![]() |
Seri Novel Dunia: Lord Of The Flies Karya Sir William Gerald Golding |
Seandainya kamu punya cita-cita sebagai penulis kemudian sudah pernah mengirimkan
karya pada penerbitan dan harus menelan pil pahit penolakan, jangan menyerah. Banyak
penulis dunia yang pernah bernasib sama denganmu. Bahkan untuk seukuran Sir
William Gerald Golding, penulis novel asal Inggris yang mendapat banyak
penghargaan sastra bergengsi di dunia. Perbaiki lagi karyamu dan berjuang
kembali mengirimkan ke penerbitan. Catatan ini juga saya tujukan pada diri saya
sendiri. Seri novel dunia kali ini akan membahas karya Sir William Gerald dan
novelnya yang berjudul Lord of the Flies.
Biografi Singkat Sir William Gerald Golding
![]() |
Sir William Gerald Golding |
Sir William Gerald
Golding lahir pada tanggal 19 September 1911, di Saint
Columb Kecil, Cornwall, Inggris. Ia dibesarkan di sebuah rumah abad ke-14,
di 47 Mount Wise, Newquay. William menerima
pendidikan awal di Marlborough Grammar School. Ketika William baru berusia 12
tahun, ia berusaha, untuk menulis sebuah novel. Tapi
tak berhasil. Orang tuanya mendesak dia untuk belajar ilmu alam.
Ia
adalah seorang anak yang frustasi, ia menemukan kata-kata intimidasi dari
teman-temannya. Kemudian dalam kehidupannya, William akan menggambarkan masa kecilnya sebagai anak
yang nakal. Ayahnya, Alec Golding adalah seorang master ilmu di Marlborough
Grammar School, dan ibunya, Mildred adalah seorang
pejuang hak perempuan. Golding juga dikenal
sebagai dramawan dan penyair
berpengaruh di Inggris.
Selepas
sekolah dasar, William melanjutkan di Perguruan Tinggi, di Universitas Oxford. Ayahnya berharap ia akan menjadi
seorang ilmuwan, namun William memilih untuk belajar sastra Inggris sebagai
gantinya. Pada tahun 1934, setahun sebelum ia lulus, William menerbitkan karya
pertamanya, sebuah buku puisi berjudul Poems, diterbitkan oleh
penerbit Macmillan & Co dengan bantuan seorang temannya dari Oxford, Adam
Bittleston. Koleksi
puisinya itu sebagian besar sempat diabaikan oleh para kritikus sastra di masanya. Golding juga sempat bekerja sebentar sebagai aktor teater dan sutradara.
Setelah
kuliah, Golding bekerja untuk sementara waktu. Akhirnya, ia memutuskan untuk
mengikuti jejak ayahnya. Pada tahun 1935 Golding mengambil posisi untuk
mengajar bahasa Inggris dan filsafat di Sekolah Bishop
Wordsworth di Salisbury. Pengalaman Golding ini mengajar anak-anak muda
yang nakal kemudian akan menjadi inspirasi
untuk novelnya Lord Of The Files.
Meskipun ia semangat untuk mengajar, pada tahun 1940 Golding meninggalkan
pekerjaannya tersebut untuk bergabung dengan Royal Navy dan berjuang di perang
dunia kedua dimana
ia bertugas dibagian komando
roket
peluncur dan berpartisipasi dalam invasi Normandia.
Pengalamannya
di Perang Dunia II menyadarkan Golding pada satu hal, "Saya mulai melihat
apa yang orang-orang mampu lakukan. Siapa pun yang bergerak melewati tahun-tahun
itu tanpa memahami bahwa manusia menciptakan
niat jahat sebagai lebah yang
menghasilkan madu, pasti ia
tidak melihat sesuatu atau ada yang salah di dalam
pikirannya." Seperti pengalaman mengajar,
partisipasi Golding dalam perang terbukti menjadi bahan yang bermanfaat untuk novel-novelnya.
