Menjaga Kesehatan Mental Di Masa Pandemi - Hidup
yang tidak hidup. Begitu barangkali yang dirasakan oleh kebanyakan dari kita
saat menghadapi pandemi Corona. Sejak PSBB di berlakukan di hampir semua
wilayah di Indonesia, kehidupan kita seolah direnggut paksa. Dunia jungkir
balik, perubahan total pola hidup. Dan ya, perubahan seringkali menyakitkan.
![]() |
Menjaga Kesehatan Mental Di Masa Pandemi - Gambar oleh Wokandapix dari Pixabay |
Rutinitas sendiri dibangun dalam waktu yang
lama sehingga kita terbiasa. Ada ingatan tubuh dan pikir yang melekatinya. Kita
barangkali sering mengeluh bosan, jenuh, lelah, dan seterusnya. Merindukan
rebahan di rumah, traveling ke mana suka, menghirup kebebasan untuk memberi
jeda jiwa. Kehadiran pandemi Corona tidak saja merampas rutinitas juga mengambil
serta aktivitas jeda yang kita kenal.
![]() |
Tetaplah di rumah - Gambar oleh Alexas_Fotos dari Pixabay |
Kebanyakan dari kita merasa terpenjara di
rumah. Work from home mencampuradukan ruang privasi dan ruang bekerja.
Kita tidak lagi punya jarak untuk lini-lini kehidupan. Seluruhnya melebur. Yang
paling menyulitkan adalah efek physical distancing dalam tatanan sosial.
Rupa-rupanya jarak fisik ini bebuntut jarak pikir dan batin. Orang mudah
mencurigai orang lain. Virus yang tak terlihat mewujud manusia-manusia di
sekitar, mewujud benda-benda, bahkan udara. Cekaman kengerian ini mau tidak mau
mengancam kewarasan kita, kesehatan mental kita.
Gangguan Kesehatan Mental Massal
Dilansir dari website HaloDoc, kesehatan mental
dipengaruhi oleh peristiwa dalam kehidupan yang meninggalkan dampak yang besar
pada kepribadian dan perilaku seseorang. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat
berupa kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan anak, atau stres berat jangka
panjang. Jika kesehatan mental terganggu, maka akan timbul gangguan mental atau
penyakit mental. Gangguan mental dapat mengubah cara seseorang dalam menangani
stres, berhubungan dengan orang lain, membuat pilihan, dan dapat memicu hasrat
untuk menyakiti diri sendiri.
![]() |
Physical distancing - Gambar oleh congerdesign dari Pixabay |
Pandemi Corona menyebabkan gangguan kesehatan mental
massal. Menurut saya penyebab terbesarnya adalah perubahan rutinitas dan pola
sosial. Ada orang-orang yang cepat beradaptasi, ada juga yang tidak. Kelenturan
beradaptasi inilah modal awal kesehatan mental. Namun pandemi yang menyerang
seluruh dunia ini tanpa peringatan dan aba-aba melahirkan kepanikan, ketakutan,
berbagai perasaan negatif yang menyebar dari secara bersamaan. Gaung dari
perasaan dan pikiran negatif ini terus menular.
![]() |
Gejala gangguan kesehatan mental - Gambar oleh John Hain dari Pixabay |
Mari kita kenali gejala gangguan Kesehatan mental
atau penyakit mental berikut agar kita bisa memeriksa diri:
- Berteriak atau berkelahi dengan keluarga dan teman-teman.
- Delusi, paranoia, atau halusinasi.
- Kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi.
- Ketakutan, kekhawatiran, atau perasaan bersalah yang selalu menghantui.
- Ketidakmampuan untuk mengatasi stres atau masalah sehari-hari.
- Marah berlebihan dan rentan melakukan kekerasan.
- Memiliki pengalaman dan kenangan buruk yang tidak dapat dilupakan.
- Memiliki pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain.
- Menarik diri dari orang-orang dan kegiatan sehari-hari.
- Mendengar suara atau mempercayai sesuatu yang tidak benar.
- Mengalami nyeri yang tidak dapat dijelaskan.
- Mengalami perubahan suasana hati drastis yang menyebabkan masalah dalam hubungan dengan orang lain.
