Drama Korea Beethoven Virus, Jatuh Bangun Menggenggam Nilai-nilai Kebahagiaan Hidup


“Apa kau bahagia? Tentu, aku tahu. Ada banyak jenis orang. Orang yang merasa uanglah yang terbaik di dunia. Orang yang menerima hanya makan nasi dengan selembar kimchi. Orang yang mengirim semua tabungannya ke orang miskin di Ethiopia, jadi mereka bisa tidur dengan pikiran tenang. Mereka semua berbeda. Tidak ada yang benar atau salah. Hidup dengan nilai-nilaimu. Jadi, Kang Gun Woo, dengan nilai-nilaimu saat ini apakah kau bahagia?”

Drama Korea Beethoven Virus, Jatuh Bangun Menggenggam Nilai-nilai Kebahagiaan Hidup
Drama Korea Beethoven Virus, Jatuh Bangun Menggenggam Nilai-nilai Kebahagiaan Hidup 
Kalimat-kalimat di atas adalah petikan adegan yang saya ambil dari drama Korea Beethoven Virus (2008), tepatnya episode 5—salah satu episode favorit saya. Scene itu bercerita tentang seorang guru yang berprofesi konduktor orkestra mendatangi muridnya yang sedang bertugas sebagai polisi lalu lintas. Guru tersebut mengingatkan muridnya untuk mempertanyakan lagi pilihan hidupnya.

Saya termasuk orang yang hidup digerakkan oleh impian. Impian merupakan sumber kebahagiaan saya. Ketika menyaksikan adegan tersebut, saya kemudian ikut mempertanyakan diri: apa nilai-nilai yang kamu pegang untuk kebahagiaanmu, Vi? Sejenak saya terdiam menggerayangi alam pikir, semesta diri yang terdalam. Saya tersadarkan bahwa impian bukan satu-satunya sumber kekuatan—selain Tuhan tentunya—ada nilai kehidupan yang saya anut. Ya, betapa manusia menjadi manusia ketika memegang nilai-nilai kehidupan yang membawa kebahagiaan. Nilai-nilai kehidupan dan kebahagiaan setiap orang pastinya berbeda. Sekilas nampak sama bila merujuk pada agama, moral, dan etika. Akan tetapi ketiga hal tersebut hanyalah benang merah. Manusia itu rumit dan sederhana. Rumit dengan kekhasan baik secara materil maupun spiritual. Manusia seringkali mengotakan untuk menyederhanakan, untuk mendefinisikan, untuk mencari persamaan dan perbedaan.

Ketika akhirnya saya menjewantahkan nilai-nilai yang saya pegang, pertanyaannya kemudian: apakah saya bahagia? Saya dan Eva acapkali bercakap-cakap mengenai jawaban dari pertanyaan tersebut. Manusia didesain untuk bertahan hidup. Gelombang-gelombang kehidupan datang dan pergi dengan beragam bentuk rupa. Besar, kecil, satu-satu, beruntun. Gelombang-gelombang itu barangkali pasang surut untuk menguji seberapa layak seseorang memegang nilai-nilai kehidupan. Begitulah nilai-nilai kehidupan untuk mencapai kebahagiaan bertahan atau terbuang. Dinamis dan tidak pasti sampai akhir hayat.

Kembali ke Beethoven Virus, serial drama Korea satu-satu yang melekat di hati saya. Memang saya bukan penggemar drakor. Pertama kali saya menonton serial ini tahun 2010an tanpa sengaja di Indosiar. Itu pun entah episode berapa. Biar begitu, saya terharu menonton adegan demi adegan. Saya putuskan untuk mencari DVD-nya.


Beethoven Virus bercerita tentang sekelompok orang yang dipersatukan oleh orkestra musik klasik. Cerita bergerak dari seorang perempuan berprofesi PNS bernama Du Ru Mi (Lee Ji-Ah, My Mister). Dia lulusan universitas musik jurusan biola. Impiannya konser musik klasik telah lama dia kubur dalam-dalam. Suatu hari ia melihat teman satu kampusnya telah sukses menjadi violin di luar negeri. Dadanya sakit karena iri. Kemudian mengajukan ide pada pemerintah kota untuk menjadikan Kota Seok Ran sebagai kota musik.

