Pustaka Hijau, Sebuah Ruang Harapan untuk Bangkit Bersama JNE |
Mengingat
masa pandemi bukan sesuatu yang mudah bagi saya. Bagaimanpun pandemi telah
merenggut banyak hal dari saya. Katakanlah mata pencaharian saya, mata
pencaharian orang tua saya yang berujung pada harus dijualnya rumah toko tempat
saya menghabiskan masa kecil hingga dewasa, dan puncaknya adalah meninggalnya
kedua kakak laki-laki saya. Satu-satunya hal baik yang bisa saya syukuri adalah
berdirinya Pustaka Hijau, sebuah ruang harapan untuk bangkit bersama. Dan seperti
yang kita rasakan, masa pandemi membuat kita sangat bergantung pada dunia
digital dalam berkomunikasi maupun memenuhi kebutuhan. Kondisi ini mempercepat tumbuhnya
dunia e-commerce yang tetap membangkitkan perekonomian. Sehingga jasa ekspedisi
berperan penting seperti JNE. Pustaka Hijau pun sangat terbantu dengan adanya
JNE.
Sejarah dan Visi Misi Pustaka Hijau
Baiklah
saya akan ceritakan dari awal bagaimana Pustaka Hijau terbentuk. Sejak kecil,
saya memiliki impian untuk membangun perpustakaan umum sendiri. Impian itu
tercapai ketika saya SMP kelas dua. Namun perpustakaan itu tidak seperti
perpustakaan umum, lebih seperti penyewaan buku bagi teman-teman sekolah saya. Mereka
akan memesan buku dari daftar yang saya susun lalu saya akan membawakan
buku-buku pesanan ke sekolah. Perpustakaan di rumah hampir tidak tersentuh
kawan-kawan sekolah saya ataupun anak-anak di lingkungan rumah. Impian saya
sejatinya adalah sebuah ruang komunitas di mana banyak orang bisa berekspresi
dan berbagi ilmu. Impian itu kemudian tertimbun oleh kesibukan dan cita-cita
lain sehingga hampir terlupakan.
Kelas menulis di Pustaka Hijau |
Pada
pertengahan tahun 2020, kondisi saya dan keluarga mulai terpuruk sebab pandemi
Covid-19. Pekerjaan-pekerjaan menghilang dan saya mulai terlilit hutang. Saya
kemudian menjual puluhan buku dari koleksi perpustakaan pribadi saya. Tak
disangka seorang kakak kelas saya di teater SMA memborong buku-buku tersebut
dan memberikannya kembali pada saya. Saya malu jika harus mengambil buku-buku
tersebut lagi dan tetap memakai uang penjualannya. Dari kondisi tersebut saya
jadi punya ide untuk merealisasikan impian saya membuat perpustakaan umum.
Apalagi ini di masa pandemi, banyak anak-anak sekolah di rumah, mulai dari SD
sampai SMA.
Pustaka
Hijau memiliki visi menjadi ruang literasi dan hobi. Basisnya tentu literasi
sebab literasi bukan hanya membaca dan menulis, lebih dari itu bagaimana
berpikir kritis, melihat segala sesuatu secara holistik, dan bagaimana
mengambil keputusan yang dapat memperbaiki kehidupan seseorang. Sebab lain
titik toloknya dari literasi adalah saya dan Hanif tahu bahwa tidak semua orang
memiliki kesempatan pendidikan yang sama. Seperti saya saat lulus SMA dan tidak
bisa kuliah. Saya akhirnya bekerja sambil kuliah. Di Punclut, banyak anak putus
sekolah atau hanya tamat SMA. Anak-anak ini terpaksa bekerja untuk membantu
perekonomian keluarga. Pustaka Hijau berusaha mengisi atau memberikan
alternatif pendidikan nonformal makanya membentuk ruang literasi dan hobi untuk
mengasah minat dan bakat.
Perpustakaan
berisi buku-buku fisik di zaman sekarang kurang diminati, saya sadar hal
tersebut. Untuk pengembangannya, Pustaka Hijau tentu ingin berbasis digital,
tapi apalah daya saat itu kondisi saya dan Hanif sangat terbatas. Peralatan
seperti laptop, smartphone, dan internet seadanya saja. Kami mulai dari
yang bersifat fisik dulu meski karena pandemi jumlah orang yang datang kami
batasi.
Pustaka Hijau, Sebuah Ruang Harapan untuk Bangkit Bersama
Pustaka
Hijau tidak akan ada tanpa andil banyak orang. Pustaka Hijau adalah sebuah
ruang harapan untuk bangkit bersama dari keterpurukan pandemi.
Seorang
sahabat Hanif memberikan kami modal untuk membuat rak-rak buku. Ruang tamu
rumah kontrakan di lantai satu saya kemudian disulap menjadi perpustakaan mini.
Berdiri dua rak sedang dan satu rak kecil. Pak Tono, tetangga kami membantu
Hanif membuatkan rak-rak tersebut. Karena udara di Punclut dingin, lantainya
kami lapisi dengan triplek dan karpet. Masalahnya, ketika kami susun buku-buku
di rak terasa kosong. Ya, memang hanya ada puluhan buku. Itu pun sudah ditambah
lagi oleh buku-buku lain dari perpustakaan pribadi saya di atas.
Saya
berpikir keras bagaimana mendatangkan buku-buku. Akhirnya saya membuat
pengumuman penerimaan sumbangan buku-buku bagi Pustaka Hijau di berbagai media
sosial dan WhatsApp Group saya. Tak lupa saya pun membuat media sosial khusus
Pustaka Hijau. Ternyata buku-buku yang masuk cukup banyak dan tidak terputus.
