Di antara daun-daun tembakau |
Segala sesuatu yang bernilai di dunia ini
selalu diidentikan dengan emas. Tak heran kalau kopi mendapat julukan emas
hitam dan tembakau disebut emas hijau. Saya baru benar-benar menyadari
kebernilaian tembakau sebab perjalanan ke Jember, September lalu. Sebelumnya
saya telah bercerita tentang budidaya perkebunan tembakau Koperasi Agrobisnis Tarutama Nusantara di Ajung, Kabupaten Jember. Jelajah tembakau berlanjut dari
gudang pengeringan ke gudang pengolahan, dan terakhir pabrik pembuatan cerutu
BIN CIGAR.
Area gudang pengeringan Koperasi Agrobisnis Tarutama Nusantara |
Tak jauh dari perkebunan tembakau di Ajung, terdapat
gudang pengeringan. Saya dan peserta Sueger Camp 2018 hanya tinggal jalan kaki
menuju sana. Gudang pengeringan berupa bedeng-bedeng besar beratap rumbia yang
disangga oleh bambu di beberapa sudutnya. Uniknya, setiap atap bedeng mengibarkan
bendera merah putih. Kawasan gudang pengeringan dikelilingi oleh semacam paranet
berwarna gading. Ketika saya memasuki kawasan tersebut, samar-samar tercium
wangi daun tembakau kering. Berdiri di sana seperti menelusuri sebuah kampung
adat yang sederhana dan hangat.
Area gudang pengeringan Koperasi Agrobisnis Tarutama Nusantara |
Menilik lebih dekat, bedeng-bedeng tersebut
memang terbuat dari bambu sebagai tiang-tiang berbalut paranet berwarna hitam
dan kecoklatan, lusuh di makan waktu. Di bagian depan terdapat atap kecil yang
menaungi kursi bambu untuk sekadar beristirahat. Menginjakkan kaki ke dalam
bedeng, saya melihat dindingnya dilapisi plastik hitam sepertinya untuk menjaga
suhu ruangan.
Suasana gudang pengeringan |
Lantainya tanah pasir berwarna abu-abu. Lebih banyak lagi tiang
bambu sangga-menyangga. Pada bambu tersampir bentangan daun-daun tembakau
kering sehingga langit-langit bedeng serupa berwarna hijau kecoklatan yang
menguarkan aroma semerbak yang khas. Karung-karung besar berjongkok, barangkali
bekas mengangkut tembakau.
Menggapai daun tembakau kering |
Nyujen
– Proses Menjahit Daun Tembakau
Beberapa perempuan setengah baya berkerumun
di mulut bedeng. Mereka tengah menjahit daun tembakau atau nyujen sejak pukul setengah tujuh pagi. Saya mendekati seorang ibu
yang ternyata bernama Siti. Beliau tersenyum ramah ketika saya sapa. Kepada Ibu
Siti, saya minta diajarkan nyujen.
Ternyata prosesnya susah-susah gampang.
Dua bapak mengangkut daun tembakau dari kebun |
Pertama-tama, membentangkan benang rami yang
ujungnya dipasangi jarum panjang berukuran besar dengan ujung segitiga. Setiap
benang rami berisi 35 daun tembakau segar yang baru diangkut dari kebun. Cara
memegang daunnya adalah jari telunjuk di atas ujung batang daun sementara jari
tengah dan jempol mengapit bawahnya. Antara jari telunjuk dan jempol diberi
sedikit jarak tertentu agar jarum dapat menembus daun. Beri tekanan jari saat
memegang daun agar tidak patah. Kemudian selembar daun tembakau yang dihadapkan
ke belakang agar ujung tulang terpadat terkuat dapat dijahit. Berikutnya, daun
dihadapkan ke depan. Tujuannya, permukaan muka daun berhadap-hadapan.
Ibu Siti mengajari saya nyujen atau menjahit daun tembakau |
Daun-daun tersebut tetap berada di jarum
hingga berjumlah lima lembar kemudian ditarik ke arah benang. Cara menariknya
juga mesti hati-hati. Tangan kiri menahan jarum dan jari-jari tangan kanan
digunakan untuk menarik. Begitu terus hingga berjumlah 35 lembar lalu
dipindahkan ke atas tandu untuk diangkut ke bedeng berikutnya. Ibu Siti
memisahkan daun tembakau yang patah saat proses nyujen.