Dana 300juta harus dikelola Du Ru Mi untuk mewujudkan sebuah konser publik. Naas, dia kena tipu konduktor orkestra yang menggelapkan semua uang. Berbekal tekad kuat, ia tetap melanjutkan konser dengan mencari orang-orang yang bisa bermain musik tanpa pengalaman dan tanpa batas umur, yang penting mau bermain di konser tanpa dibayar.

Bertemulah Du Ru Mi dengan: Kang Gun Woo—pemain trompet—seorang polisi muda yang sedang kena hukuman. Kang Gun Woo (Jang Keun-suk, Switch: Change the World) ini ketika menyadari kejeniusannya dalam musik mengalami dilema antara meneruskan profesi polisi atau meraih impiannya menjadi konduktor. Yi Deun (Hyun Jyu-ni, Descendants of the Sun), gadis pemberontak masih SMA dan keluarganya punya kesulitan keuangan. Ketidakyakinannya bahwa bermain flute tidak membawa kesejahteraan hidup membuatnya ingin meninggalkan dunia musik. Kim Gab Yong (Lee Soon-jae, Live)—pemain oboe—kakek tua yang hampir terkena dimensia mencoba tetap bertahan agar bisa bermain musik. Jong Hee Yeon (Song Ok-sook, My Father Is Strange), ibu rumah tangga berumur 52 tahun yang tidak bisa bergerak karena mesti mengabdikan diri pada suami dan kedua anaknya. Jong Hee Yeon punya impian untuk masuk ke orkestra sebagai pemain cello setelah lulus kuliah namun ditentang keluarga dan menganggapnya gila karena keinginan tersebut. Bae Yong Gi (Park Chul-min, Ugly Miss Young-Ae), pemain trumpet di sebuah kabaret dan tidak dianggap sebagai pemain musik sebenarnya. Park Hyuk Kwon (pemain double bass) yang bekerja di kantor dengan perasaan tertekan. Ia bertahan demi istrinya yang sedang mengandung dan satu anak perempuannya yang masih kecil. Dokter hewan, dua pemain biola elektrik, dll.

Sebagai ganti konduktor yang mengambil uang konser dan gaji pemain, Du Ru Mi menghubungi Maestro Kang (Kim Myung-min, Miracle That We Met). Konduktor orkestra yang sudah diakui dunia. Setelah berpuluh tahun akhirnya dia pulang ke Korea. Ternyata, Maestro Kang ini dikenal sebagai orchestra killer. Dia tidak pernah bisa bertahan di sebuah orkestra lebih dari 6 bulan. Bila bukan dia yang pergi, para pemainnya mengundurkan diri. Baginya tak ada pemain musik yang andal.

Pertemuan antara Maestro Kang, Du Ru Mi, Kang Gun Woo (namanya sama dengan Maestro Kang), dan semua anggota orkestra 'rumput liar' tersebut membuat semua orang berubah. Belakangan barus diketahui bahwa di telinga Du Ru Mi ada tumor, ia tidak akan bisa mendengar lagi dalam waktu 3-4 bulan. Apakah Du Ru Mi menyerah? Tidak!


Beethoven Virus menyabet seabreg penghargaan bergengsi di Korea selama tahun 2008 sampai 2009. Katakanlah 45th Baeksang Arts Awards, 21st Grimae Awards, The National Assembly Society of Popular Culture & Media Awards, 9th Broadcaster Awards, 2nd Korea Drama Awards, 21st Korean Producers and Directors' Awards, MBC Drama Awards, 36th Korean Broadcasting Association Awards, 4th Seoul International Drama Awards, dan 3rd International Drama Festival in Tokyo. Tidak mengherankan sebab drama Korea ini secara penulisan cerita,  penyutradaraan, dan akting terasa begitu solid. Musik sebagai titik tolok cerita digarap dengan sangat serius.

