I Am Hope: Ikuti Jalan Kebahagiaanmu |
Begitu selesai menonton film I Am Hope karya
sutradara Adilla Dimitri (Dilema, 2011) yang juga menulis skenarionya bersama Renaldo
Samsara, saya teringat ucapan Joseph Campbell (1904-1987), seorang sejarawan
Amerika Serikat:
Follow your bliss and the universe will open doors for you where there were only walls.
Ikutilah kebahagiaanmu, maka alam semesta akan membukakan pintunya yang sebelumnya hanya ada dinding.
Film I Am Hope bercerita tentang perjuangan
Mia (Tatjana Saphira: Negeri Van Oranje, 2015) melawan penyakit kanker yang
dideritanya. Ia baru mengetahuinya saat berusia 23 tahun dan telah masuk
stadium tiga. Anak semata wayang dari pasangan Raja Abdinegara (Tio Pakusadewo:
Surat dari Praha, 2016) seorang komposer kawakan dan Madina Abdinegara (Feby
Febiola: Kapan Kawin?, 2015) seorang penulis dan sutradara teater yang juga
mengidap penyakit kanker. Meski anak tunggal, Mia tak pernah merasa kesepian
disebabkan kehadiran teman khayalannya Maia (Alessandra Usman)
Hidup pernah begitu membahagiakan dan
sempurna bagi Mia saat keluarganya masih lengkap dan impiannya menjadi penulis
dan sutradara teater seperti ibunya tercapai. Seperti keberuntungan, cobaan
juga sering datang beruntun. Tak berapa lama setelah ibunya meninggal dunia
karena kanker, Mia divonis kanker. Didorong rasa sayang sebagai ayah, Raja
menghentikan proyek teater Mia secara sepihak. Kebahagiaan Mia satu per satu
tercerabut.
Dalam keputusasaan, Mia masih sering menonton
pertunjukan teater yang mempertemukannya dengan David (Fachri Albar: Pintu
Terlarang, 2009). David mendorongnya untuk terus mengikuti jalan
kebahagiaannya, membuat pertunjukan teater. Atas bantuan David pula, akhirnya
Mia bisa bekerja sama dengan Rama Sastra (Ariyo Wahab: Negeri 5 Menara, 2012)
sebagai produser pertunjukan teaternya. Namun hidup tak pernah begitu mudah
lagi bagi Mia, kini ia mesti berjuang mewujudkan impian dalam kondisi fisik
yang terbatas dan tentangan dari Sang Ayah.
Film I Am Hope terinspirasi dari gerakan
Gelang Harapan yang digagas oleh tiga warriors
of hope yaitu Janna Soekasah, Amanda Soekasah, dan Wulan Guritno yang
didedikasikan kepada para penderita kanker dan keluarganya. Gelang pelangi dari
perca kain desainer Ghea Panggabean ini menjadi unsur penting dalam film. Menjadi
penggerak atau motivasi tokoh Mia dalam menjalani hidup dan impiannya. Gelang
tersebut, diceritakan, diberikan oleh ibunya saat kecil sembari berkata: di
mana ada keberanian, di situ ada harapan.
Kembali pada ucapan Joseph Campbell, ikuti
jalan kebahagiaanmu. Itulah barangkali yang Mia lakukan, dan barangkali itu pulalah yang
membuat film ini patut direkomendasikan bagi para penderita kanker, keluarganya, dan
kita semua. Karena jalan terbaik mendapatkan kesembuhan dan kesehatan adalah dengan merasa bahagia.
Bagi saya, pemilihan profesi tokoh-tokoh
dalam film I Am Hope kebilang unik. Saya yang sejak SMA menggeluti teater
berharap banyak film ini memberi edukasi tidak hanya mengenai penyakit kanker,
lebih dari itu, mengenai teater. Namun sayangnya saya dibuat sedikit kecewa
dengan penggambaran teater yang muluk. Jauh dari kenyataan di Indonesia dan
lebih mirip di Broadway. Mengambil positifnya, katakanlah film ini juga memberi
visi bahwa kelak, dunia teater di Indonesia bisa seperti di Broadway.
Film yang berdurasi 108 menit ini cukup
depresif bagi saya karena hampir 60 % bicara soal kesedihan dengan nuansa yang
cukup kelam. Saya mengerti bahwa film ini menggambarkan perjuangan dan beratnya
mengidap kanker disamping bagaimana bersikap tegar dalam menyikapinya, namun
air mata yang berkali-kali muncul menurut saya agak berlebihan. Ada banyak
pilihan adegan sebagai simbol kesedihan.
Saya teringat film dokumenter The Secret karya Rhonda Byrne, dalam
salah satu scene, film ini menyitir ucapan Carl Jung, perintis psikologi
analitik: What you resist persist. Memberi
sedikit masukan dan semoga bisa diterima dengan baik, bagaimana kalau dibalik,
40 % tentang kesedihan dan 60 % tentang kebahagiaan. Begitulah harapan bisa
lebih banyak muncul.
Dari hati yang paling dalam, saya
mengepresiasi film I Am Hope ini sebagai gerakan nyata terutama Kampanye Gelang
Harapan yang memilih nama kampanye dengan sangat bijaksana, bukan kampanye bebas
kanker atau sebagainya, namun memakai kata 'harapan' dimana pikiran semua orang
yang mendengarnya seperti tersihir ke dunia yang jauh lebih baik. Dengan
menonton film ini, kamu juga bisa perpartisipasi untuk mewujudkan dunia lebih
baik itu karena keuntungan film I Am Hope akan disumbangkan pada penderita
kanker dan keluarganya.
Si Kembar, Eva dan Evi pose dulu depan banner I Am Hope :D |
mantap... semoga banyak yang nonton film ini ..
ReplyDeleteAamiin :)
DeleteHarapan saya semoga filmnya bisa sukses di pasaran Indonesia, jadi biar bener2 bisa mewujudkan untuk sumbangsih ke para penderita kanker.
ReplyDeleteKetika menonton trailernya saya juga merasa kalau Mia akan membuat pertunjukan teater yang sangat besar, saya sempat shock karena selama ini pertunjukan teater yang pernah saya alami tidak pernah "sebesar" itu
ReplyDeleteJujur saya ingin sekali menonton film ini, tapi sayang di purwokerto tidak tayang, padahal dari dulu selalu penasaran sama "Gelang Harapan"
kisah nya mirip mirip kaya film THE FAULT IN OUR STARS gak sih?
ReplyDeleteKeren. Tujuan dari dibuatnya film ini keren, terlepas dari kekurangan dan kelebihan. Berhubung aku belum menonton film ini, aku jadi ingin tau tentang dunia teater yang digambarkan di film ini.
ReplyDeleteikuti kebahagiaanmu maka semsta akan membukanan jalan bener bangaet ya mbak. kebahagiaan cuam kita yg bisa buat
ReplyDeleteYang penting pesannya itu. Pas demi mendukung para penderita kanker
ReplyDeleteYang penting pesannya itu. Pas demi mendukung para penderita kanker
ReplyDeleteFilm nya keliatan keren sih, apalagi nyeritain soal yang mengidap penyakit kanker. Pasti menginspirasi untuk yang punya penyakit kanker supaya tidak putus asa. :D
ReplyDeleteMenurutku ini kolaborasi yang menarik dari desainer, artis, dan penulis skenario utk mewujudkan kampanye ini sampai jadi film ;)
ReplyDelete