Cover Novel Ketika Hujan |
Judul : Ketika Hujan
Penulis
: Orina Fazrina
ISBN : 978-979-25-4855-6
Tebal 130 halaman + xiv
Desain cover : Sandy Muliatama
ISBN : 978-979-25-4855-6
Tebal 130 halaman + xiv
Desain cover : Sandy Muliatama
Layout isi : Evi Sri Rezeki
Editor : Eva Sri Rahayu
Penerbit : Chibi Publisher
Tahun terbit : 2013
Harga : Rp. 30.000
Editor : Eva Sri Rahayu
Penerbit : Chibi Publisher
Tahun terbit : 2013
Harga : Rp. 30.000
Blurb:
Hana hanya ingat malam itu
ia merasa sangat marah. Ia memukul-mukul boneka pemberian Otou-san hingga
kelelahan dan tertidur. Saat terbangun paginya, ia menyadari ada yang berubah.
Ia menghindari papanya. Benci pada hujan dan aroma basahnya. Benci pada suara
petir yang kadang-kadang mengiringi kehadirannya. Ada hal lain lagi. Hana tak
suka dekat-dekat dengan laki-laki.
Kehidupan terus berjalan. Namun ada sesuatu yang sadar atau tidak
akan terus hidup dalam ingatan. Enggan untuk menghilang. Sesuatu itu disebut
kenangan.
Menjadi kenangan itu menyakitkan. Namun lebih menyakitkan lagi
jika tak dikenang.
Hana tidak ingin merasakan
cinta, tidak ingin terluka seperti Okaa-san. Bagi Hana untuk apa mencintai
kalau rasa itu tak bisa dipastikan akan bertahta selamanya. Kini kehadiran
kembali kedua sahabat masa kecilnya, Dino dan Adrian menggoyahkan perasaannya.
Tapi sebelum dia bisa memutuskan untuk membuka hati, Hana harus menemukan
kembali ingatan masa lalunya.
Ingatan yang dilupakan itu
bagaikan kotak Pandora. Dan seharusnya kotak itu tak pernah dibuka.
Apakah kamu pecinta hujan? Sangat
suka membaca novel romansa? Novel Ketika Hujan karya Orina Fazrina cocok buat
kamu.
Hujan selalu memiliki pesona dan daya magis tersendiri. Namun hujan
begitu dibenci Hana yang memliki alergi rintik air yang turun dari langit.
Setiap kali hujan, Hana akan gelisah kemudian muntah-muntah. Sehingga boneka
teru-teru bozu selalu mengantung di tasnya. Selain itu, Hana juga benci
laki-laki. Delapan tahun, Hana menahankan semuanya.
Apa yang menjadi penyebab
Hana memiliki kedua alergi tersebut? Itulah kunci kotak Pandora yang harus
dibuka sedikit demi sedikit oleh pembaca novel Ketika Hujan.
Hana yang bersahabat dengan
Anggi kemudian dipertemukan dengan Dino dan Adrian teman masa kecilnya. Sayangnya,
Hana tidak mengingat mereka. Padahal keduanya menyimpan kenangan indah bersama
gadis itu.
Ketika kecil, sebuah dongeng
terucap dari mulut Adrian. Alkisah Dewi Hujan yang bahagia menabur bibit hujan
pada awan yang dikumpulkan Dewa Awan. Lalu Dewa Petir datang, ingin meramaikan
suasana hujan. Namun bagi Dewi Hujan, Dewa Petir adalah pengganggu. Dewa Petir
marah. Makanya setiap petir datang, ada suara keras yang terdengar. Itu adalah
suara amarah Dewa Petir pada Dewi hujan.
Bagi Dino dan Adrian, Hana
adalah Dewi Hujan mereka. Sedangkan Dino adalah Dewa Petir dan Adrian adalah
Dewa Awan.
Ada dua konflik yang saling
berhubungan dalam novel ini, yaitu konflik keluarga yang terjadi antara Hana,
Ibunya, Bapaknya, dan selingkuhan Bapaknya. Konflik kedua tentu saja cinta
segitiga antara Hana-Dino-Adrian. Saya tidak akan menjelaskan bagaimana konflik
itu terbangun, karena akan menjadi spoiler
sekali. Pembaca harus menikmati kejutan demi kejutan yang disajikan.
Tiga dari lima bintang untuk
novel Ketika Hujan ini, saya berikan.
Pertama, untuk quotes cantik yang menyentuh, menyertai
setiap bab dalam novel. Seperti:
Kehidupan
terus berjalan. Namun ada sesuatu yang sadar atau tidak akan terus hidup dalam
ingatan. Enggan untuk menghilang. Sesuatu itu disebut kenangan.
Sahabat
itu seperti matahari yang tak pernah lelah memberikan cahayanya pada bumi.
Kedua, untuk dongeng tentang
Dewi Hujan, Dewa Awan, dan Dewa Petir. Dongeng tersebut selain manis juga sangat
pas dengan keseluruhan isi cerita. Bagi saya dongeng inilah pengikat kisah ketiga
tokoh utamanya. Melalui dongeng ini, jalinan cinta mereka bergejolak.
Bagaimana Hana mengungkapkan
perasaannya melalui pelabelan nama Dewa Awan dan Dewa Petir. Apakah benar yang
selama ini dikira bahwa Dewa Petir tak lebih sebagai penganggu? Ataukah petir
adalah metafora yang dipakai sebagai perlambang kerusuhan hati akibat cinta?
Bagi saya, penulis telah berhasil membuat metafora yang apik.
Ketiga, untuk cerita yang
tidak melulu tentang cinta antara sepasang manusia. Tetapi penulis menghadirkan
cinta tentang keluarga. Tentang cinta yang membawa seseorang pada penerimaan hakiki
yaitu berdamai dengan diri sendiri atau dengan masa lalu.