Saya dan Ibu Siti |
Mengeringkan
Daun Tembakau
Daun tembakau yang telah dijahit berpindah
bedeng menuju tempat pengeringan. Di sana telah menanti Bu Rois dan kawan-kawan
yang merentangkan setiap 35 lembar daun tembakau. Daun-daun itu direnggangkan
lagi barangkali agar lebih cepat terjadi penguapan. Ujung-ujung benang rami diikatkan
pada bambu kecil. Ruangan itu beruas-ruas mirip tulang-tulang ikan.
Mengeringkan daun tembakau |
Dua orang bapak memanjati bambu menuju puncak
langit-langit bedeng. Mereka tengah menaikkan daun tembakau ke posisi tinggi
yang mencapai delapan meter untuk juga dikeringkan. Proses pengeringan bisa
sehari semalam atau lebih tergantung kondisi cuaca. Angin mengikis kandungan
air. Warna hijau memudar berganti cokelat keemasan.
Rompos
– Proses Penurunan Daun Tembakau
Rompos atau proses penurunan daun tembakau
yang sudah kering dilakukan pada malam atau pagi hari. Pada saat itulah daun
tembakau pada kondisi yang pas, tidak terlalu kering atau basah. Daun tembakau
seperti itu dinamakan supel. Bukan tembakau gaul, lho he he he.
Seorang ibu sedang merompos atau menurunkan daun tembakau |
Pak Anas meremas satu rami tembakau untuk
menjelaskan tembakau supel. Nah, kalau tembakau terlalu kering ketika diremas
akan hancur seperti kerupuk. Sedangkan tembakau supel itu elastis sebab masih
mengandung air sebanyak 20% sehingga saat kita meregangkannya daun terasa
kenyal. Terlalu banyak air juga mempengaruhi kualitas.
Bu Sus menyatukan rami-rami berisi tembakau
pada sebilah bambu bernama dolok. Satu
dolok berisi empat rami. Pada proses di gudang pengeringan, tembakau ini sudah
wangi namun ketika saya sampai di gudang pengolahan harumnya jauh lebih
semerbak.
Gudang
Pengolahan Tembakau
Gudang pengolahan tembakau miliki Koperasi
Agrobisnis Tarutama Nusantara tedapat di Jenggawah, Jember. Sekitar lima menit
menggunakan kendaraan bermotor. Gudang pengolahan ini cukup besar, besar, dan
ditata cukup apik.
Penyortiran
Daun Tembakau
Saya menyapukan pandangan ke dalam gudang
pengolahan. Semua pekerja yang mencapai 800 orang itu adalah perempuan. Mereka
duduk bersila atau bersimpuh di atas meja. Mereka mengenakan kaos berwarna
cokelat dengan padanan rok atau celana panjang.
Penyortiran daun tembakau |
Ibu Kholifah dari bagian kontrol menjelaskan
kepada saya tentang pernyortiran daun tembakau. Daun-daun tersebut dipilah
sesuai dengan kualitiasnya. Ada beberapa tingkat kualitas yaitu:
BD 1 merupakan daun tembakau yang warnanya
merata, baik itu hijau tua, biru, atau cokelat. Boleh cacat tapi hanya berupa
kotor saja.
I (baca ay) adalah daun tembakau yang
warnanya merata namun memiliki sobek kecil, sedang yang sobeknya besar disebut
II (baca ay-ay). Ini kalau saya tidak salah penulisan dan penyebutan.
Ketika daun memiliki dua warna seperti
tulangnya berwarna cokelat tua sedang daunnya warna cokelat kehijauan maka
dinamakan filler 1. Sedangkan ketika daun memiliki dua warna dan sobek disebut
filler 2 yang akan disortir lagi yang mana yang kuat dan rapuh. Daun rapuh
tidak dipakai.
