
Deletehahaha.. ada kalanya Evi melambungkan, ada kalanya menampar dengan keras. waw. :D
ReplyDelete*malah komenin ripiuwnya*
Heu :D
DeleteBeneran dikuliti bukunya yah. Menyenangkan sungguh bacanya walaupun ada rasa Deg yang enggak mengenakkan. Terima kasih yah reviewnya yah. :D
ReplyDeleteSama-sama, semoga bisa diterima dengan baik masukannya :)
DeleteAsyik nih reviewnya. Aku jadi belajar cara bikin review yang asyik dan mantap.
ReplyDeleteMasih belajar ngereview saya, Mbak :)
Delete