Pada tahun 1945, setelah Perang Dunia II berakhir, Golding kembali untuk mengajar dan menulis. Pengalaman Golding dalam Perang Dunia II memiliki efek mendalam pada pandangannya tentang kemanusiaan dan kejahatan yang begitu biadab.
Pada
bulan September 1953, setelah banyak penolakan dari penerbit lain, Golding
mengirim naskah tersebut ke penerbit Faber & Faber. Meski awalnya ditolak oleh mereka namun diperjuangkan oleh Charles Monteith,
seorang editor. Monteith meminta beberapa
perubahan teks dalam novel.
Akhirnya pada tahun 1954, ia berhasil
menerbitkan novel pertamanya, Lord of the Flies.
Setelah
21 kali penolakan, akhirnya
novel pertamanya tersebut diakui sebagai novel terbaik di masanya.
Pada
tahun 1963, Golding pensiun dari mengajar. Golding
juga menghabiskan tahun-tahun akademiknya di Amerika Serikat
sebagai penulis residens di Hollins College, Roanoke, Virginia.
Sutradara
terkenal, Peter Brook membuat sebuah film yang
ia adaptasi dari novel Lord Of The Flies
karya William Golding. Dua dekade kemudian,
pada usia 73 tahun,
Golding dianugerahi Nobel Prize untuk Sastra
pada tahun 1983. Hadiah
paling presitius dalam sastra dunia. Pada
tahun 1988, Golding juga dianugerahi gelar oleh Ratu Inggris Elizabeth II. Ia juga
memenangkan James Tait Black
Memorial Prize pada tahun 1979, dan Booker Prize pada
tahun 1980. William Golding juga bagian
penting dari Royal Society of Literature.
Pada tahun 2008, Times memasukan
William Golding pada
peringkat ke-3 pada daftar
mereka, untuk 50 penulis
Inggris terbesar sejak tahun 1945. Sungguh pencapaian kreatif
yang luar biasa dari William Golding.
Novel-novel
Godling memang relatif
sedikit jumlahnya, hanya dua belas. Disamping itu, Golding juga menulis drama, banyak esai dan ulasan,
beberapa cerita pendek, beberapa puisi, dan buku perjalanan tentang Mesir.
Beberapa karya nonfiksinya seperti The
Hot Gates (terbit 1965), A Moving
Target (terbit 1982),
dan An Egyptian Journal (terbit
1985), masih sering menjadi rujukan bagi para peneliti dan pemikir.
Golding
menghabiskan beberapa tahun-tahun terakhir hidupnya dengan tenang dan
damai hidup bersama istrinya, Ann Brookfield, seorang ahli kimia analitik yang
Golding nikahi pada tanggal 30 September 1939.
Mereka tinggal di rumah mereka
yang asri, di dekat Falmouth, Cornwall, dimana Golding
sendiri terus bekerja keras untuk menulis
karya-karya terbarunya. Pada tanggal 19 Juni
1993, Golding meninggal karena serangan jantung. Ia dimakamkan di gereja desa di Bowerchalke, Wiltshire
Selatan. Dia
meninggalkan istri dan dua anak mereka, David dan Judith. Setelah Golding
meninggal, naskahnya The Double Tongue diterbitkan secara anumerta. Terlepas dari prestasi yang luar biasa, yang jelas ia sebagai penulis mencoba menunjukkan rentang waktu
yang luas dari keragaman subyek-subjek novelnya dan mencoba memberikan
penekanan pada konteks kemanusiaan. Novelis terkenal, Stephen King juga menulis pengantar untuk edisi baru dari Lord of the Flies pada tahun 2011, untuk menandai dan memperingati seratus tahun kelahiran William Golding
yang lahir pada tahun 1911.
Cerita Novel Lord
of the Flies
Novel Lord of the Flies ini, menceritakan kisah yang
mencekam dari sekelompok remaja laki-laki yang
terdampar di sebuah pulau terpencil setelah kecelakaan
pesawat. Dengan latar di tengah-tengah perang nuklir
yang tak menentu. Novel
Lord of
the Flies,
menjelajahi sisi liar dari sifat manusia sebagai anak laki-laki yang melepaskan
diri dari kendala-kendala di masyarakat, brutal, dan melawan satu sama lain dalam menghadapi musuh.