Serial yang menekankan nilai-nilai hidup dan impian ini diilhami dari kehidupan kondutor Korea yang mendunia yaitu Shin-ik Hahm. Pesan cerita bahwa ketika kita sudah memiliki sebuah impian tak ada alasan untuk tidak mewujudkannya digali dalam sehingga mengumbar tawa, menohok penonton sekaligus menguras air mata. Setiap orang harus punya ambisi yaitu daya juang untuk tetap bertahan pada saat tersulit sekali pun. Dan satu hal yang penting lagi adalah memperjuangkan mimpi dengan PENUH MARTABAT. Saling membantu tapi tidak menyusahkan orang lain. Di bawah saya petik lagi adegan lanjutan dari episode 5 di awal artikel ini.

“Mimpi? Bagaimana itu jadi mimpi? Itu adalah hal yang tidak bisa diraih. Itu adalah bintang di langit, sesuatu yang tidak bisa kau dapatkan. Sesuatu yang tidak bisa kau perjuangkan, sesuatu yang hanya bisa kautatap: bintang. Kau harus melakukan sesuatu. Kau harus--meskipun sedikit--berjuang, berusaha keras atau paling tidak buat rencana untuk perubahan. Perubahan sekecil bau atau warnamu. Dengan melakukan semua itu, kau bisa menyebutnya 'impianmu'. Kau pikir itu 'impian' jika kau hanya gunakan kalimat untuk mendesripsikan ide? Jika demikian mudah mengapa kau tidak jadi dokter, profesor, pengacara dan raih semua impianmu? Mengapa tidak?
Aku tidak menyuruhmu untuk meraih semua impianmu. Aku memintamu untuk setidaknya mengimpikan cinta-cita dengan berusaha. Sebenarnya percakapan ini tidak berguna. Yang akan menyesal seumur hidup adalah kau. Aku tidak akan lebih dari ini. (Kau bisa mengatakan) 'Aku tidak punya impian.’ 'Bahkan aku tidak bisa bermimpi apa pun.’ 'Aku telah tertelan oleh kehidupan.’ Hiduplah di sisa hidupmu dengan menyiksa diri sendiri.”

Scene tersebut jelas memberi batas definisi antara mimpi dan impian. Barangkali semua orang sudah tahu. Tapi apakah paham dan mau menjalaninya? Itulah persoalan sebenarnya.

Serial Beethoven Virus berulangkali saya tonton dan rasanya tetap menampar-namapar saya (dengan sangat keras). Berapa ribu hal yang saya jadikan alasan untuk lari dari impian saya? Saya sadar bahwa apa yang saya lakukan belum pernah maksimal. Bahwa saya memang kerap kali menyalahkan orang lain ataupun keadaan ketimbang berkaca pada diri sendiri. Lalu apa yang saya dapatkan? Tidak ada! Selain penyesalan. Hidup saya hanya sekali, saya ingin bahagia mencapai berbagai impian meski mesti remuk redam. Sebab apa yang tidak kita lakukan lebih akan kita sesali daripada apa yang sudah kita lakukan.

Setiap kali habis menonton serial Beethoven Virus perut saya terasa diremas-remas, ada kekosongan yang dalam, rasa sunyi yang menggelepar. Dan itu adalah impian yang memanggil-manggil saya dengan rasa frustrasi. Ia bertanya, kapan kamu mau terbang, Evi?

Mengapa Beethoven? Beethoven Virus menurut Lee Jae-kyoo sang sutradara adalah virus menggapai impian. Mungkin karena Beethoven pada akhirnya tuli. Bahkan ketika telinganya hampir tuli, ia tetap membuat lagu. Lagu yang indah dan menyentuh jiwa. Beethoven dikenal sebagai musikus jenius. Namun bagi saya, dia bukan jenius karena musiknya tapi dia jenius dalam semangat. Ya, jenius dalam semangat.

Bagi kamu, siapa pun kamu, saya merekomendasikan serial Beethoven Virus yang penuh emosi, gairah, dan musik ini. Sekadar mengingatkan bahwa setiap orang pasti punya impian dan berhentilah mencari alasan untuk pergi darinya. Sebuah pengalaman visual dan spiritual menonton drama Korea Beethoven Virus sepanjang 16 episode bagaimana manusia jatuh bangun menggenggam nilai-nilai kebahagiaan hidup. Yang pada kenyataan, kamu, ya kamu yang sedang membaca artikel ini, dapat melampauinya. Lebih sakit, haru, sekaligus indah. Kamu adalah legenda bagi hidupmu sendiri.

