Yakin Mau Punya Anak Kembar?



Yakin Mau Punya Anak Kembar?
Yakin Mau Punya Anak Kembar?

 
Hampir setiap orang yang tahu saya kembar pasti bilang, “Cita-citaku pengin punya anak kembar.” Atau, “Dari dulu saya pengin punya anak kembar.” Kalau ditanya alasannya kenapa, kebanyakan bilang kalau anak kembar itu lucu. Hiaaaa … lucu sih kalau sejam dua jam aja. Kalau berhari-hari bareng anak kembar malah pusing, loh. Serius deh! Nah, ini kamu-kamu yang lagi baca artikel, hayo ngaku siapa yang mau punya anak kembar? Yakin mau punya anak kembar? Mending baca dulu artikel ini sampai selesai sebelum memutuskan he he he.


Saya enggak bakal cerita anak kembar dari sisi diri sendiri selaku anak kembar, tapi saya bakal cerita soal pengalaman orangtua saya, ya. Syahdan ((syahdan)), tersebutlah Mama Dedeh dan Ayah Isa yang udah punya anak tiga orang, dua kali-laki dan seorang perempuan. Itu nama mama saya bukan nama samaran loh, itu serius nama beneran! Suatu hari Mama Dedeh mengandung lagi. Di luar dugaan apalagi perencanaan karena usia mama udah lumayan berisiko buat hamil waktu itu. Ternyata malah hamil anak kembar. Ayah Isa pun kelimpungan.

Menurut Mama Dedeh, punya anak kembar itu punya beberapa risiko. Pertama, harus punya stamina lebih kuat daripada punya anak satu. Kebayang kan, saat hamil Mama Dedeh mesti membagi nutrisi jadi tiga? Memang dasarnya suka makan, Mama Dedeh memberi asupan super banyak buat badan. Belum lagi masa mengandung 9 bulan itu berat perut jadi dua kali lipat. Bawa-bawa satu bayi aja udah lumayan capek. Masuk ke saat melahirkan, mama mesti ngeluarin tenaga dan berisiko kehilangan nyawa dua kali lipat. Kata mama ngelahirin Eva enggak seberapa sakit daripada ngelahirin saya. Berat badan saya memang lebih besar ketimbang Eva walaupun dibanding bayi normal berat badan saya juga termasuk kecil.

Fase menyusui anak kembar kata mama saya lebih berat lagi. Saya yang bisa dibilang lebih rewog* bisa ngabisin jatah susu Eva. Alhasil bukan keluar air susu malah darah segar. Dalam beberapa minggu, mama saya kibar-kibar bendera putih. Jadilah saya dan Eva dikasih tambahan susu formula.

Anak kembar dari bayi nggak selalu kompak, loh. Kadang saat jamnya bayi pada bobo, satu bayi malah melek. Mending kalau cuma bangun aja, ini malah nangis dan bikin kembarannya bangun. Nangis berjamaah deh.

Kedua, biaya yang mesti disiapkan double. Mulai dari nyiapin baju, popok, mainan, makanan, susu, dan biaya sekolah. Paling repot nyiapin biaya sekolah, ya. Kalau adik kakak masih ada jeda napas buat nabung. Anak kembar mana bisa begitu. Nanti kalau kakaknya duluan sekolah adiknya bakal ngiri. Bisa terjadi perang dunia berkepanjangan!

Ketiga, mesti adil. Menurut Pemkot Bandung, ada empat pilar ketahanan keluarga. Salah satunya adalah adil. Anak kembar itu penuntut keadilan paling gigih sedunia. Tapi adil di sini bukan cuma sama takarannya atau sesuai kebutuhan seperti adil pada umumnya. Adil menurut anak kembar itu agak rancu dan rumit.

Misalnya, dalam berpakaian. Menurut beberapa teman saya, mereka suka banget lihat anak kembar yang dandanannya sama. Kelihatan lucu walaupun ngebingungin karena susah bedainnya. Buat anak kembar yang masih balita, memakai baju yang sama enggak jadi masalah. Mereka kan, belum ngerti. Masuk ke masa-masa sekolah, anak kembar pengin punya identitas sendiri. Mereka membentuk identitas yang kebanyakan terjadi perbedaannya bak langit dan bumi. Ya, namanya juga mereka udah nggak mau disama-samain. Saat itulah orangtua makin direwelin si kembar. Kalau dikasih baju sama mereka kesal karena nggak mau disamain. Kalau dikasih baju beda, mereka ngambek karena ngerasa enggak adil. Bahkan ketika mereka disuruh milih baju sendiri perbedaan harga atau apalah-apalah bisa jadi katarsis buat mereka ngerasa diperlakukan enggak adil.

Contoh lain ketika orangtua memberi nama bayi anak kembar. Ada aja perasaan kalau nama si kembarannya lebih bagus. Atau ketika anak kembar ini udah ngerti arti dari namanya masing-masing, ada pertanyaan kok bukan namaku yang itu sih?

