Sang Makelar


Aku tersesat dalam rimba impian. Impianku tidak sederhana, mungkin tidak masuk akal. Impianku hidup dalam dunia imajinasi. Kau tidak perlu mengerti, cukup percaya kalau aku bisa mewujudkannya.

Keluargaku tidak memiliki kesadaran terhadap pendidikan. Mereka adalah kaum perantau dan pedagang. Untuk dapat mengenyam pendidikan, aku harus berusaha keras. Ayah dan Mama memiliki anak banyak, perhatian begitu banyak terbagi.


Aku lebih banyak belajar dari buku dan film. Ayahku suka menonton film, berlawanan dengan Mama. Diam-diam aku selalu ikut menonton. Ada satu film yang mengubah dan mempengaruhi hidupku, judulnya “Gone With The Wind”. Aku menonton dan membaca puluhan kali. Aku jatuh cinta pada Scarlet O’hara. Bagiku dia adalah tokoh pembaharu pada zamannya. Scarlet juga seorang pedagang, berkecimpung di dunia bisnis yang notabene adalah dunia laki-laki.

Aku bertekad ingin menjadi penulis dan sutradara film yang bisa merubah cara pandang seseorang seperti film “Gone With The Wind”. Aku mulai menulis dan membuat komik. Sejak SMA aku aktif dalam kegiatan teater. Teater mirip dengan film dari segi menyatukan unsur-unsur seni seperti keaktoran, penyutradaraan, tata cahaya, dan lain-lain. Masuk kuliah, aku mulai membuat film-film pendek, mengikuti beberapa ajang film festival—walau tidak menang.

Menjelang akhir kuliah, aku membuat sebuah perusahaan kecil bergerak di bidang video shooting. Dunia bisnis membuatku tersesat. Aku bangkrut kemudian melanjutkan kuliah, lulus dan akhirnya bekerja. Dunia kerja memperkenalkanku pada virus mengerikan bernama “marketing”. Sekali kau terjun kesana, selamanya sulit mengelak.

Aku lelah, ingin menjalani impian sesungguhnya. Berbekal pengalaman minim, aku kembali berwirausaha. Kali ini berbeda, tanpa modal dan partner usaha. Aku tersesat lebih dalam. Kau boleh memanggilku ‘Sang Makelar’ sekarang. Sang Makelar, bisa membuat apa saja. Aku berkecimpung dalam bisnis kreatif. Aku bisa membuat banyak hal, tapi tidak bisa sendirian. Aku punya kemampuan manajemen, presentasi, menulis, membuat konsep tapi tak bisa mengeksekusi secara langsung. Aku tidak punya kamera, lighting dan peralatan lain untuk membuat film.

Kembali pada impianku hidup di dunia imajinasi yang mewujud menjadi buku dan film. Perjalanan tidak pernah mulus, dari situ aku belajar. Aku ingin percaya bahwa sekarang telah berada pada rel yang benar. Tahap belajar paling sulit adalah penerimaan bahwa aku belum bisa, belum sukses, belum bisa menggapai impian, setelah itu mari berlari.

Aku tidak malu jadi ‘Sang Makelar’. Itulah pekerjaanku. Tidak perlu menggantinya dengan kata-kata indah. Profesiku adalah “Pemburu mimpi”. Aku mengikuti gairah hidup, ekspresif dan spontan. Setiap kali lelah mencapai impian, kukatakan pada diri sendiri:


“I will think about that tomorrow!” ― Margaret Mitchell, Gone With the Wind ---

Besok semua masalah bisa terselesaikan. Imajinasi dan realitas selalu akan menuntunku kembali. Jika kamu tersesat, percayalah, impian akan menuntunmu kembali apapun profesimu.
Evi Sri Rezeki
Evi Sri Rezeki

Selamat datang di dunia Evi Sri Rezeki, kembarannya Eva Sri Rahayu *\^^/* Dunia saya enggak jauh-jauh dari berimajinasi. Impian saya mewujudkan imajinasi itu menjadi sebuah karya. Kalau bisa menginspirasi seseorang dan lebih jauhnya mengubah peradaban ^_^

6 comments:

  1. ciaoo yaaa ;), same here gw juga support buat kuliah berusaha ga bebanin ortu, bela2in fotokopi ga beli buku, baru py kamus bagus semester 3 hehe ;)

    ReplyDelete
  2. iya menuju kemandirian financial dan kebebasan financial put.. amiinnn..

    ReplyDelete
  3. Akhirnya aku dapat sambungan cerita yang kemaren disini.
    Semangat neng :)

    ReplyDelete