Pertanian sayur di Desa Tarumajaya |
Kerapkali kita
terperangkap dalam gambaran ideal kehidupan dan lanskap alam perdesaan yang utopis.
Bahwa alam perdesaan selalu subur, hijau, dan lestari. Bahwa mayoritas mata
pencaharian di desa adalah bertani, berladang, berkebun, atau beternak. Bahwa anggota
masyarakat desa memiliki lahan garapan sendiri-sendiri yang diolah sehingga
menjaga daerah hutan maupun sungai. Sebelum saya terjun untuk meneliti perkebunan
kopi, saya juga membayangkan kehidupan tenteram loh jinawi seperti itu. Namun riset
demi riset telah membuka mata saya: desa adalah tempat yang kompleks di mana
hubungan antara manusia dan alam dipertaruhkan.
Sejak tahun 2023, saya
melakukan penelitian tentang agroforestri berbasis kopi di Desa Tarumaja. Desa
ini berada di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum dan mayoritas penduduknya
bermata pencaharian sebagai petani sayur. Aktivitas pertanian sayur yang
dilakukan masyarakat telah meluas hingga wilayah hutan dan sekitar aliran
sungai, sehingga menjadi salah satu penyebab utama berbagai permasalahan
lingkungan. Berbagai pihak, baik dari tingkat lokal maupun pusat, telah
berupaya mengatasi beragam masalah lingkungan di Desa Tarumajaya. Salah satu
inisiatif yang berhasil membawa perubahan signifikan adalah program ecovillage
Tarumajaya, yang akhirnya mengantarkan desa ini meraih penghargaan Kampung
Berseri Astra (KBA).
Sejarah dan Latar Belakang Desa Tarumaja
Desa Tarumajaya yang
dimekarkan pada tahun 1979, secara administratif termasuk dalam Kecamatan
Kertasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah 2.745
hektar, terletak pada ketinggian 1.500–1.650 meter di atas permukaan laut, dan
memiliki topografi berbukit dengan rangkaian gunung berapi seperti Gunung
Wahyang, Gunung Windu, dan Gunung Haruman di sekelilingnya. Kondisi ini
menjadikan tanah di Desa Tarumajaya berupa andosol berwarna hitam yang subur,
cocok untuk pertanian lahan kering. Suhu udara di sini sejuk hingga dingin,
dengan rata-rata 15–20°C.
Sistem tumpangsari sayur dan pohon keras di Desa Tarumajaya |
Desa ini juga berada di
titik nol Sungai Citarum, sehingga memiliki peran penting dalam pengelolaan air
di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Sungai Citarum, sebagai sungai
terpanjang di Jawa Barat sepanjang 269 kilometer, menerima air dari tujuh
sumber mata air—antara lain Pangsiraman, Cikolebere, dan Cikahuripan—yang
kemudian ditampung di Situ Cisanti sebelum mengalir ke hilir. Dengan lanskap
alaminya, Desa Tarumajaya memiliki potensi besar baik dari sisi ekosistem
lingkungan maupun ekonomi.
Situ Cisanti di Desa Tarumajaya |
Sebagian besar penduduk
Desa Tarumajaya bekerja sebagai petani dan buruh tani, menjadikan sektor
pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama. Praktik perkebunan dan
pertanian telah dimulai sejak zaman kolonial Hindia-Belanda.
Namun, penguasaan lahan
di desa ini sebagian besar dipegang oleh perkebunan besar, yakni PTPN VIII
seluas 1.200 hektar (43,7%), Perum Perhutani 819,9 hektar (29,9%), dan PT
London Sumatera 627,4 hektar (22,9%). Hanya 97,7 hektar (3,6%) lahan yang
dimiliki oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan Desa Tarumajaya dikelilingi oleh
perkebunan teh dan hutan negara, yang berujung pada masalah sosial lainnya,
seperti terbatasnya pilihan pekerjaan dan tingginya tingkat pengangguran serta
kemiskinan.
Untuk mengatasi pelbagai
permasalahan pelik tersebut, adalah beberapa warga yang berlatar belakang
pegiat lingkungan bekerja sama dengan pemerintah Desa Tarumajaya mengembangkan
konsep ecovillage sebagai cara hidup yang menyeimbangkan kebutuhan
manusia dan pelestarian alam.
Prinsip Utama Ecovillage di Desa Tarumajaya
Konsep ecovillage
berakar dari kesadaran akan dampak negatif perkembangan industri dan urbanisasi
terhadap lingkungan. Untuk mengatasi tantangan ini, ecovillage di
Tarumajaya menerapkan beberapa prinsip utama:
- Keberlanjutan Lingkungan: mengutamakan praktik-praktik ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari, seperti pertanian organik, pengelolaan limbah yang efektif, daur ulang, dan penggunaan energi terbarukan.
