Credit |
Anila terus berlari. Dia
tahu waktunya sempit. Berlari di antara belukar, bebatuan, dan duri. Beberapa kali
dia terjatuh. Gaunnya tercabik. Anila tidak peduli, yang ada dalam pikirannya
cuma satu: Panji.
***
Panji terus berlari,
menembus kabut dan hujan. Matanya hanya bisa menangkap jarak sepuluh meter
saja. Beberapa kali kakinya terantuk akar, celananya sobek beberapa bagian.
Panji tidak peduli, yang ada dalam pikirannya hanya satu: Anila.
***
Anila merapalkan doa dalam
hati, semoga waktu berpihak padanya. Semoga kereta yang menjemput kekasihnya
datang terlambat. Semoga kakinya bersayap dan membawanya terbang. Atau semoga
ada badai yang menerpa desa lelakinya hingga menunda keberangkatan kekasihnya
menuju negeri seberang.
***
Panji merapalkan doa dalam
diam, semoga takdir memihaknya. Semoga kencana yang membawa calon suami
kekasihnya diserang gerombolan pencuri. Semoga ada keajaiban yang membuat
kakinya berlari secepat cahaya. Atau semoga istana megah tempat perempuannya
menikah terbakar hingga pernikahannya dihentikan.
***
Anila tahu harapannya
sia-sia. Dia tahu apa yang dilakukannya percuma. Tapi dia tak kuasa
menghentikan degup jantungnya yang bergemuruh karena rindu. Lebih baik
jantungnya berhenti berdetak daripada melepaskan cinta sejatinya.
***
Panji tahu asanya kosong.
Dia tahu apa yang diperbuatnya tak berguna. Tapi dia tak bisa menipu hatinya.
Nyeri yang dirasakannya setiap mengenang senyum Anila. Lebih baik hatinya
membusuk daripada menipu diri seumur hidup.
***
Anila merasa hutan tempatnya
berjibaku dengan peluh memiliki ruh. Ruh-ruh pohon yang membimbing kakinya
bergerak. Di hadapannya terbentang lapangan kosong. Di sana, matanya menangkap
bayangan kekasihnya. Ini pasti mimpi.
***
Panji merasa hutan tempatnya
bertarung dengan insting memiliki jiwa. Jiwa-jiwa bumi yang membimbing kakinya
melangkah. Di hadapannya terbentang lahan melompong. Di sana, penglihatannya
menancap pada bayangan perempuan. Ini pasti kejaiban.
***
Anila berlari. Panji
berlari. Menyambut hangat satu sama lain. Berpelukan. Seolah waktu berhenti.
Semesta merestui.
Terdengar tepuk tangan riuh
memenuhi arena teater. Beberapa penonton berdiri. Ada yang menghapus air
matanya, ada yang mencibir.
Lea dan Bimo menunduk
bersamaan, memberikan penghormatan pada penonton. Tangan mereka erat
menggenggam satu sama lain. Ini malam terakhir pertunjukan. Besok mereka akan
kembali ke kota masing-masing. Kembali kepelukan pasangan masing-masing.
Diam-diam mereka berdoa, seandainya drama yang mereka mainkan menjadi
kenyataan.
wah, ternyata pementasan drama toh...dan endingnya itu loh...ternyata mereka sama-sama suka ya...
ReplyDeleteIya cinlok :)))
DeleteWah cinlok ini ya vi. Tapi aku uda dempet hanyut pada adegan-adegannya :)
ReplyDeleteIya cinlok Mbak :D
DeleteDempet is sempet
ReplyDeleteHehehe iya Mbak typo dikit ya :D
Deletesepertinya saya kesulitan memahaminya bos, hehehe.........
ReplyDeleteDinikmati aja Gan:p
Deletefotonya super banget,
ReplyDeleteHmm...
DeleteAahh..aku udah asik di dunia dongeng.. hehe. Berhasil :D
ReplyDeleteFairytale Tata :D
Deleteaih, ending-nya jadi 'twist'! XD
ReplyDeletekeren banget kak! :D
Makasih Agung, semoga suka :)
Deletewuedan, cinlok di panggung? pantes begitu menghayati peran! wahahaha
ReplyDeleteAhahaha begitulah :D
DeleteGambarnya mendukung cerita bgt, jadi terbawa deh sama cerita teaternya :)
ReplyDeleteIya sengaja pilih gambar itu :)
DeleteAaahhh drama ...
ReplyDeleteBikin rindu panggung ya, Va?
Deleteso sweet....
ReplyDelete:")
DeleteKeren Vi, kirain fan fiction, Twist endingnya asik nih
ReplyDeleteHatur nuhun Teh Efi :)
Deletehaduh sulit :(
ReplyDeletecinlok oh cinlok :D
Ahahaha cinlok tuh seru :D
Delete