JNE #JNE32tahun merupakan jasa ekspedisi yang kerap kali mengantar buku-buku
tersebut. Sesuai dengan tagline JNE yaitu #ConnectingHappiness terasa
sekali #JNEBangkitBersama kami sebagai ruang yang baru saja tumbuh. Seiring
dengan waktu, saya dapat melihat ketiga rak buku terisi penuh.
Pustaka Hijau membuka donasi buku |
Visi
misi Pustaka Hijau adalah ruang literasi, media ekspresi juga kreativitas, dan
pengembangan hobi yang syukur-syukur bisa menjadi profesi. Untuk itu, harus ada
kegiatan-kegiatan selain perpustakaan yang justru ini membuat ramai. Kami mulai
dengan tiga kelas yaitu menulis novel, kriya, dan merajut. Sebagai fasilitator menulis
adalah saya, kriya difasilitasi oleh Hanif, dan kelas merajut, saya menggandeng
sahabat saya, Teh Besti. Mengapa menulis novel, kriya, dan merajut?
Pertimbangannya sederhana, itulah hal-hal yang dapat kami bagi. Kami bertiga
kemudian menyusun bahan-bahan yang diperlukan karena kami ingin setiap orang
yang datang tidak dibebani harus membeli ini-itu alias gratis! Kakak kelas saya
di teater SMA mengulurkan tangan lagi dengan menyediakan bahan-bahan yang
dibutuhkan tersebut. Setiap kelas hanya berisi 5-7 orang saja karena ruangannya
memang kecil.
Pada
awalnya, Pustaka Hijau ditargetkan untuk anak-anak, remaja, dan ibu-ibu di
sekitar Punclut. Seperti yang saya ceritakan di atas, anak-anak dan remaja di
sekitar Punclut yang banyak putus sekolah atau tidak melanjutkan ke jenjang
kuliah. Pustaka Hijau mendorong mereka untuk menekuni minatnya agar kelak mampu
membuka usaha sendiri. Sedangkan alasan sasarannya ibu-ibu adalah ibu sebagai
tonggak utama pendidikan anak juga harus mendapatkan edukasi agar bisa mendampingi
anak. Pengembangan hobi menjadi profesi bagi seorang ibu bertujuan agar ibu
juga mampu membangun perekonomian keluarga secara mandiri.
Kelas kriya di Pustaka Hijau |
Saya
dan Hanif memang sudah melakukan pendekatan pada tetangga-tetangga sejak awal
tahun 2020 sebelum ada pandemi Covid-19. Ada beberapa tetangga yang dekat yang
kami ajak untuk ikut kegiatan Pustaka Hijau. Namun prosesnya tidak semulus itu.
Kebanyakan Ibu-ibu menolak ikut kegiatan dengan berbagai alasan. Sementara
tidak banyak anak-anak kecil atau remaja yang saya kenal. Untungnya ada Tina
yang sudah seperti adik saya, anak Pak Tono yang membantu saya mengajak para
remaja untuk berkecimpung di Pustaka Hijau.
Setiap
kelas berlangsung selama tiga sampai empat bulan. Selama itu terjalin kedekatan
saya dengan para remaja tersebut. Saya mengenal Tina, Sela, Yulia, Hilda,
Hanisyah, Junita, Ikbal, Tia, Resti, dan Fitri. Mereka yang berjuang untuk
membantu orangtuanya dan merelakan kesempatan untuk meraih pendidikan di
perguruan tinggi. Karena itu saya dan Hanif mendorong mereka untuk membuka
usaha sendiri selain bekerja dengan membuka kelas wirausaha yang difasilitasi
oleh sahabat saya, Samnyong. Meski pada akhirnya hanya satu-dua orang yang
berwirausaha dan memilih bekerja.
Kolaborasi Pustaka Hijau, Hanif Oi the Craft Specialist, dan JNE
Agar
para remaja yang berkiprah di Pustaka Hijau bersemangat untuk terus
mengaplikasikan ilmu mereka di bidang kriya dan merajut, saya dan Hanif membuka
kerja sama untuk menjualkan produk-produk yang mereka bikin di toko online Hanif
Oi the Craft Specialist. Salah satu ekspedisi favorit kami adalah JNE. JNE sudah
terbukti aman, tepat waktu, banyak gerainya sehingga mudah mengirimkan barang,
harganya terjangkau, dan masih banyak keunggulan lainnya.
Kelas kriya di Pustaka Hijau |
JNE
berkiprah di dunia ekspedisi selama 32 tahun. Sepak terjang JNE mengikuti
perkembangan zaman dan inovasi yang tercipta semakin memudahkan toko online
maupun konsumen. Gerainya tersebar di seluruh pelosok Nusantara sehingga bisa
mencapai berbagai tempat. Kalau kita tidak sempat datang ke gerai, toko online
dapat meminta kurir buat jemput barangnya tanpa kena tambahan biaya. JNE
membantu saya mengembangkan bisnis kriya yang secara tidak langsung memberikan
suntikan semangat bagi para remaja yang bergiat di Pustaka Hijau.
Kolaborasi Pustaka Hijau, Hanif Oi the Craft Specialist, dan JNE
Selama
pandemi di tahun 2020 hingga pertengahan 2022, Pustaka Hijau tidak saja menjadi
ruang harapan untuk bangkit bersama, juga menjelma ruang hangat dan keluarga
kedua bagi kami. Banyak pembelajaran yang saya dapat, bukan saja untuk para
remaja. Merekalah yang lebih banyak memberi saya pelajaran dan terutama
harapan, bahwa dunia akan baik-baik saja, dunia akan bangkit selama kita
bersama.
#jnecontentcompetition2023
No comments:
Post a Comment