Golding
mencoba gaya penulisan yang
relatif mudah dipahami dalam Lord of the Flies, salah satunya menghindari bahasa yang sangat puitis, deskripsi yang
panjang, dan selingan-selingan filosofis. Banyak dari novel ini adalah alegoris, menyampaikan
tema sentral novel dan ide-ide dengan karakter dan objek dalam novel yang diresapi
dengan makna simbolis. Dalam menggambarkan berbagai cara dimana anak-anak muda
di pulau liar itu beradaptasi dengan lingkungan baru mereka dan bereaksi
terhadap kebebasan baru mereka. Golding mengeksplorasi narasi yang luas, dimana manusia bisa menanggapi stres, perubahan
lingkungan, keterdesakan,
dan juga ketegangan
Para
pembaca dan kritikus telah menafsirkan novel
Lord of
the Flies dalam cara yang sangat beragam
selama bertahun-tahun sejak publikasi pertamanya. Selama tahun 1950 dan 1960-an, banyak pandangan dari novel tersebut yang mengklaim bahwa Lord
of the Flies mendramatisasi sejarah peradaban. Beberapa percaya bahwa novel
ini, membahas isu-isu
agama yang mendasar, seperti dosa asal manusia
dari sifat baik dan sifat jahat. Lainnya, melakukan pendekatan terhadap novel Lord of the Flies melalui teori psikoanalis Sigmund Freud yang
mengajarkan bahwa pikiran manusia adalah pertempuran terus-menerus id (kebutuhan dan keinginan), ego (sadar, pikiran rasional), dan superego (rasa hati nurani dan
moralitas). Yang lain menyatakan bahwa Golding menulis novel sebagai kritik
terhadap lembaga-lembaga politik dan sosial dari Barat. Pada akhirnya, ada
beberapa validitas untuk masing-masing bacaan yang berbeda dan interpretasi
dari novel Lord of the Flies.
Novel
ini penuh dengan simbolisme, dan
ini adalah semacam pekerjaan Golding untuk
masa depan, dimana ia terus memeriksa perjuangan internal
manusia antara niat baik
dan jahat. Sejak publikasi awalnya, novel ini telah banyak dibaca secara luas dan dianggap sebagai karya
klasik yang layak dianalisis secara mendalam dan
diskusikan di kelas-kelas di seluruh dunia. Novel Lord of
the Flies
menjadi buku terlaris di Inggris dan Amerika Serikat.
Modern
Library memasukan novel Lord Of The Flies,
pada urutan daftar ke-41, sebagai 100 novel terbaik berbahasa Inggris abad-20. Pada tahun 2005, novel The Lord Of The Flies
oleh majalah TIME disebut sebagai salah satu dari 100 novel berbahasa Inggris terbaik dari tahun 1923 hingga 2005.
Sumber referensi dan gambar:
www.william-golding.co.uk
www.biography.com
www.modernlibrary.com
www.nobelprize.org
wikipedia.org
www.spraknotes.com
Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai sastra. Sastra merupakan sesuatu yang penting yang harus diajarkan bagi pelajar Indonesia. Saya memiliki beberapa pembahasan sastra yang bisa anda kunjungi di www.lepsab.gunadarma.ac.id
ReplyDeleteNumpang ya min ^^
ReplyDeleteAyo buruan bergabung di www,kenaripoker
Bonus 50% hanya deposit Rp 10.000 sudah bisa mainkan banyak game disini, TO rendah tidak menyekik player, server baru dengan keamanan dan kenyamanan yang lebih!
hanya di kenaripoker
WHATSAPP : +855966139323
LIVE CHAT : KENARIPOKER COM
ALTERNATIVE LINK : KENARIPOKER COM
Termites are invasive pests that cause considerable damage to homes across the country.הדברה
ReplyDelete