- Kesejahteraan Sosial: Masyarakat Desa Tarumaja hidup dalam lingkungan yang saling mendukung dan saling berkolaborasi. Mereka berbagi sumber daya, keterampilan, dan pengetahuan untuk menciptakan harmoni sosial yang kuat.
- Keberlanjutan Ekonomi: Ecovillage Tarumajaya berusaha menciptakan ekonomi lokal yang mandiri dan berkelanjutan, dengan mempromosikan produk lokal dan berusaha meminimalkan ketergantungan pada barang dan jasa dari luar.
Salah satu insiator Ecovillage
Tarumajaya adalah Kang Gus Kamajaya yang akrab dipanggil Kang Uus. Pada satu
kesempatan wawancara, beliau bercerita kepada saya bawa ada pola yang
dikembangkan dalam ecovillage ini, yaitu:
- Eco-personal yaitu mengeset pola pikir diri
sendiri untuk mencintai alam. Pola pikir akan perubahan perilaku. Contoh
kecilnya adalah membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya.
- Eco-family yaitu setelah pola pikir dan
perilaku kita mencintai alam, kita akan menularkannya pada keluarga. Perilaku
yang konsisten akan memberi contoh dan itu sangat efektif. Misalnya, seorang
bapak yang selalu membuang sampah pada tempatnya akan diikuti oleh istri dan
anak-anaknya.
- Eco-community yaitu satu keluarga yang terbentuk
mencintai alam akan menyebarkan paham ini kepada keluarga besarnya bahkan
kepada satu kampung. Seperti yang terjadi di Desa Tarumajaya.
- Eco-leadership yaitu seseorang yang berwawasan
cinta lingkungan apabila menjadi pemimpin akan selalu mempertimbangkan
lingkungan hidup sehingga berdampak pada anggota-anggotanya.
Praktik-Praktik Berkelanjutan di Ecovillage di Desa Tarumajaya
Sebagai desa yang
berfokus pada keberlanjutan, ecovillage Tarumajaya mengadopsi berbagai
praktik berkelanjutan dalam aspek kehidupan sehari-hari. Moto dari ecovillage
Tarumajaya adalah “Kita jaga alam, alam jaga kita” yang berarti sangat luas. Moto
itu dimanifestasikan ke dalam gerakan dalam menangani masalah sampah domestik,
lahan kritis, limbah ternak, sanitasi, dan pencemaran limbah cair.
Pusat pengolahan sampah di Desa Tarumajaya |
Ecovillage di Tarumajaya mengembangkan sistem
pengelolaan limbah yang baik. Mereka mempraktikkan pemilahan sampah, daur
ulang, dan kompos, yang membantu mengurangi volume sampah yang berakhir di
tempat pembuangan akhir. Desa Tarumajaya menyosialisasikan pemisahan sampah organik
dan anorganik. Setiap rumah memiliki tungku sampah anorganik untuk
sampah-sampah tidak bernilai ekonomi. Sementara bagi yang bernilai ekonomi
dapat didaur ulang atau ditukar ke bank sampah. Sampah-sampah organik dijadikan
pupuk malah sebisa mungkin sampah dihabiskan di dapur. Selain itu ada
pengelolaan sampah khusus yang menangani pembuatan sampah organik ini yang
dimotori oleh Jangkar atau jaringan kerja organik. Desa juga membentuk
Pokdarwis yang bahu-membahu menyiapkan plastik sampah dan bergotong-royong
memunguti sampah.
Situ Cisanti di Desa Tarumajaya |
Penanganan lahan kritis
terutama di DAS Citarum diatasi bersama-sama oleh Masyarakat, pemerintah desa,
maupun program pemerintah pusat. Lahan-lahan kritis ditanami pohon keras yang
ditumpangsarikan dengan tanaman pangan seperti di Bukit Paesan. Tanaman keras
yang dipilih salah satunya adalah kopi dan alpukat. Sehingga selain
mengkonservasi alam juga memberi tambahan penghasilan bagi masyarakat.
Kebun kopi Kang Uus |
Menariknya, konsep ecovillage
di Desa Tarumajaya ini melahirkan Peraturan Desa (Perdes) Tarumajaya Nomor 2
Tahun 2022 yang menetapkan kewajiban bagi setiap pasangan calon pengantin dan
orang tua atau wali yang ingin mencatatkan kelahiran baru untuk menanam pohon.
Bibit pohon berupa tanaman produktif seperti kopi dan alpukat yang telah
disediakan oleh pemerintah desa. Perdes ini mendorong penduduk untuk lebih
aktif dalam pelestarian lingkungan. Dua pohon untuk setiap pasangan pengantin
dan satu pohon untuk setiap kelahiran baru.
Dalam bidang pertanian, Desa
Tarumajaya mengurangi penggunaan bahan kimia dan mengadopsi metode pertanian
organik. Teknik ini tidak hanya meningkatkan kesehatan tanah dan tanaman,
tetapi juga menghasilkan produk pangan yang lebih sehat bagi anggota komunitas.