Saya mencium aroma daun tembakau |
Iseng-iseng saya bertanya pada Bu Kholifah
mengapa pekerja di sini perempuan semua? Setengah bercanda Bu Kholifah
menjawab, “Kalau perempuan kan, lebih telaten. Kalau laki-laki duduk minggir
setengah hari saja enggak kuat.” Kami lalu tertawa bersama.
Melebarkan
Daun Tembakau
Daun-daun tembakau yang sudah selesai proses
sortir dipindah ke bagian lain yang khusus melebarkan daun tembakau. Istilahnya
dibir, ini mungkin istilah khusus
entah dalam Bahasa Jawa Timur atau bahasa produksi.
Dibir atau melebarkan daun tembakau |
Ibu-ibu duduk berhadapan sepasang-sepasang. Mereka
mengambil selembar daun tembakau seraya melebarkannya bersama-sama. Satu ujung
daun dipegang seorang ibu. Daun-daun itu lama-kelamaan menjadi gunungan kecil. Gerakan
tangan mereka begitu ritmis dan kompak seolah sedang menari.
Fermentasi
Tembakau
Ruangan fermentasi tembakau agak lembap dan
panas. Tumpukan-tumpukan daun tembakau kering di atas undakan kayu mengisi
hampir seluruh tempat. Lapisan paling atas tertutup terpal. Bila dilihat lebih
dekat, Tumpukan itu terdiri dari ratusan rami tembakau.
Fermentasi tembakau |
Di tengah-tengah lorong yang tercipta dari
tumpukan tembakau, ada batu bara yang menyala. Menurut Pak Anas, batu bara
berfungsi untuk meningkatkan suhu ketika cuaca lembap seperti hari saya
berkunjung. Di antara rami terdapat bambu untuk mengecek suhu tembakau.
Caranya, mengikatkan termometer ke batang bambu kecil kemudian dimasukkan ke
dalam bambu. Suhu ideal adalah 46 derajat kemudian tumpukan tembakau dibongkar.
Proses fermentasi berjalan sekitar 7 hari.
Ikut sibuk apa ikut foto sih ini? |
Jelajah tembakau belum berakhir. Perjalanan kami terus berlanjut ke sebuah pabrik pembuatan cerutu. Cerutu yang biasanya saya saksikan hanya di dalam film kini hadir di depan mata.
Ternyata lumaya tricky yah teh prosesnya, keren emang para petani Tembakau
ReplyDeletePabriknya menarik ya masih manual. Daun tembakau gede2 gitu baru tau
ReplyDeleteMenarik banget blognya. Saya sih penasaran bunga tembakau beneran harun banget nggak ya, soalnya dulu ada parfum tobacco flower yang aku suka banget
ReplyDeleteMemang enakan yang supel sih daripada yang gaul. Eh, hahahaha ��
ReplyDeleteTernyata tembakau itu gede2 baru tahu om aku pernah nyium aromanya dan bikin seger penasaran pengen nyium juga ��
Jadi pengen ke tempat pengolahan tembakau langsung, penasaran
ReplyDeletesatu sisi, ada ribuan orang yang bergantung pada tembakau. Sisi lain, rokok ga baik buat kesehatan. complicated emang ya teh
ReplyDeletePengen deh main ke Jember, lucky u teh
ReplyDeleteSeneng banget teteh bisa mengunjungi proses dari awal sampai akhir perjalanan tembakau. Aku baca ceritanya aja tertarik untuk melihat langsung ke sana.
ReplyDeleteIbuku pernah cerita kalau jaman kakek dulu punya pabrik tembakau sendiri.
ReplyDeleteMungkin kira-kira seperti ini yaa...
Dan Ibu selalu pingsan asal bau tembakau.
Apakah sebegitu kuatnya aroma si tembakau ini teh?
Kujadi kangen Jember, ya Allah.
ReplyDeleteSeruu banget perjalanan di Jembernya teh, aku baru lihat tembakau ada gede banget :D
ReplyDeleteka mau nanya, letak gudang tembakau tersebut bedekatan dengan BIN CIGAR ?? terimakasih..
ReplyDelete