Keempat, punya mental baja. Yang namanya orangtua pasti punya kekhawatiran atau harapan sama anak-anaknya. Anak susah makan orangtuanya yang sedih. Pulang agak malam dari tempat kuliah aja masih suka dicariin. Orangtua anak kembar harus punya mental baja karena kekhawatiran dan harapannya berlipat ganda. Ada kalanya satu anak makan normal, satu lagi angin-anginan. Satu taat peraturan satu lagi jago melanggar. Satu udah punya cita-cita, satu lagi masih mencari. Satu lulus ujian, satu lagi enggak. Sampai satu lagi udah dapat jodoh, satu lagi masih suka main-main aja. Satu sukses, satu lagi menuju sukses. Saat seperti ini satu kuncinya dari saya, setiap anak punya takdir dan pilihannya masing-masing. Bukan tanggung jawab orang tua seluruhnya apalagi waktu anak sudah besar. Biarkan mereka bergerak ke dalam semesta batinnya, percayalah bahwa anak tersebut tahu yang terbaik buat dirinya dan percayalah selalu ada tangan Tuhan dalam setiap langkahnya.

Intinya dibalik kelucuan anak kembar ada kesabaran luar biasa dari orangtua. Sebaiknya orangtua menghindari membanding-bandingankan anak kembar. Percaya deh, hal kayak gitu akan melahirkan persaingan enggak terlihat antara anak kembar. Contoh kecil ya, rebutan mainan. Makin besar akan masuk ke identitas diri. Di luar sana, di lingkungan mana pun, banyak pihak enggak peka yang membandingan anak kembar walaupun tanpa sadar. Eaaa jadi curhat!

Saya dan Eva punya pengalaman dipisahkan selama empat tahun setengah. Orangtua kami enggak bermaksud jahat. Baca kembali poin nomor satu, orangtua terutama ibu harus punya stamina kuat. Mama saya saat itu kondisi tubuhnya enggak memungkinkan buat mengurus dua bayi. Saat dewasa, saya sadar sendiri kalau orangtua yang mengasuh saya bukan orangtua kandung melainkan saudaranya mama. Waktu saya menyadari itu saya merasa sangat marah dan sakit hati. Akibatnya saya jadi anak pembangkang, nakal, pokoknya apa pun saya lakukan untuk mendapat perhatian orangtua kandung saya. Butuh bertahun-tahun untuk mengerti dan memaafkan. Ah, padahal orangtua saya enggak salah hanya ingin memberi yang terbaik buat saya. Kok ya, saya pakai istilah memaafkan. Sekarang saya malah bersyukur karena saya dianugerahi empat orangtua.

By the way, sebagian kisah saya dan Eva bisa kamu baca di buku kami berjudul TwiRies: The Freaky Twins Diaries. Kamu bakal tahu gimana kehidupan anak kembar atau minimal ada bayangan.

Balik lagi ke tema utama. Saya juga dulu bahkan sampai sekarang kalau lihat anak kembar suka gemas. Penginnya nanya-nanya ini itu. Pasti mereka udah bosan. He he he. Oke, setelah baca beberapa risiko yang harus diambil sama orangtua yang punya anak kembar, saya kembali mau nanya sama kamu-kamu yang pengin punya kembaran, eh anak kembar. Yakin mau punya anak kembar?

*rewog: Bahasa Sunda yang artinya makan berlebihan
Evi Sri Rezeki
Evi Sri Rezeki

Selamat datang di dunia Evi Sri Rezeki, kembarannya Eva Sri Rahayu *\^^/* Dunia saya enggak jauh-jauh dari berimajinasi. Impian saya mewujudkan imajinasi itu menjadi sebuah karya. Kalau bisa menginspirasi seseorang dan lebih jauhnya mengubah peradaban ^_^

6 comments:

  1. Ngebayanginnya seru banget punya anak kembar hehe..g ke Bahan kalo masih bayi dan nenenin, 1 aja kadang kurang apalagi 2 hehe

    ReplyDelete
  2. Hahaha dulu sih kepikiran gitu teh pengen anak kembar tapi setelah aku lihat di tv ada yang sampe kembar 5 itu aja lihatnya pusing banget. Nggak jadi deh punya cita-citanya :))

    ReplyDelete
  3. Lihat beberapa resiko yang Kak Evi paparkan, saya gak yakin mau punya anak kembar. Kalau lihat anak kembar memang seneng banget. Lucu..! Tapi kalau untuk merawatnya sehari-hari, saya ragu hihihi...

    ReplyDelete
  4. Iya kebayang capenya double...tapi senengnya juga double pastinya xixixi

    ReplyDelete
  5. Dulu mamahnya pas hamil anak kembar, umur berapa Mbak? Hihihi, habis baca tulisan ini jadi makin ngilu ngebayangin. Usia saya soalnya sudah di atas 35 tahun. Suami punya gen kembar. Ni beberapa bulan lalu aja habis keguguran. Kata beberapa orang, biasanya malah makin subur. ��

    ReplyDelete