Melupakan kesalahan bukan
pekerjaan mudah tapi memaafkan lebih sulit lagi. Poin inilah yang coba dijewantahkan
oleh novel Ketika Hujan tanpa pembaca merasa dikuliahi.
Kover luarnya sesuai dengan
isi dari novel ini. Sama-sama kelam. Bagi pembaca yang senang dengan kover
berwarna-warni yang yummy, mungkin
akan melewatkan buku ini di toko buku. Tapi bagi mereka yang suka buku dengan
nuansa gelap tentu akan mendekat.
Saya tidak akan mengomentari
tentang EYD dan typo karena saya
sendiri masih abai tentang hal tersebut. Dan dari banyaknya novel yang saya
baca selalu ada typo. Sedangkan selaku
layouter novel Ketika Hujan, saya meminta
maaf karena kelalaian saya. Dalam beberapa paragraf, pembaca akan menemukan paragraf
yang tidak menjorok. Seharusnya tidak begitu. Untuk kesempatan mendatang, saya
akan berusaha lebih baik lagi.
Novel Ketika Hujan tidak
cukup membuat saya ingin memberikan bintang lima karena beberapa poin berikut:
Pertama, latar belakang
keluarga Hana yang diceritakan bahwa ibunya berasal dari Jepang terasa sangat
tempelan. Saya menangkap, latar belakang ini hanya mencoba mengabsahkan
keberadaan boneka teru-teru bozu yang menjadi salah satu gimmick dalam novel Ketika Hujan.
Penulis tidak berusaha keras
memberikan aksen kental atau membuka khazanah tentang Jepang kepada pembacanya.
Bagi saya tidak cukup dengan kehadiran boneka teru-teru bozu dan penyebutan Okaa-san (ibu), Otou-san (bapak), Sobu
(nenek), dan Hana-chan saja. Padahal
jelas sekali tokoh utamanya sangat dekat dengan ke-Jepang-an itu.
Kedua, penulis kurang
menghadirkan kenangan manis masa kecil antara ketiga tokoh sentral. Saya tidak
dibawa larut dalam kenangan masa kecil yang sepenggal-sepenggal dan nanggung antara
Hana, Dino, dan Adrian itu. Apa yang membuat mereka begitu terikat? Hanya karena
sering main hujan bersama? Atau karena mereka tidak punya teman lagi? Ingatan
masa kecil itu sulit dilupakan karena ada kesan mendalam atas kejadian. Maka saya
hanya berkesimpulan, dongeng saja yang mengikat mereka.
Tidak ada peristiwa yang
begitu tajam untuk memantik ingatan Hana, kenapa dia jadi alergi hujan dan
laki-laki. Padahal peristiwa ini jika dieksplorasi lebih dalam akan membuat gereget
pembacanya. Begitupun dengan adegan dimana Adrian memilih mundur dari hidup
Hana.
Mungkin sederhananya, kurang
motivasi dalam alurnya. Sehingga terkesan terburu-buru ingin cepat selesai.
Saya juga mendapat kesan, penulis
kurang berani dan cenderung memilih zona aman dari pada bermain-main dengan
liar sehingga alih-alih menghadirkan karya yang ciamik hanya menjadi karya yang
standar.
Hujan seperti juga senja
yang banyak dicintai oleh manusia memang sering kali menghadirkan inspirasi.
Dan icon teru-teru bozu yang tidak bisa lepas dari hujan, sudah sangat banyak
dipakai, tapi bolehlah pembaca mencicipi rasa lain dari icon tersebut dalam novel Ketika Hujan. Siapa
tahu, dongeng Dewi Hujan juga bisa menjadi awal kisah cinta kamu?
Sekali lagi bagi para
pembaca, selamat menikmati hujan sambil membaca novel Ketika Hujan hingga larut
dan hanyut.
Belum punya bukunya mba :D
ReplyDeletetp klo soal hujan, pastinya selalu romantis ya :)
Novelnya udah beredar di toko buku, Melly :)
DeleteEvi sama eva ini kembar atau cemana dek? ternyata dirimu editor tho?
ReplyDeleteaku mau donk dipinjemin bukunya :p
Kak Jul, iya saya sama Eva itu kembar.
DeleteSaya bukan editor, Mba. Tapi desainer hehehe
Sini main ke Bandung...
desainer baju atau desainer grafis nih kaka? hehee..
Deletesekarang jadi sering review buku nih..
Yup desainer grafis, Dian :)
DeleteUlasannya keren lho, mba... :)
ReplyDeleteMakasih ya, Mbak Santi ^_^
Deleteaku suka hujan.. :D
ReplyDeleteeh ini ceritanya ttg remaja kah mba?
Iya ini tentang remaja.
DeleteUdah ada di toko buku juga :)
Lagi-lagi, salut deh dengan review Evie. Tajam dan keren. :)
ReplyDeletebtw, dirimu designer grafis? Keren euy!
Makasih Mba Alaika. Tapi saya masih harus banyak belajar bagaimana me-review buku dengan benar ;p
DeleteIya Mba Alaika, saya desainer grafis. Tapi juga masih belajar :D
reviewnya lengkap :)
ReplyDeleteIni masih jauh dari lengkap Mba Diana ^_^
Deletenovel yang ini kemarin dibedah di group. Hehe, nambah penasaran :D
ReplyDeleteGroup mana Ovie?
DeleteBaca ini sambil hujan deras di luar
ReplyDeleteCocok. Perbaduan antara novel dan hujan. Jangan lupa kopinya :D
Deletelagi2 hujan memang bisa menginspirasi kisah dari ribuan bahkan jutaan angle ya mbak,
ReplyDeletenanti coba hunting bukunya ah, :)