- Merasa bingung, pelupa, marah, tersinggung, cemas, kesal, khawatir, dan takut yang tidak biasa.
- Merasa sedih, tidak berarti, tidak berdaya, putus asa, atau tanpa harapan.
- Merokok, minum alkohol lebih dari biasanya, atau bahkan menggunakan narkoba.
- Perubahan drastis dalam kebiasaan makan, seperti makan terlalu banyak atau terlalu sedikit.
- Perubahan gairah seks.
- Rasa lelah yang signifikan, energi menurun, atau mengalami masalah tidur.
- Tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti merawat anak atau pergi ke sekolah atau tempat kerja.
- Tidak mampu memahami situasi dan orang-orang.
Bila dari daftar di atas terdapat gejala-gejalanya
dalam diri kita, ayo mulai berusaha memperbaiki mental kita lagi. Harus saya
tegaskan, gangguan mental harus didiagnosa oleh dokter ahli jiwa. Jadi kita
tidak bisa memutuskannya sendiri. Ada hal-hal yang dapat kita lakukan sendiri
bila terdapat gejala ringan sebelum meminta bantuan profesional.
Menjaga Kesehatan Mental di Masa Pandemi
Dikutip dari website Kementerian Kesehatan
Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masayarakat, kesehatan mental
yang baik adalah kondisi ketika batin kita berada dalam keadaan tentram dan
tenang, sehingga memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan
menghargai orang lain di sekitar. Seseorang yang bermental sehat dapat
menggunakan kemampuan atau potensi dirinya secara maksimal dalam menghadapi
tantangan hidup, serta menjalin hubungan positif dengan orang lain.
Jadi kuncinya agar mental kita tetap sehat,
kita harus tentram dan tenang. Tentu ini sulit, terutama ketika kita digempur
oleh informasi-informasi seputar pandemi, kematian, dan perekonomian yang
terasa ambruk. Berikut ini hal-hal yang dapat menenangkan dan menentramkan
batin kita, menjaga kesehatan mental di masa pandemi:
Mengunyah Informasi Secukupnya
Informasi seputar pandemi terus diproduksi, direpetisi,
dan disebarkan di berbagai media. Tidak semua informasi tersebut benar. Selalu
saja ada informasi hoax. Maka kita harus pandai-pandai menyaring informasi
tersebut. Selanjutnya di tengah banjir informasi pandemi, mengunyah informasi
secukupnya menghindari kita dari ketakutan dan kecemasan.
![]() |
Mengunyah informasi secukupnya - Gambar oleh Engin Akyurt dari Pixabay |
Hindari perilaku menyebarkan informasi yang
masih diragukan kebenarannya. Jangan sampai kita jadi agen hoax, memperkeruh suasana,
dan teror di masyarakat. Tetap bersikap tenang saat membaca sesuatu, sempatkan
untuk memverifikasi data jika memungkinkan.
Membuat Support System
Pandemi ini mesti dilawan bersama-sama. Membuat
support system sangatlah penting. Mulailah dari anggota keluarga terdekat dan
lingkungan tetangga. Support system yang saya maksud bisa berupa dukungan
secara moril maupun materil. Kasih sayang antar anggota keluarga dan tetangga menjadi
fondasi kita bertahan. Saling merawat, mendengarkan keluh kesah, tidak
menghakimi, saling menghargai, dan kemerataan informasi sehingga tidak saling
mencurigai.
![]() |
Membuat support system - Gambar oleh Harish Sharma dari Pixabay |
Dalam bentuk materil tidak melulu berbentuk
uang. Bila kita punya pangan, bolehlah kita bagi. Perhatikan keluarga dan tetangga
yang kesulitan. Dan bila ada keluarga atau tetangga terjangkit corona jangan
merundungnya. Dukungan moril dan materil ini justru akan memutus lebih cepat
penyebaran virus. Saat hati tenang, imun tubuh meningkat.