Misalnya, Kang Uus dalam penanaman kopi hanya menggunakan pupuk kandang.
Energi yang digunakan di ecovillage
juga sebagian besar berasal dari sumber energi terbarukan seperti panel surya
atau solarsel.
Sebagian warga Desa
Tarumajaya merupakan peternak sapi perah. Kotoran-kotoran sapi merupakan limbah
karena menyebabkan pencemaran udara dan merusak air. Masalah tersebut ditangani
dengan inovasi untuk membuat biogas dan pupuk cair.
Kang Uus berinovasi untuk
membangun biogas dari kotoran ternak yang menghasilkan setiap satu kandang
ternak di Desa Tarumajaya bisa dimanfaatkan untuk dua rumah. Biogas ini
disambungkan kepada dapur-dapur warga sehingga dapat digunakan untuk memasak.
Sementara untuk kotoran padat diolah menjadi pupuk cair yang dapat membantu
untuk praktik pertanian penduduk.
Manfaat Ecovillage di Desa Tarumajaya bagi Lingkungan dan Masyarakat
Ecovillage memberikan banyak manfaat, baik bagi
lingkungan maupun masyarakat. Di sisi lingkungan, ecovillage membantu
mengurangi emisi gas rumah kaca, menjaga keanekaragaman hayati, dan melindungi
ekosistem lokal dari degradasi. Dengan mengurangi ketergantungan terhadap bahan
bakar fosil dan mengadopsi praktik ramah lingkungan, Desa Tarumajaya memberikan
kontribusi positif terhadap upaya pelestarian alam.
Dari segi sosial, ecovillage
menawarkan gaya hidup yang lebih sehat dan berkualitas. Masyarakat Desa
Tarumajaya telah mempromosikan pola hidup sehat, dengan akses terhadap pangan
organik dan lingkungan yang bebas polusi. Selain itu, interaksi sosial yang
kuat dalam komunitas meningkatkan kesejahteraan mental dan emosional para penduduknya.
Dari segi ekonomi, ecovillage
di Desa Tarumajaya telah memberi alternatif penghematan biaya dengan
menggunakan pupuk organik maupun pupuk cair dari hasil pengolahan sampah dapur
maupun limbah ternak. Ini juga meringankan beban rumah tangga dalam pengeluaran
gas.
Sistem tumpangsari pohon kopi |
Sisi ekonomi lainnya, masyarakat
yang menanam kopi maupun alpukat mendapatkan penghasilan dari situ. Kopi maupun
alpukat tidak banyak membutuhkan perawatan dan pupuk. Namun secara nilai
ekonomis tinggi. Kebanyakan petani kopi di Desa Tarumajaya masih menjual kopi
berupa buah ceri. Ceri-ceri tersebut ditampung oleh para pengepul. Namun oleh
Kang Uus, ceri kopi dibuat produk olahan bubuk yang diberi merk Sapoci Kopi. Bumdes
Tarumajaya juga melakukan hal serupa dengan mengolah kopi yang dipakai langsung
di kedai kopi.
Kilometer 0 Citarum di Desa Tarumajaya |
Ecovillage di Desa
Tarumajaya juga dikembangkan sebagai desa wisata ramah lingkungan. Destinasi
wisata yang bisa kamu datangi di sini adalah Situ Cisanti dan Bukit Pakawa. Menyenangkan
sekali untuk berkeliling di Situ Cisanti yang asri dan tenang. Bagi yang suka
kemping bisa di Bukit Pakawa. Desatinasi wisata ini juga menyumbangkan lapangan
pekerjaan bagi penduduk Desa Tarumajaya.
Tantangan dalam Pengembangan Ecovillage
Meskipun banyak
manfaatnya, pengembangan ecovillage juga memiliki tantangan.
Implementasi teknologi ramah lingkungan sering kali membutuhkan biaya awal yang
tinggi. Selain itu, dibutuhkan waktu untuk mengedukasi masyarakat dan mengubah
pola pikir agar siap beradaptasi dengan konsep ecovillage yang baru dan
berkelanjutan ini.
Secara keseluruhan, ecovillage
adalah model komunitas yang menawarkan solusi untuk menghadapi krisis
lingkungan sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sebagai sebuah
konsep yang mendukung kehidupan harmonis antara manusia dan alam, ecovillage
yang diterapkan di Desa Tarumajaya bisa menjadi inspirasi bagi banyak desa
dan kota untuk menyeimbangkan kebutuhan manusia dan pelestarian alam dengan
mengadopsi gaya hidup yang lebih berkelanjutan.
#LFAAPADETIK2024 #BersamaBerkaryaBerkelanjutan #KitaSATUIndonesia
Wah, keren ya sekarang banyak Ecovillage 👏🏻
ReplyDeleteBtw, hebat Mba Evi masih konsisten ngeblog yaa :D