*Sumber foto http://msklco.blogspot.com/p/taeyeon-you-hear-me-ost-for-beethoven.html
Evi Sri Rezeki
Evi Sri Rezeki

Selamat datang di dunia Evi Sri Rezeki, kembarannya Eva Sri Rahayu *\^^/* Dunia saya enggak jauh-jauh dari berimajinasi. Impian saya mewujudkan imajinasi itu menjadi sebuah karya. Kalau bisa menginspirasi seseorang dan lebih jauhnya mengubah peradaban ^_^

16 comments:

  1. Salah satu drama korea favorit saya... Apalagi ada senyuman maut Jang keun Suk huhu jadi pengen nonton lagi😗

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener-bener! Setuju :)

      Jang Geun Suk di sini keren. Drama terbaiknya setelah He is Beautiful, hehe. Meskipun gak bener2 jadi tokoh utama, tapi mencuri fokus banget. Alur ceritanya juga memotivasi banget.

      Delete
  2. Duh udah lama nih saya ga ngedrama, hihih. aasik jadi berasa dikasi rekomendasi nih

    ReplyDelete
  3. aku belum pernah nonton drama ini...
    jadi pingin download >,<

    ReplyDelete
  4. Aku ga suka nonton drakor, epiii..
    Tapi suka sekilas tau dr bw ke temen2 kaya begini, kebanyakan memang ceritanya selalu ada pesan yg tersirat yaa..

    *upgrade anti virus drakor

    ReplyDelete
  5. Ini Oppa Jang Geun Suk first love aku dari jaman film Baby and Me. Bethoven Virus juga aku udah nonton :))

    ReplyDelete
  6. Jadi inget punya impian yang harus sementara waktu dikubur. Pengen lagi ngewujudinnya

    ReplyDelete
  7. Wuiih Evi nonton drakor juga, Bethoven Virus memang kece ceritanya, alur bagus,sukaa juga

    ReplyDelete
  8. Duh, dalem bgt ya maknanya, baca reviewnya aja udah jleb2, apalagi nonton lgsg

    ReplyDelete
  9. Saya ga pernah nonton drakor, tapi kalau baca reviewnya suka aja sih banyak pesan moral juga terkadang :)

    ReplyDelete
  10. Tiap kali baca review drakor, aku jadi pengen nonton ulang. Drama korea emang bagus-bagus. Nggak cuma hiburan. Banyak yang bisa petik hikmahnya.

    ReplyDelete
  11. wah drama ini aku belum pernah nonton nih, cuma bener emang yang namanya drakor tuh suka ada aja pesan yang bisa di ambil

    ReplyDelete
  12. Ternyata teteh suka nonton drakor juga. Aku uda lama ga nonton film Korea. Terima kasih utk reviewnya, jadi ada list judul film yg akan di tonton ��

    ReplyDelete
  13. Aku belum dapat hidayah buat nonton drakor nih :(

    ReplyDelete
  14. Usually, I never comment on blogs but your article is so convincing that I never stop myself to say something about it. You’re doing a great job Man. Best article I have ever read

    Keep it up!

    ReplyDelete
  15. Aku masih mikir belasan sampai ratusan kali baut nonton drakor. Cape jabaninnya hehehe eh tapi aku suka sama quote ini Aku tidak menyuruhmu untuk meraih semua impianmu. Aku memintamu untuk setidaknya mengimpikan cinta-cita dengan berusaha. Sebenarnya percakapan ini tidak berguna. Yang akan menyesal seumur hidup adalah kau. Aku tidak akan lebih dari ini. (Kau bisa mengatakan) 'Aku tidak punya impian.’ 'Bahkan aku tidak bisa bermimpi apa pun.’ 'Aku telah tertelan oleh kehidupan.’ Hiduplah di sisa hidupmu dengan menyiksa diri sendiri.

    ReplyDelete