Bermeditasi
Meditasi bisa apa saja seperti beryoga,
mendengarkan musik, mendengarkan gemericik air, dan bahkan tidur. Bagi saya
sebagai muslim, salat dan zikir merupakan meditasi. Meditasi juga bisa
disesuaikan waktunya. Mau subuh, pagi, siang, sore, atau malam. Durasinya ya
tergantung nyamannya kita. Meditasi berfungsi untuk menenangkan batin. Pikiran
lebih fokus. Meditasi membuat kita terhubung dengan diri sendiri, Tuhan, dan
alam semesta. Ada dialog dengan diri, mendengar ucapan batin yang luput kita
renungi.
![]() |
Bermeditasi - Gambar oleh DarkWorkX dari Pixabay |
Berkebun
Saya sangat menyarankan untuk berkebun.
Keterbatasan lahan dapat kita akali dengan media pot, ketidaktersediaan tanah
bisa kita ganti dengan air. Intinya bila kita mau, banyak alternatif untuk
berkebun. Kegiatan ini mendekatkan kita pada alam. Kita belajar bagaimana vegetasi
tumbuhan, fase vegetatif dan generatifnya.
![]() |
Berkebun mendakatkan diri pada alam |
Tumbuhan bergerak secara terbatas. Akarnya
mengejar air, batang dan daunnya mengejar sinar matahari. Namun tumbuhan begitu
produktif. Barangkali kita bisa belajar dari sana bagaimana ruang terbatas
tetap menghidupi batin kita. Berkebun juga menggerakkan otot tubuh, melatih
otak berpikir, dan belajar menghargai semesta. Saat berdekatan dengan tanaman,
hati kita ikut teduh.
Penanganan Gangguan Mental
Di atas sudah saya sebutkan gejala-gejala
gangguan mental. Bila kamu merasa banyak dari gejala-gejala kamu atau ada kerabat
alami secara terus-menerus, ada baiknya menghubungi dokter ahli jiwa.
![]() |
Penanganan gangguan mental - Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay |
Aplikasi HaloDoc akan membantu kita
menghubungkan dengan para ahli. Aplikasi HaloDoc bisa kamu unduh di Google Play
dan App Store. Aplikasi kesehatan ini banyak kegunaannya. Kita bisa
berkonsultasi daring dengan dokter umum atau spesialis, membeli obat tanpa
harus ke apotik jadi langsung diantar ke rumah, mencari rumah sakit terdekat
dan buat janji dengan dokter, dan kita bisa mencari serta menemukan dokter yang
tepat sesuai kebutuhan medis kita.
Di masa pandemi dan sedang PSBB seperti
sekarang, aplikasi HaloDoc sangat praktis dan aman. Kita tidak perlu ke luar
rumah untuk membeli kebutuhan medis.
Nah, sesudah diagnosa dokter ahli jiwa,
penanganan gangguan mental ada berbagai macam tergantung sakitnya seperti psikoterapi,
pemberian obat-obatan, rawat inap, mengikuti support group, stimulasi
otak, pengobatan terhadap penyalahgunaan zat, dan
mengatur gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari.
Lebih baik mencegah daripada mengobati. Yuk,
jaga Kesehatan mental kita. Mental sehat, raga insya Allah sehat juga. Badai
pasti berlalu, bertahanlah sekuat tenaga dalam badai. Sehat-sehat semua
teman-teman di mana pun berada. Saya berdoa sepenuh hati untuk kita. Untuk
dunia.
Kalo aku udah nggak pernah nonton berita kecuali emang harus tau jadi secukupnya aja. Sekarang emang lebih fokus ke hobi aja sih kayak menggambar, berkebun dan aerobic setiap hari... Bikin happy deh
ReplyDeleteSaya setuju banget berkebun itu bisa memperbaiki kesehatan mental kita. Berkebun menuntut sikap sabar dan teliti mengobservasi, sehingga mau tidak mau kita belajar untuk lebih menghargai kehidupan.
ReplyDeleteSaya termasuk yg biasa saja selama ini saat pandemi. Karena sebelumnya memang selalu di rumah saja. Termasuk dengan kegiatan berkebun, jauh sebelum pandemi, sejak saya menikah dan tinggal di pedesaan ini berkebun memang keseharian saya. Hehehe ...
ReplyDeleteSemoga pandemi ini segera berakhir ya. Biar ga banyak yg mengeluh lagi...
