Kata orang, waktu seperti terbang bagi mereka yang menikmati. Bagiku,
waktu tak ubahnya seperti seorang nenek paranoid yang sedang menyebrang jalan.
“Ada buku Sitti Nurbaya?” tanya seorang cowok berparas
menarik yang entah kapan masuk ke dalam toko. Aku seperti mengenalnya. Tapi sudahlah,
toh banyak orang yang datang dan pergi semenjak toko ini dialihtangankan
kepadaku. Mungkin salah satu pelanggan.
“Ada,” jawabku singkat.
“Bukunya masih bagus?”
Malas menjawab pertanyaannya, aku bergegas menuju deretan
rak yang memuat buku klasik Indonesia. Cowok itu mengikutiku dengan cepat. Sesaat
dipandangi buku-buku itu. Dengan cekatan, tangannya mengambil buku yang ingin
dibelinya. Dia berdecak kagum.
“Saya sudah mencarinya ke mana-mana, tapi tidak ketemu.
Dari mana kamu mendapatkannya?”
“Kamu tadi masuk ke toko ini baca plang apa tidak?”
tanyaku gemas.
Cowok itu hanya terkekeh canggung.
Roemah Boekoe Ayaib atau dibaca rumah buku ajaib, itu
yang tertulis di plang tokoku. Memang sangat ajaib karena semua buku dari mulai
era klasik hingga batas buku cetak diproduksi, tersedia di toko buku ini. Toko ini berlantai dua,
luasnya tiga hektar. Sayangnya, aku tidak punya cukup uang untuk menggaji
pegawai. Hanya aku yang berseliweran di sini. Tidak masalah, setiap inci tempat
ini sudah seperti urat nadiku. Aku hafal betul buku apa saja yang tersedia dan
di rak mana aku akan menemukannya.
“Ada kartu nama? Nomor telepon atau website tempat pembelian online?”
tanya cowok itu setelah membayar buku.
Aku menggeleng.
“Sayang sekali. Mau aku bikinkan?”
“Tidak, terima kasih.”
“Kalau begitu, besok saya akan datang lagi bersama teman
ke sini.”
“Besok tokonya tutup.”
“Kenapa?”
Aku berjalan membukakan pintu toko untuknya.
“Terima kasih sudah berbelanja di sini. Kapan-kapan
datang lagi ya,” usirku halus.
Cowok itu mendekatiku, memandangku lekat.
“Buku ini untukmu,” ujarnya sambil menyerahkan buku Sitti
Nurbaya.
“Lho, bukannya buku ini ingin kamu baca?”
“Buku ini rindu kamu baca. Toko ini, rindu kamu bersihkan. Sudah
sangat berdebu. Toko buku ini juga butuh peremajaan.” Cowok itu menyisipkan
buku di antara jariku.
“Aku akan menutup toko ini besok. Aku sudah punya bisnis
yang baru.”
“Tindakan yang kurang bijaksana, Nona. Masih banyak yang
mau membaca buku. Percayalah. Saya mau membantumu mengurusi toko ini.”
“Sampai
jumpa,” tukasku seraya mendorongnya keluar.
Cowok itu pembual! Mana ada orang yang mau mendedikasikan
hidupnya untuk toko mati ini. Zaman sudah beralih pada dunia digital. Aku saja
sudah sangat bosan dengan buku, dengan toko buku. Rasanya seperti dikubur
hidup-hidup dalam piramida.
Kulemparkan
buku itu ke meja kasir. Sebuah foto meluncur dari dalam buku. Kuraih foto berwarna
hitam putih pudar itu, kucermati, kemudian tertegun cukup lama.
Tanggal berapa ini? Kulirik jam tangan. Kupikir waktu sudah mati, ternyata dia masih melangkah dengan pasti.
Hari ini tepat tanggal 27 Maret. Tanggal dimana Kakek membeli buku pertama kali dan jatuh cinta pada
dunia literasi. Buku itu adalah Sitti Nurbaya! Ayah sering menceritakannya
padaku. Aku tidak sempat bertemu dengan Kakek. Aku hanya mengenalnya lewat foto
dan dongeng Ayah.
Kusapu
ujung mataku yang berair. Foto yang kupegang itu adalah potret Kakek sewaktu
muda. Aneh, cowok yang mampir tadi mirip Kakek. Ah, mungkin aku terlalu banyak
membaca buku fantasi.
jika saat itu -yang tidak dikisahkan tahun berapa- zaman 'buku kertas' sudah digantikan dengan 'buku digital', 'mestinya sih nggak ada 'koleksi buku terbaru' dong. Buku terbaru pastinya dijual secara digital. Just a thought. :)
ReplyDeleteAh iya, betul. Terima kasih masukannya. Saya ubah sekarang :)
Deletehuhuhu aku suka nih flash fictionnya ^^
ReplyDeleteMakasih ya Dweedy :)
DeleteJadi siapa si cowok ituh? Titisan si kakek kah? Jadi, akhirnya toko bukunya tetap buka apa di tutup? Misteri ahh misteri. Kalo ada elemen surprisenya lebih ngena nih. Plotnya teramat sederhana yah tapi diimbangi ama setting dan karakter si aku jadi cukup menarik. :D
ReplyDeleteMakasih masukannya Va :)
Deleteini udah diedit, ya mbak vi? bagus. kakeknya datang lagi untuk ngingetin :)
ReplyDeleteIya Mbak Isti, aku edit bagian yang dikasih masukan sama Mas Attar :)
DeleteAduh, ternyata sang kakek yang datang :)
ReplyDeleteSemacam titisan sang kakek :)
DeleteOoh, pemuda itu semacam titisan kakeknya kah? bagus, ada pesan positif di balik cerita :)
ReplyDeleteIya. Makasih Mbak Helda ^_^
DeleteSuka gaya penceritaannya! *dorong ide
ReplyDeleteMakasih ya Eskak :)
DeleteCeritanya keren mba.. :)
ReplyDeleteMakasih Mbak Santi ^_^
Deletemudah2an tidak jadi dituutp tokonya :)
ReplyDeleteCeritanya boleh dilanjut sendiri Mbak Lyd :)
Deletepingin mampir ke toko bukunya...semua buku ada:). tentang tgl 27 maret, tanggal pertama kali beli buku, pasti ada kisah menarik dibaliknya, karna menjadi tanggal yg diinget. saya aja ga inget kapan pertama kali beli buku,hehe
ReplyDeleteSaya juga enggak inget kapan tanggal pertama kali beli buku. Inget tahunnya aja :D
Delete'toko buku'-ku juga pake tokoh kakek tua :D
ReplyDeleteUdah baca, dan suka banget sama cerita Kaka :)
Deleteantara terharu tp merinding :D
ReplyDeleteSenangnya ada yang terharu baca ini T.T
Delete:)
ReplyDeleteNumpang ya min ^^
ReplyDeleteAyo buruan bergabung di www,kenaripoker
Bonus 50% hanya deposit Rp 10.000 sudah bisa mainkan banyak game disini, TO rendah tidak menyekik player, server baru dengan keamanan dan kenyamanan yang lebih!
hanya di kenaripoker
WHATSAPP : +855966139323
LIVE CHAT : KENARIPOKER COM
ALTERNATIVE LINK : KENARIPOKER COM