Berkebun, berbenah rumah, mebersihkan gudang dan menghibahkan barang2 yang sudah tidak terpakai lagi bisa menenangkan hati loh. Kita jadi fokus dengan aktivias di rumah yang menyenangkan sehingga kesehatan mental terjaga dengan baik.
ReplyDeleteBaru banget tadi pagi dengerin sebuah podcast dan membahas tentang kesehatan mental. Mereka juga menginformasikan bahwa jangan mentang2 kesehatan mental ini lg trend dibahas, terus dgn mudah nya melabel diri sendiri punya penyakit mental. Seperti yang Mba Evi bilang td, harus dicek dulu dan dapet diagnosa dari dokter. Semangat jaga kesehatan yah semuanya ;)
ReplyDeletebener banget kalo dipikir2 emang bisa bikin stres selama stay at home. aku udah 'tutup mata' sama angka kasus covid. daripada mumet n jadi penyakit :D
ReplyDeleteNah kesehatan mental ini yang kadnag-kadang diabaikan atau baru disadari belakangan. Padahal di saat pandemi ini kita semua berpotensi terganggu kesehatan mentalnya. Untungnya di Halodoc bisa konsultasi online, ya
ReplyDeleteKesehatan mental ini menunjang keseharian, dan memang memengaruhi produktivitas juga.
ReplyDeleteAplikasi HaloDoc jadi andalan saat ini. Apalagi sejak pandemi, agak khawatir jika terlalu sering ke RS hanya untuk konsultasi.
Bener banget. Semua ini ngefek banget ke kesehatan mental yah Mbak. Harus pintar manajemen stres juga. Btw aku belum coba meditasi & berkebun. Seru sepertinya
ReplyDeleteAku mba kurng2in ngadepin orang malah biar ga kebanyakan kena info luar mba. Mau ga mau daripd napa2 huhuhu
ReplyDeleteDi awal2 Suami dan Anak harus WFH dan SFH, malah aku yang kebagian stres-nya, semacam gak siap dengan kehebohan baru di rumah, gak punya banyak waktu untuk "me time". Semakin lama semakin membenahi manajemen waktu di rumah, bikin skala prioritas baru, dll. Dan untuk urusan kesehatan, bersyukur banget ada HaloDoc saat ini ya, yg semakin memudahkan.
ReplyDeleteMenurutku kesehatan mental yang paling berpengaruh pada masa pandemi begini itu karena masalah keuangan dan berita hoax corona :(
ReplyDeletePoin yang rasa lelah baru terasa akhir-akhir nih, akhirnya ngalamin susah tidur. Mungkin efek kerjaan aja kali ya. Menjaga kesehatan mental itu penting banget ya.
ReplyDeleteSetuju banget teh, Mengunyah informasi secukupnya. Terlalu banyak tahu juga terkadang nggak bagus buat kesehatan mental, apalgi orang yang "di paksa" kuat untuk menerima atau mencera informasi yang terkadang belum bisa diterima dengan baik. Dan punya circle for support system pun sangat penting untuk saling menguatkan satu sama lain saat pandemi seperti ini :)
ReplyDeleteJadi ingat setahun yang lalu aku selalu merasa waswas, khawatir dan anxiety atau mengalami gejala kecemasan gitu. Dan aku sungguh takut banget kenapa-kenapa. Jadi pelan-pelan menghilangkan minimal melupakan memori tentang apapun itu yang membuat aku cemas. Lalu berdo'a dengan khusuk semoga rasa cemas dan ketakutan tak beralasan itu lekas menghilang selain itu pas dilanda kecemasan aku langsung dengarkan murotal Al Qur'an dan tiba-tiba ngilang gitu aja pas murotalnya terdengar di telinga, kayak api disiram air. Alhamdulillah sekarang sudah nggak mengalami gejala itu lagi.
ReplyDeletebenar ya mom, setiap org memang slalu ada indikasi penyakit mental & tergantung orgnya bisa mengatasinya dgn cara apa btw aq blm prnh pake aplikasi halodoc jadi penasaran pengen coba. thx ya infonya
ReplyDeletePunya support system yg baik penting banget menghadapi berbagai situasi terutama pada masa2 pandemi ini.
ReplyDelete